Friday, December 6, 2024
spot_img
HomeFilmHome Sweet Loan: Potret Ketidakamanan Struktural Perempuan

Home Sweet Loan: Potret Ketidakamanan Struktural Perempuan

Keluarga seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap individu dari kekerasan, khususnya bagi perempuan dan anak. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga seharusnya menjadi tempat aman bagi tumbuhnya potensi baik yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Namun berbanding terbalik dengan fakta yang ada, sepanjang tahun bentuk-bentuk kekerasan malah dibangun dan ditutupi dalam institusi keluarga.

Masih belum amannya ruang keluarga bagi perempuan khususnya juga tergambar dalam sebuah film yang berjudul Home Sweet Loan. Film tersebut menceritakan seorang anak bungsu perempuan bernama Kaluna yang diangkat dari sebuah novel karya Almira Bastari dan mulai tayang pada September lalu. Sebagai anak bungsu yang menjadi harapan besar orang tuanya, Kaluna harus bekerja keras demi meraih mimpinya sendiri disamping harus memenuhi kebutuhan keluarganya.

Mimpi Kaluna hanyalah memiliki rumah sendiri karena selama ini ia merasa jika rumah yang ditempati besama keluarganya bukanlah representasi rumah yang sebenarnya. Banyak beban di pundak yang harus ia tanggung, sementara beban itu melebihi kapasitas fisiknya. Kaluna adalah generasi sandwich yang harus men-support keluarganya. 

Dalam film tersebut, Ia digambarkan tinggal di sebuah rumah sederhana bersama kedua orang tua, saudara dan keponakannya yang masih kecil-kecil. Sebagai anak bungsu yang belum menikah, Kaluna tidur di kamar paling belakang karena harus mengalah dengan saudara-saudaranya yang sudah berkeluarga. 

Sebenarnya tidak hanya Kaluna dalam film Home Sweet Loan ini, di luaran sana banyak perempuan yang bernasib sama. Kaluna adalah Generasi sandwich bagi keluarganya. Generasi sandwich sendiri adalah sebutan yang dilekatkan pada orang dewasa, dimana ia harus menanggung hidup keluarga, baik itu orang tua, dirinya sendiri, bahkan ditambah dengan anak-anaknya. 

Dalam konteks Indonesia, warga Indonesia sebenarnya adalah warga yang mulai beradaptasi dengan konsep kesetaraan gender. Banyak perempuan yang sekarang sudah bisa mengakses ruang-ruang publik. Meskipun demikian, film Home Sweet Loan dengan Kaluna (Yunita Siregar) sebagai pemeran utamanya ini, seakan menggambarkan kehidupan patriarki di satu sisi, dan normalisasi bahwa perempuan sebagai tulang punggung keluarga di sisi yang lain.

Perempuan Dituntut Memenuhi Standar Ganda Sekaligus

Salah satu adegan menceritakan bagaimana Kaluna harus membayar tanggungan rumahtangga di keluarga yang terdiri dari tiga kepala keluarga, mulai dari listrik hingga renof-renof kecil di rumah yang dihuni keluarganya. Padahal Kaluna sudah berhemat luar biasa dan mengesampingkan semua ego di dirinya, termasuk sekedar ngopi di luar bersama rekan-rekan kerjanya. Ibu Kaluna yang selalu memintanya bersabar tanpa pernah bertanya apakah ia baik-baik saja menggambarkan bagaimana beban berat yang harus seorang Kaluna tanggung.

Adegan tersebut seakan menggambarkan realitas kehidupan yang terjadi. Meskipun terlahir sebagai perempuan, Kaluna menjadi satu-satunya harapan keluarga. Lingkungan keluarganya juga seakan menormalisasi dan bahkan mewajibkan perempuan sudah sepantasnya mengerjakan itu semua (pekerjaan domestik dan publik).

Jika kita melihat ke masa lalu, budaya patriarki selalu meletakkan kaum perempuan secara inferior karena merasa perempuan tidak bisa bekerja dan berpenghasilan. Laki-laki ditempatkan secara superior karena dianggap kuat, bisa bekerja dan berpenghasilan. Namun, dalam film tersebut seakan menggambarkan bagaimana perempuan bernasib tak jauh sengsaranya dengan masa-masa sebelumnya.

Perempuan dituntut untuk memenuhi dua standar ganda sekaligus. Lihai dalam urusan domestik dan juga urusan publik. Salah satu adegan dalam film ini menggambarkan bagaimana Kaluna harus membereskan kondisi rumah yang berantakan saat ia pulang kerja, begitu juga dengan cucian piring yang menumpuk setiap harinya. Tidak adanya peran laki-laki dalam keluarganya untuk berperan membantu pekerjaan domestik tersebut menggambarkan realitas kebanyakan perempuan di Indonesia. Keterwakilan perempuan di dunia kerja seakan menggambarkan adanya akses yang setara, namun pada sudut yang lain, perempuan juga harus memegang teguh pakem-pakem seperti harus lihai dalam mengerjakan tugas-tugas domestik seperti menyapu, memasak, mencuci piring dan lain sebagainya.

Dipertemukan dengan Laki-Laki yang Tepat Seakan Menjadi Solusi atas Segalanya

Memiliki rekan kerja seperti Danan menjadi adegan yang paling bikin hati para penonton teraduk-aduk. Danan (Derby Romero) merupakan sosok laki-laki yang tak lain adalah rekan kerja Kaluna dan masuk dalam lingkaran persahabatan. Kehadiran Danan memberi suasana baru yang membahagiakan. Di film tersebut, Danan digambarkan sebagai sosok laki-laki provider yang menjadi pahlawan Kaluna.

Akhir kisah yang bahagia, pada akhirnya membuat para penonton lega. Beratnya kehidupan perempuan yang menjadi generasi sandwich untuk keluarganya seperti Kaluna memang seharusnya mendapatkan empati dari sekitarnya. Pesan tersebut juga digambarkan dalam adegan, di mana Kaluna memiliki dua sahabat perempuan (Tanish dan Miya) serta satu laki-laki (Danan) yang selalu menjadi penyemangatnya. 

Kehidupan perempuan yang kerap kali dianggap remeh, ternyata mengalami pergulatan keras sebagai generasi sandwich. Perempuan harus dipenuhi hak-haknya. Keluarga dan orang-orang sekitarnya seharusnya mulai sadar dan memberikan stimulus agar perempuan tetap berdaya. Tindakan demikian bisa dilakukan dengan sesederhana menjadi pendengar dan support system yang baik sebagaimana kisah persahabatan Kaluna dan ketiga sahabatnya dalam film tersebut.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments