Mengenal Mama Almina Kacili, Mama Betsi, dan Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Penjaga Laut Raja Ampat Papua

0
18

Siapa tak kenal Raja Ampat? Salah satu destinasi pariwisata dunia yang dijuluki sepenggal surga di bumi. Banyak wisatawan lokal maupun global mengagumi keindahan pulau dan biota laut di Raja Ampat. Siapa sangka, di balik panorama luar biasa dan kekayaan alam sekitarnya, ada tangan dingin para perempuan penjaga lestarinya.

Almina Kacili dan Betsina Hay atau akrab disapa Mama Almina dan Mama Betsi lahir dan hidup di tanah Papua, tepatnya dari Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, dengan tradisi Sasi yang masih sangat melekat.  

Sasi adalah sebuah mekanisme adat yang disepakati untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut, dalam jangka waktu tertentu. Adat ini masih banyak berlaku di wilayah Indonesia bagian timur. Singkatnya, Sasi ialah konservasi alam berbasis kearifan lokal.

Selama Sasi berlangsung, tidak ada seorangpun yang boleh mengambil sumber daya di wilayah tersebut hingga tiba saatnya dibuka. Tujuannya adalah untuk melindungi ekosistem dan memastikan ketersediaan sumber daya secara berkelanjutan.

Di tahun 2024, wilayah sasi dibuka dalam 3 hari dalam rentang 25-28 Maret 2024, setelah ditutup selama satu tahun. Secara tradisi, sasi biasanya dikelola oleh laki-laki. Namun, Mama Almina dan Mama Betsi diamini oleh para istri kepala Kampung Kapatcol saat itu merasakan keresahan yang sama. Mengapa hanya laki-laki yang mengelola sumber daya alam? Bukankah perempuan juga punya hak dan peran yang sama? 

Perubahan datang. Di tahun 2010, mereka bersama meruntuhkan budaya patriarkis tersebut dengan inisiatif mendirikan sebuah kelompok perempuan yang diberi nama “Waifuna”, dalam bahasa setempat artinya berkah dari Tuhan yang Maha Kuasa. Waifuna menjadi affirmative action untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam. Waifuna juga menjadi kelompok sasi perempuan pertama dalam sejarah panjang Papua. 

“Perempuan juga harus berada di garis terdepan dalam menjaga kelestarian alam. Hal lain yang tak kalah penting adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip pelestarian alam di lingkungan keluarga,” pungkas Almina, Ketua kelompok perempuan Waifuna, dikutip dari laman Yayasan Konservasi Nasional.

Dengan dukungan para stakeholders, Mama Almina bersama Waifuna mengembangkan kesepakatan Sasi yang harus dipatuhi anggota kelompok seperti hanya boleh mengambil teripang atau lobster yang sudah dewasa dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Sehingga, ketika masa panen (buka Sasi) tiba, hasil panen tidak benar-benar habis. Populasi biota laut lainnya di perairan Raja Ampat pun terjaga.

“Laut itu seperti bayi, sehingga para mama-mama juga harus merawatnya sampai matang,” ucap Mama Almina. 

Sasi mengajarkan untuk memanen hasil laut tidak boleh sembarangan. Hanya ada 2 jenis biota laut yang telah disepakati dan boleh dipanen yaitu, teripang dan lobster. Selain itu, ukuran biota laut yang boleh dipanen pun harus sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, misalnya teripang yang boleh dipanen minimal 15 sentimeter panjangnya. 

Kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan membuat ibu-ibu kelompok Waifuna mengajarkan kelompok muda untuk terlibat dalam Sasi. Yolanda Kacili, cucu dari Mama Almina, meneruskan jejak sang nenek. Ia begitu lincah ketika melakukan molo (menyelam) untuk mengambil hasil laut selama periode Sasi dibuka.

“Perempuan juga harus berada di garis terdepan dalam menjaga kelestarian alam. Hal lain yang tak kalah penting adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip pelestarian alam di lingkungan keluarga. Kami sadar bahwa alam ini adalah milik generasi mendatang, sehingga diperlukan peran bersama untuk menjaganya,” ucap Mama Almina dikutip dari National Geographic. 

Tidak semulus jalan tol. Almina dan Kelompok Perempuan Waifuna juga menghadapi kesulitan seperti mendapatkan kepercayaan dari laki-laki, perubahan iklim yang menyebabkan ombak besar dan angin kencang, serta menjaga agar tidak terjadi pengeboman karang di wilayah sasi. 

Selain merekonstruksi mekanisme Sasi, kelompok perempuan Waifuna juga memastikan patroli dijalankan di wilayah sasi agar tidak ada lagi kasus pemboman ikan atau cara penangkapan ikan yang merusak. Tidak hanya menjaga ekosistem laut, menangkap ikan dengan alat yang ramah lingkungan juga penting agar memitigasi dampak krisis iklim dimana ekosistem laut mampu menyerap 25 persen emisi karbon.

Berkat perjuangan menapaki perjalanan panjang dan berliku, Sasi yang dipimpin Kelompok Perempuan Waifuna berbuah keberhasilan. Perjuangan mama-mama menuai pengakuan pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat. Pemerintah kampung memperluas wilayah kelolanya dari 32 hektare menjadi 213 hektare pada tahun 2019 hingga saat ini. mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kampung Kapatcol. Hasil penjualan dari buka Sasi digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi masyarakat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here