Rezqy, sapaan akrab Aminatur Rizqiyah, adalah satu dari sekian sedikit sekali perempuan asal Sampang, Madura yang memiliki kepedulian tinggi terhadap isu-isu perempuan dan perdamaian. Ia dibesarkan lingkungan keluarga yang sangat kental pengaruh NU (Nahdlatul Ulama), salah satu organisasi mayoritas di Madura. Bahkan saking besarnya, kerapkali NU di Madura tidak lagi menjadi organisasi. Namun seperti sudah menjadi agama.
“Agamamu NU ya. Di luar NU pasti bukan Islam,” demikian candaan yang sering dilontarkan sambil tertawa.
Beruntungnya, Rezqy memiliki orang tua dengan cara pikir modern. Ibu dari Rezqy adalah sosok perempuan tangguh, sabardan penyayang pada semua anak-anaknya. Ia membiasakan anak-anaknya melakukan pekerjaan domestik tanpa memandang laki- laki atau perempuan. Itu dilakukan agar semua anaknya memiliki keterampilan hidup. Abah, ayahnya Rezqy, termasuk tokoh yang disegani di masyarakat. Dalam budaya Madura, laki-laki diposisikan lebih tinggi derajatnya dibandingkan perempuan. Namun, praktik semacam ini tidak dilakukan dalam keluarganya.
Bahkan Rezqy, sebagai sosok perempuan, tidak pernah dipermasalahkan ketika aktif berorganisasi, melakukan kegiatan publik, dan bekerja di luar rumah. Sejak SMA ia aktif di OSIS, hingga pernah menjadi ketua Pengurus Cabang IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) kabupaten Sampang. Saat ini, dirinya menjadi pengurus Fatayat NU kabupaten Sampang.
Rezqy juga diberi kebebasan berteman, berkumpul, dan bertemu dengan siapapun dari berbagai latar belakang agama. Penerimaan semacam ini sangat langka di Madura. Hal ini tercermin ketika pertama kali mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh AMAN Indonesia tahun 2014 silam.
“Pertama kali dengan mereka-mereka ya, awal-awal saya sekamar sama non Muslim waktu itu, ya kan masih muda kan, masih imutimut, …mereka itu hari Minggu gitu hari ibadah, kalo makan itu berdoa dan gak sama doanya dengan saya. Di sana itu rasa toleransinya itu sangat kuat gitu, kita hanya melihat saja tapi nggak berani nge-judge [menghakimi] atau hal semacamnya itu. Saya bertemu dengan orang Tionghoa, non Muslim, saya nyapa di depan mata gitu dan hal itu belum pernah saya lakukan sebelumnya” ucap Rezqy.
Forum ini menjadi awal penerimaan Rezqy terhadap para non Muslim. Ia juga tidak segan menerima tamu non Muslim ke rumahnya dan disambut baik oleh keluarganya. Dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut, pada 2016 ia mengikuti follow-up kegiatan AMAN Indonesia dan bergabung di Peace Leader Indonesia. Karena sering bertemu para perempuan akar rumput yang dikumpulkan AMAN Indonesia, Rezqy banyak belajar bagaimana cara mengasah kemampuan ibu-ibu dan membuat mereka percaya diri melalui berbagai kegiatan. Dalam membentuk ruang belajar bagi ibu-ibu ia menciptakan program dampingan Keluarga Harapan dari pemerintah daerah setempat. Dengan berbagai pertimbangan dan ketertarikannya, akhirnya ia membentuk Sekolah Perempuan Bintang Sembilan.
“Saya tertarik banget dengan metodenya. Metode apa sih yang digunakan,sehingga para ibu yang tidak lulus sekolah, bisa berbicara di depan umum, dan pendampingan saya itu kan rata rata tidak sekolah gitu kan, hanya beberapa orang yang sampai lulus SD, SMP. Ya sama lah dengan posisinya ibu-ibu yang saya lihat di forum. Pas banget ini ya kalo metodenya dibawa ke tempat dampingan saya, bisa jadi ibu-ibunya bakal seperti ini semua, kan keren gitu Kak. Imajinasi saya kesana. Akhirnya ketemulah sama Bu RubY, saya punya dampingan Kkeluarga Hharapan. Kemudian cerita cerita gitu, akhirnya di-asessment lah tempat saya itu akhir 2018 ,” jelas Rezqy.
(bersambung)
*
Kisah Aminatur Rizqiyah selengkapnya beserta perempuan perdamaian lainnya didokumentasikan oleh AMAN Indonesia bersama She Builds Peace Indonesia dalam buku She Builds Peace Seri 1: Kisah-Kisah Perempuan Penyelamat Nusantara.
Banyak pembelajaran tentang agensi perempuan yang bisa ditemukan dengan membaca semua cerita di buku ini. Untuk mendapatkannya, bisa dipesan melalui link berikut bit.ly/pesanbukuSBPseri1.
