Saturday, July 27, 2024
spot_img
HomeFilmHidden Figures: Perjuangan Perempuan Melawan Diskriminasi Kulit Hitam

Hidden Figures: Perjuangan Perempuan Melawan Diskriminasi Kulit Hitam

Kulit hitam, nampaknya selalu menjadi masalah besar di dunia ini. Sebab selama ini, banyak sekali diskriminasi yang dialami oleh seseorang dan selalu mendapatkan penolakan. Kita tentu ingat dengan kisah Mahatma Gandhi, yang pernah diseret dan dilempar dari kereta lantaran hanya seorang diri yang menjadi pria kulit hitam. Peristiwa tersebut diperparah karena Gandhi tidak memberikan kursinya kepada seseorang kulit putih yang menjadi prioritas pada waktu itu. 

Sepenggal kisah kelam ini, hampir sama dengan kisah para perempuan yang bekerja di NASA. Sebuah film yang berjudul, Hidden Figures (2016) menjadi film perjuangan para perempuan kulit hitam yang cukup layak menjadi refleksi para penonton. Film ini menyorot isu gender sekaligus rasisme di Amerika Serikat. Melalui alur cerita yang begitu menarik, seperti penokohan, setting, dialog yang ditampilkan oleh para tokoh, film ini berhasil menceritakan sejarah yang pernah terjadi pada kehidupan sosial pada kelompok kulit hitam.

Film ini diangkat dari buku non-fiksi yang ditulis oleh perempuan berkulit hitam bernama Margot Lee Shetterly, yang bercerita kisah perempuan matematikawan berkulit hitam yang bekerja di NASA (National Aeronautics& Space Administration) di masa Space Race (persiangan Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam bidang pengetehuan-teknologi dalam perang dingin di abad 20. Judul asli buku yang ditulis yakni, Hidden Figures: The American Dream and the Untold Story of the Black Women Who Helped Win the Space Race.

Ada tiga perempuan yang berperan penting dalam film ini, di antaranya: Taraji P. Henson yang berperan sebagai Katherine Johnson, seorang matematikawan yang menghitung lintaasan penerbangan dalam proyek Merkuri dan Apollo 11 pada tahun 1969 menuju bulan. Ia seorang single parent dengan tiga orang anak dan bekerja di Langley Research Center.katherine bekerja dengan dua sahabatnya yang sama-sama berasal dari kulit hitam yakni: Mary Jackson ( Janelle Monae)  dan Dorothy Vaughan. 

Pada mulanya, Katherine tidak diterima secara terbuka di perusahaan tersebut, terutama oleh Paul Stafford, salah satu pimpinan proyek karena berpikir bahwa perempuan kulit hitam tidak memiliki kemampuan yang cukup di bidang itu. pada mulanya, para astronot yang tergabung dalam tim Mercury 7 mengunjungi Langley, di mana salah satu anggotanya adalah John Glenn yang menempatkan diri untuk menemui para pekerja wanita.  Katherine dengan kemampuannya memecahkan rumus matematika yang ruit tentang penerbangan manusia ke luar angkasa, tampil sebagai sosok memukau di depan kepada Space Task Group, Al Harrison. 

Atas kemampuannya tersebut, Glenn memasukkan Katherine dalam timnya, akan tetapi Stafford memiliki upaya agar perempuan berkulit hitam tersebut tidak ikut serta menjadi bagian di dalamnya. Selain Katherine, kisah lainnya adalah Mary Jackson, perempuan ahli Teknik yang ditolak menjadi engineer di NASA karena warna kulit yang dimiliki.  Lalu kemudian, ia bekerja di bagian komputasi Nasa, tepatnya di bangian Gedung Area Barat, khusus bagi pegawai perempuan “colored” atau berwarna. 

Sedangkan perempuan satunya, yakni Dorothy Vaughan (Octavia Spenser) berperan sebagai pelaksana tugas supervisor atasu pengawas dari Area Barat. Akan tetapi jabatannya tidak selalui berhasil diperoleh secara permanaen lantaran warna kulit yang dimiliki. Meskipun demikian, karena kemampuan yang dimiliki, ia kemudian diangkat menjadi kepala seksi pemorograman di Divisi Anlisis dan Komputasi, divisi yang terbentuk di NASA yang tidak tersegregasi oleh warna kulit ataupun jenis kelamin. Di tempat inilah Dorothy mengembangkan kemampuannya dengan baik di perusahaan tersebut.

Salah satu scene ciamik yang menurut penulis penting untuk disorot adalah akses bagi perempuan kulit hitam di perusahaan tersebut, beberapa penggalan kalimat, di antaranya:

“Tidak ada toilet, Tidak ada toilet untuk kulit hitam di Gedung ini, atau semua geding di luar di Kampus Barat, yang jaraknya 800 meter, Kau tahu itu?” kata Katherine. 

“Aku harus berjalan ke Timbuktu hanya untuk buang air, dan aku tidak boleh memakai sepeda… Tuhan tahu bayaran orang kulit hitam tidak cukup untuk membeli Mutiara!” Lanjutnya.

“Dan saya bekerja seperti anjing, siang dan malam, hidup dari kopi dari pancai yang tidak pernah kalian sentuh!” teriak Katherine.

Hal yang paling menyesakkan dari film ini adalah perjuangan para perempuan kulit hitam untuk menunjukkan kemampuannya sebagai manusia, berupaya agar bisa diterima oleh lingkungan, dan bisa dilihat sebagai manusia, bukan sebagai makhluk kedua. 

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments