Indonesia telah menurunkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1325 ke dalam Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS). Aturan ini bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan perempuan dan anak dalam konflik sosial. Melalui RAN P3AKS, upaya dilakukan untuk memainstreamingkan peran perempuan dan anak, yang selama ini jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Dalam situasi konflik, perlindungan dan penanganan terhadap perempuan dan anak belum menjadi prioritas, sehingga RAN P3AKS menjadi penting dalam mengatasi hal tersebut. Begitupula dalam hal penanganan dan pencegahan konflik, masih bersifat maskulin dan minim pelibatan perempuan. Sehingga perempuan tidak memiliki posisi tawar karena dianggap tidak memiliki kapasitas untuk berperan sebagai juru damai. Laki-laki diposisikan sebagai pemegang kekuasaan tunggal pun dalam pengambilan sikap dan keputusan saat terjadi konflik.
Oleh karena itu, keberadaan RAN P3AKS menjadi sangat strategis karena bisa dijadikan salah satu instrument yang menegaskan pentingnya keterlibatan pperempuan dan anak dalam penanganan konflik sosial. Selain itu, RAN P3AKS juga menjadi dasar masyarakat sipil untuk mendorong agar pemerintah memastikan perlindungan dan pemberdayaan perempuan saat konflik sosial terjadi.
Tiga Pilar dalam Ran P3AKS
Resolusi DK PBB 1325 berisikan tawaran untuk menyelesaikan sebuah konflik dengan mengedepankan pendekatan perempuan dan peacebuilding. Untuk sampai pada tujuan tersebut, maka RAN P3AKS tersusun atas tiga pilar yaitu pencegahan, penanganan, pemberdayaan dan partisipasi. Disetiap pilar, terdapat berbagai macam program yang disesuaikan dengan keadaan sosial di Indonesia.
Pilar Pencegahan.
Salah satu pilar yang utama dalam RAN P3AKS adalah pencegahan. Sebagai upaya preventif, pilar pencegahan harus focus pada pemulihan terhadap korban konflik sosial terlebih dahulu. Karena korban yang tidak terpulihkan, berpotensi menjadi pelaku yang menyebabkan konflik lanjutan. Selain itu, pilar pencegahan juga harus memasifkan pendidikan perdamaian baik di ruang public maupun domestic. Salah satu Pendidikan perdamaian yang perlu dilakukan adalah penguatan pemahaman berkaitan dengan toleransi, moderasi beragama, dan keberagaman.
Dari segi pengambil kebijakan, program pencegahan juga harus memfokuskan pada peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Sehingga lembaga pemerintah sudah mampu memetakan potensi-potensi konflik dan memberikan peringatan dini sebelum konflik sosial benar-benar terjadi di suatu wilayah.
Pilar Penanganan dan Pemulihan
Saat konflik sosial sudah terjadi, maka program dalam penanganan dan pemulihan harus memprioritaskan perlindungan fisik bagi korban. Hal ini dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa. Program tersebut bisa dilakukan salah satunya dengan membentuk rumah aman yang lokasinya terjangkau. Dalam rumah aman tersebut, juga disediakan fasilitas Kesehatan yang mengakomodir pengalaman khas perempuan dan anak.
Bagi pendamping korban, pemerintah juga seyogyanya menyusun program perlindungan hukum. Karena pendamping korban, rawan dikriminalisasi dan tak jarang mendapatkan diskriminasi ketika memperjuangkan korban. Apalagi jika pendamping nya perempuan, ia memiliki posisi yang rentan.
Dalam hal pemulihan, pemerintah harus menyusun program yang dapat mengatasi dampak psikologis dari konflik. Karena korban konflik, selalu dihantui oleh perasaan takut. Anak-anak kehilangan masa kecilnya yang menyenangkan, perempuan yang ditimpa beban domestic dan fungsi sosia juga mengalami beban ganda.
Pilar Pemberdayaan dan Partisipasi
Setelah mengikuti program penanganan dan pemulihan pasca konflik, korban juga harus didampingi untuk program pemberdayaan. Dalam situasi konflik, anak-anak dibayangi akan ketidakjelasan masa depan dan terputusnya cita-cita serta harapan. Maka dalam proses pemberdayaan, perspektif hak anak harus diprioritaskan.
Pemerintah harus menyusun program pemberdayaan yang substantif, inklusif, dan berjangka panjang. Dengan tetap memperhatikan kebutuhan dasar anak dan kebutuhan pemenuhan hak-hak kedepannya. Sedangkan pemberdayaan perempuan, bisa menggunakan pendekatan ekonomi. Karena dalam proses pemberdayaan ekpnomilah, ruang-ruang perjumpaan terjalin antara satu dengan yang lainnya.
Ruang perjumpaan itulah yang akan memecah ketegangan antara satu dengan yang lainnya. Selama menjalankan fungsi perekonomian seperti berdagang misalnya, para perempuan akan membangun dialog, dan memecahkan tembok pembatas antar satu kelompok dengan kelompok lainnya. Interkasi dalam proses ekonomi inilah yang mampu meredam konflik dan mewujudkan perdamaian.
Demikianlah penjelasan mengenai tiga pilar RAN P3AKS. Dengan penjelasan ketiga pilar diatas, diharapkan mampu menjadi panduang pemerintah dalam menyusun program-program. Program yang direncanakan dalam RAN P3AKS harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat seteempat, dan membuat ketiga pilar sebagaimana tersebut diatas.