Gelaran turnamen sepak bola piala dunia kerap diidentikkan dengan kompetisi maskulin. Padahal sejatinya, sepak bola memiliki dua cabang. Tak hanya turnamen yang dimainkan oleh pemain laki-laki, tapi ada juga sepak bola perempuan. Namun sayangnya, cabang sepak bola perempuan kalah populer dan itu membuat talenta pemain, penyelenggara pertandingan, dan official dari kaum hawa kerap dianaktirikan.
Tapi, untuk gelaran piala dunia Qatar kali ini, tradisi tersebut tampaknya ingin diubah. Dalam beberapa pertandingan, nampak sejumlah wasit perempuan ditugaskan untuk memimpin pertandingan sepak bola laki-laki. Tercatat ada tiga pengadil lapangan wanita yang akan ditugaskan, yaitu Stephanie Frappart, Yamashita Yoshimi, dan Salima Mukansanga.
Stephanie Frappart
Nama Stephanie Frappart bukanlah nama asing di kancah sepak bola. Sebelum memimpin pertandingan piala dunia, ia telah berpengalaman memimpin di pertandingan internasional dengan tensi cukup tinggi, di antaranya yaitu pertandingan Ligue 1 Prancis, gelaran turnamen Euro hingga UEFA Champions League 2020. Ditunjuk menjadi wasit perempuan di kancah piala dunia tentu merupakan pencapaian tinggi baginya, dan itu membuat perempuan kelahiran Le Plessis-Bouchard Prancis berbangga hati. Bagi Stephanie, dapat terpilih dalam kompetisi empat tahunan ini merupakan anugerah luar biasa.
Ia berharap apa yang ia peroleh, tidak hanya berkontribusi pada karier personalnya tapi juga membuka jalan bagi perempuan lain yang memilih jalur sama. Sebab, ia memahami bahwa seringkali orang lebih melihat pada jenis kelamin dibandingkan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, ajang piala dunia ia jadikan sebagai ajang aktualisasi diri dan pembuktian bahwa wasit perempuan tidak kalah mumpuninya dengan wasit laki-laki.
Yoshimi Yamashita
Sejalan dengan Stephanie, Yoshimi Yamashita juga melihat bahwa memimpin pertandingan sepak bola laki-laki adalah suatu hal yang menantang. Dan hal itu membuatnya ingin memperlihatkan bahwa wasit perempuan tak kalah tegas dengan kompatriotnya dari kaum Adam. Terlebih, memimpin pertandingan skala internasional bukanlah hal baru baginya. Sebelum bertugas di Qatar tahun ini, Yoshimi yang lahir pada tanggal 20 Februari 1986 ini pernah ditunjuk sebagai wasit piala dunia sepak bola perempuan di Prancis tahun 2019 lalu. Sehingga, kemampuannya tak perlu didebatkan lagi.
Sebelum populer di lingkup global, di kancah pertandingan Asia, Yoshimi pun tak kalah berpengalamannya. Ia tercatat sebagai wasit perempuan pertama di ajang AFC Champions League di mana ia memimpin pertandingan antara Melbourne City dan Chunnam Dragons. Pada skala lokal, yakni Liga J1 Jepang, ia juga menorehkan diri sebagai pengadil pertandingan perempuan pertama sepak bola pria. Kala itu, ia menjadi saksi ketika FC Tokyo memenangi pertandingan melawan Kyoto Sanga dengan skor 2-0.
Salima Mukansanga
Wasit perempuan ketiga yang dipercaya memimpin laga piala dunia, yaitu Salima Mukansanga juga tak kalah hebatnya. Pengadil perempuan termuda ini mengatakan bahwa karir perwasitannya bahkan dulu sempat mengalami kendala hingga ia mencapai posisi yang sekarang. Semasa kecil, Salima bahkan tidak melihat sepak bola sebagai olahraga favoritnya. Dulu ia justru amat menggemari basket. Bertahun-tahun berlatih secara intensif, ketika mendaftarkan diri untuk masuk dalam tim nasional, ia justru ditolak mentah-mentah.
Bagi tim pelatih, dirinya terlalu muda sehingga tidak bisa mengikuti skuat yang sedang dibentuk. Usai menyelesaikan sekolah menengah pertama, ia coba kembali mendaftar. Malang tak dapat ditolak, ia lagi-lagi dicoret dari daftar. Alasannya masih sama: ia terlalu muda dari segi usia. Penolakan yang Salima terima, tidak membuat dirinya menyerah. Melihat basket tak memberikannya peluang, ia banting setir untuk dapat mengikuti pelatihan wasit dalam sepak bola dari Rwanda Football Federation. Kali ini gayung bersambut, ia diterima dengan tangan terbuka dan selanjutnya Salima secara tekun mengikuti semua materi yang diajarkan oleh para instruktur.
Meski ia tergolong sebagai kelompok minoritas dalam kursus tersebut, Salima tidak menyerah. Ia membuktikan bahwa ia kompeten dalam memimpin pertandingan. Hingga akhirnya kesempatan itu datang, pada awal karier, ia diminta mengadili pertandingan sepak bola amatir divisi dua liga Rwanda. Dari situ, kemampuannya mulai dilirik. Ia selanjutnya diminta untuk memimpiin pertandingan besar lainnya, dari laga African Cup, Olimpiade, FIFA Women’s World Cup hingga CAF Women’s Champions League. Kini, selain memperoleh kesempatan menjadi wasit dalam berbagai kompetisi global, Salima juga dianugerahi BBC sebagai 100 Perempuan yang Berkontribusi luar biasa pada awal Desember lalu.