HomeOpiniPerjuangan Hak Perempuan di Korea Selatan

Perjuangan Hak Perempuan di Korea Selatan

Kemajuan Ekonomi dan Hak-hak Perempuan di Korea Selatan

Dalam satu dekade terakhir, kemajuan ekonomi Korea Selatan tidaklah diragukan. Selain berhasil membangun pusat industri di berbagai sektor, dari teknologi hingga kecantikan, Korea Selatan juga menebarkan nilai-nilai budayanya melalui seni dan hiburan, seperti drama televisi yang ditonton jutaan orang di berbagai dunia.

Dalam drama Korea (drakor), laki-laki kerap digambarkan sebagai sosok romantis dan baik hati terhadap pasangannya. Tak heran, penikmat drakor menjadi tergila-gila oleh karakter pria dalam sinema Korea. Sayangnya, gambaran sempurna relasi laki-laki dan perempuan dalam tayangan televisi tersebut sulit dijumpai dalam dunia nyata.

Terlepas dari pertumbuhan pesat Korea Selatan, perempuan masih dilihat sebagai warga kelas dua di sana. Di dunia kerja, amat jamak ditemui karyawan perempuan yang dilecehkan baik verbal maupun fisik oleh sesama kolega atau atasannya. Meski menimbulkan banyak dampak negatif, isu pelecehan dan kekerasan seksual tidak mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah.

Hingga pada tahun 2016 lalu, pelecehan dan pembunuhan seorang perempuan muda di toilet stasiun bawah tanah memancing amarah publik untuk menuntut pemerintah lebih serius dalam mencegah kekerasan seksual. Tuntutan publik tersebut tidaklah berlebihan. Apalagi, Korea Selatan memiliki catatan buruk terkait penanganan kasus kekerasan seksual. Selain lemah dalam mencegah terjadinya kasus, Korea Selatan masih kesulitan menindak kejahatan kamera tersembunyi dan jual beli konten pornografi pada dunia digital.

Yang membuat semakin pelik, konten yang kerap diambil tanpa konsen itu disebarkan secara terbatas dan sulit dideteksi siapa pelaku penyebarannya. Hal ini membuat posisi perempuan semakin tak berdaya di negeri gingseng.

Terakhir, seorang perempuan pekerja di stasiun Metro Seoul harus meregang nyawa akibat dibunuh oleh koleganya pada 14 September 2022 lalu. Sebelum terbunuh, korban sebenarnya sudah melaporkan aksi penguntitan pelaku kepada polisi hingga dua kali.

Laporan pertama diacuhkan karena pelaku terlihat baik dan tidak berbahaya. Selanjutnya ketika korban melapor kembali, polisi hanya mengawasi pelaku selama sebulan, dan kemudian menyimpulkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Atas penguntitannya, pelaku memang kemudian dipecat sebagai pegawai. Namun, hal itu tidak membuatnya mundur untuk terus membuntuti korban. Terlebih, ia masih memiliki akses perusahaan di mana ia dan korban sempat bekerja bersama. Hingga pada tanggal 14 September, ketika korban menuju ke toilet, si pelaku mengikutinya dan lalu membunuh perempuan tersebut hingga tewas.

Park Ji-Hyun: Memperjuangkan Hak-hak Perempuan melalui Politik

Kasus femisida dan pelecehan seksual yang belakangan marak terjadi di Korea Selatan membuat Park Ji-Hyun, politisi sekaligus aktivis perempuan yang berbasis di Korea Selatan, geram. Ia merasa bahwa lingkungan di sekelilingnya belum memberikan ruang aman bagi perempuan.

Ketika masih berstatus sebagai mahasiswa, ia bahkan bekerja secara anonim untuk membongkar jejaring eksploitasi seksual digital yang melibatkan perusahaan pornografi besar di Korea Selatan. Keberhasilannya menguak lingkaran kejahatan tersebut lalu membuat salah satu partai politik meminangnya. Partai oposisi ini meminta Ji-Hyun sebagai penasihat kampanye untuk menarik suara publik dan memenangkan pemilu.

Sayangnya, calon presiden dari partai baru Ji-Hyun gagal memenangi kontestasi presiden. Meski begitu, Ji-Hyun tetap bertahan sebagai penasihat muda partai. Dengan posisi strategis yang dipegang oleh Ji-Hyun, idealnya ia akan mendapatkan respon positif dari sekelilingnya. Namun ternyata masuk dunia politik Korea Selatan yang lekat dengan budaya patriarki, tidaklah mudah.

Berkali-kali ia tidak dihiraukan oleh politisi laki-laki dalam partainya. Ketika ia memberikan saran dan memberikan masukan, ia dipandang remeh. Bagi mayoritas politisi laki-laki, Park Ji-Hyun hanya perlu mengurusi isu perempuan saja. Ia tidak berhak menyampaikan pendapat tentang isu-isu krusial di bidang sosial ekonomi. Bagi mereka, semua isu penting negara bukanlah ‘dapur’ perempuan.

Mendapati sikap negatif dari kolega laki-lakinya membuat Park Ji-Hyun justru semakin bersemangat. Meski kerap bersedih, ia melihat bahwa hal yang dialaminya tidaklah seberapa, dan kesemuanya perlu dilihat sebagai tantangan. Terutama, ia memiliki konstituen yang terus mendukungnya. Dalam sejumlah kesempatan ketika Ji-Hyun berada di ruang publik, ia sering mendapat curcol dari pemilihnya yang mendukung ia tetap berada di jalur politik. Bagi voters Ji-Hyun, ia adalah sosok yang membuka jalan bagi Korea Selatan yang lebih adil gender.

 

RELATED ARTICLES
Continue to the category

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments