Saturday, July 27, 2024
spot_img
HomeFilmWomen’s Empowerment dalam Drama Korea Hometown ChaChaCha

Women’s Empowerment dalam Drama Korea Hometown ChaChaCha

Begitu banyak Drama Korea yang mengangkat tentang perjuangan perempuan dalam menempuh perjalanan hidup yang begitu panjang. Meskipun selalu ada persoalan cinta, namun ada sisi lain yang menarik dalam sebuah Drakor untuk mendapatkan insight yang menarik dalam menjalankan kehidupan sebagai perempuan seperti yang dipotret dalam Drama Korea “Hometown ChaChaCha”.

Drama ini menceritakan kisah seorang dokter gigi, Hye Jin yang memiliki masalah di kantornya. Praktik yang dilakukan di kantornya adalah melakukan  cara “kotor” kepada pasien, untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Tidak suka dengan praktik tersebut, Hye Jin keluar dari kantor tersebut. Suatu hari, ia pergi ke sebuah pantai, tempat di mana tempat tersebut merupakan salah satu tempat yang menyimpan kenangan antara dirinya, ayah dan ibunya.

Di waktu yang sama, ia baru saja membeli sepatu yang cukup mahal. Terlena dengan keindahan pantai dan kesejukannya, tanpa sadar ia kehilangan salah satu sepatunya. Disinilah titik balik perjalanan hidupnya. ia bertemu dengan Hong Du Sook, laki-laki yang begitu terkenal di sebuah perkampungan pantai tersebut dan Hye Jin memutuskan untuk membuka klinik dokter gigi di daerah tersebut lantaran belum ada dokter gigi.

Potret Kemandirian Perempuan Desa

Salah satu hal yang menarik dalam drama ini adalah potret perempuan desa yang mandiri dan berdikari menjadi sosok yang mampu menafkahi dirinya dan keluarganya. Terlihat ketika para perempuan di Desa Gongji melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka meretas budaya yang berkembang, di mana selama ini menganggap bahwa perempuan adalah teman bagi laki-laki. Kehadiran mereka justru memberikan sinyal bahwa, perempuan harus mampu memenuhi kebutuhan pribadinya agar tidak bergantung kepada orang lain, termasuk kepada laki-laki.

Argumen ini dipotret oleh tokoh Yo Hwa-jeong yang memilik untuk menghidupi dirinya sendiri beserta anak semata wayangnya. Ia memiliki prinsip hidup yang kuat, termasuk perihal keputusan yang harus diambil dalam hidupnya. keputusan tersebut bisa dilihat dari penerimaan terhadap mantan suaminya yang ingin kembali dan memilih untuk memaafkan kesalahannya di masa lalu.

Beberapa tokoh lain, seperti Joo Nam-suk yang hidup dengan berusaha keras untuk menyembuhkan luka dari masa lalu ketika kehilangan anaknya, serta sosok Ham Yu-gyeung yang hingga hari persalinan masih begitu bersedia menjaga kelontong. Gambaran lain ditunjukkan juga oleh kehadiran nenek Gam-ri yang berusaha untuk tidak merepotkan cucunya dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri. Nenek Gam-ri adalah gambaran sosok yang hangat dan tampil sebagai orang yang memberikan kenyamanan kepada orang lain.

Sosoknya memperkuat anggapan penonton bahwa, benar adanya untuk mencari keluarga, tidak perlu berhubungan darah, dan itu ditampilkan oleh karakter Gam-ri. Potret ini tergambar cukup jelas bagaimana upaya yang dilakukan oleh para perempuan desa untuk mandiri. Tidak hanya itu, hubungan akrab yang digambarkan oleh para perempuan dalam tokoh ini menunjukkan adanya womens empowerment yang begitu kuat. Meskipun setiap orang memiliki masalah yang berbeda, namun, rasa untuk terus mendukung dan mensupport satu lain terus tercipta bahkan terus.

Drama ini juga menyadarkan penonton bahwa, sesama perempuan sudah semestinya saling mengenggam erat satu sama lain. Upaya ini bukan meniadakan kritik dan saran untuk memberikan masukan agar upaya yang dilakukan oleh teman kita semakin baik. Akan tetapi, tidak jarang dari hubungan sesama perempuan tercipta rivalitas yang sangat tinggi. Namun, hal itu sama sekali tidak tergambar dalam drama ini. Mereka hidup rukun, saling mendukung dan saling memeluk hangat satu sama lain.

Potret Ayah Tunggal yang Mandiri

Selain memotret eksistensi para perempuan yang mandiri, dalam drama ini pula ada sosok Oh Chun-jae, seorang ayah tunggal yang membesakan Oh Ju-ri, anak semata wayangnya. Ia adalah sosok laki-laki idaman karena lebih memilih keluarganya dan memilih untuk membesarkan anak semata wayangnya sendiri. usahanya menjadi pemilik kafe, membuat dia terus bertahan hidup agar senantiasa bisa selalu bersama anaknya. Namun sayang, Ju-ri dipotret sebagai anak nakal yang tidak bisa merasakan perjuangan sang ayah untuk merawat dirinya.

Terlepas dari sikap tersebut, drama ini tidak hanya memberikan kisah nyata para perempuan. akan tetapi juga memotret kisah struggle seorang ayah yang berusaha keras untuk membesarkan sang anak. Kemandirian, kesadaran bahwa orang yang paling bertanggung jawab terhadap kita adalah diri kita sendiri, merupakan nilai besar yang digambarkan dalam drama ini.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments