Monday, November 25, 2024
spot_img
HomeCerita Tia Brizantiana : Kecintaan Pada Pemberdayaan Anak Muda (Part 2)

Cerita Tia Brizantiana : Kecintaan Pada Pemberdayaan Anak Muda (Part 2)

Tia percaya, jika pendidikan menjadi salah satu faktor utama dalam membentuk karakter anak muda. Namun, pada kenyataannya, masih banyak kasus intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah. Pemahaman yang salah dan merugikan korban seringkali muncul di kalangan anak muda yang belum memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup.

Sebagai seorang pendamping, menurut Tia tugasnya adalah memberikan edukasi dan pemahaman yang benar tentang toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan kesetaraan gender. Melalui pendampingan, anak muda dapat mengembangkan pemikiran yang lebih luas dan toleran terhadap perbedaan. Mereka juga dapat belajar untuk menghormati hak-hak orang lain tanpa memandang latar belakang agama, ras, atau gender.

Dalam dunia pendidikan, keberadaan pendamping seperti Tia sangat penting untuk membantu mengatasi kerentanan misinterpretasi anak muda akibat pengetahuan dan pengalaman yang minim. Tia yakin bahwa dengan kerja keras dan tekad yang kuat, kita semua dapat membentuk karakter anak muda yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Pentingnya Implementasi Hasthalaku 

Solo Bersimfoni dan Tia Brizantiana sebagai bagian dari timnya memahami betapa pentingnya pendampingan dan pendidikan pada anak muda dalam memperkuat nilai-nilai positif, khususnya di tengah perkembangan arus teknologi informasi. Saat ini, arus teknologi dan Informasi berkembang begitu cepat. Perkembangan tersebut sangat rentan terhadap narasi intoleran, ekstrem, dan radikal.

Dengan mempertimbangkan kerentanan anak muda terhadap paparan tersebut, Tia dan timnya mengembangkan model pembelajaran Sekolah Adi Pangastuti yang berbasis pada nilai luhur budaya Jawa bernama Hasthalaku. Melalui pendekatan narasi dan digitalisasi yang selaras dengan teknologi 4.0, program pembelajaran enam bulan ini telah berhasil diterapkan di tujuh SMA di Solo sejak 2019.

Nilai Hasthalaku yang terdiri dari delapan perilaku luhur budaya Jawa, seperti gotong royong, ramah tamah, dan berbudi luhur. Karakter tersebut diharapkan mampu mengubah perilaku intoleran menjadi perilaku yang menanamkan nilai toleransi dan cinta damai. Program ini tidak hanya diterapkan di sekolah, tapi juga melalui kegiatan Solo Bersimfoni Goes to School yang menyasar siswa lebih luas di SMA dan SMK di seluruh kota Solo.

Tidak hanya itu, untuk memperluas jangkauan penyebaran nilai Hasthalaku, Tia dan timnya juga membentuk Sahabat Simfoni sebagai Agen Solo Bersimfoni. Dengan pelatihan dan penguatan kapasitasnya, Sahabat Simfoni yang terdiri dari pemuda-pemudi Soloraya dapat menyebarkan nilai Hasthalaku melalui berbagai kegiatan kepada generasi Z dan teman sebayanya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran perempuan seperti Tia Brizantiana dalam memperkuat nilai-nilai positif dalam masyarakat, khususnya pada anak muda, dan membawa dampak positif bagi perkembangan masyarakat Solo Raya secara keseluruhan.

Hasthalaku mengambil delapan nilai luhur budaya Jawa seperti sopan santun dan gotong royong. Harapannya, implementasi konsep Hasthalaku dapat menawarkan harapan revitalisasi budaya Jawa di tengah krisis identitas yang dihadapi masyarakat saat ini. Namun, keberadaan Hasthalaku tidak akan berarti apapun tanpa adanya proses pendampingan yang berkelanjutan agar terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Tia, sebagai sosok perempuan yang terlibat dalam Solo Bersimfoni dan model pembelajaran Sekolah Adi Pangastuti, telah melakukan upaya penyadaran publik kepada anak-anak muda melalui Sahabat Simfoni. Namun, Tia tidak hanya menjadi seorang pendamping, melainkan juga menjadi teman dan tempat curhat bagi anak muda dalam proses pencarian jati diri mereka. 

Dengan begitu, keberadaan Tia sebagai pendamping memainkan peran yang sangat penting dalam menjawab kerentanan misinterpretasi anak muda akibat pengetahuan dan pengalaman yang minim. Melalui pendampingan yang baik dan terus-menerus, diharapkan nilai-nilai Hasthalaku dapat terinternalisasi dengan baik dalam kehidupan anak muda sehari-hari.

Nita Nurdiani
Nita Nurdiani
Ia sering menggunakan nama pena Nurdiani Latifah. Sejak 2019, bergabung bersama AMAN Indonesia dan menjadi staf media yang mengelola media sosial WGWC dan Knowledge-Hub WGWC. Sebelumnya, menjadi jurnalis di Bandung selama 3 tahun. Tulisannya pernah diterbitkan dalam antologi Perempuan Mengakarkan Perdamaian (AMAN Indonesia, 2022) dan Melangkahi Luka: 12 Kisah Perjalanan Menuju Damai (Jakatarub, 2014). Tulisannya juga dapat ditemukan di media keislaman online seperti islami.co, mubadalah.id, bincangmuslimah.com dan iqra.id. Penulis dapat dihubungi melalui instagram @nl_nurdiani
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments