Sumaira Abdulali adalah seorang perempuan luar biasa yang telah mengubah kesedihan mendalam menjadi sebuah perjuangan bermakna untuk melawan polusi suara di India. Kisahnya adalah tentang ketabahan, ketekunan, dan keberanian untuk terus melangkah meski menghadapi banyak rintangan. Dari awal yang sederhana, Sumaira kini menjadi salah satu suara terdepan dalam gerakan lingkungan di India, menginspirasi ribuan orang di sepanjang perjalanannya.
Perjalanan Sumaira dimulai dari titik terendah dalam hidupnya. Setelah kehilangan putrinya yang meninggal pada usia 11 tahun karena kondisi kesehatan yang telah didiagnosis sejak lahir, Sumaira jatuh dalam depresi berat. Ia merasa kehilangan arah dan tidak mampu bekerja. Namun, kebutuhan untuk tetap menjaga kedua anaknya yang lain memaksanya untuk bangkit dan mencari sesuatu yang bisa mengisi waktunya serta memberikan makna baru dalam hidupnya.
Dalam pencariannya, ia teringat pada keluarganya yang inspiratif, khususnya neneknya yang pernah dipenjara karena ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan India. Kisah neneknya menjadi pengingat bahwa perjuangan, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun, bisa membawa dampak yang besar. Melalui dorongan ini, Sumaira memutuskan untuk mulai melakukan sesuatu, walau ia sendiri tidak memiliki ekspektasi besar akan kesuksesan.
Membangun Jaringan dan Komunitas Peduli Lingkungan
Kesempatan pertama datang ketika pamannya yang sudah tua meminta bantuannya untuk mengajukan litigasi kepentingan publik melawan polusi suara dari sebuah aula pernikahan di dekat rumahnya. Meski awalnya tidak terlalu bersemangat, Sumaira setuju dan terlibat dalam proses hukum tersebut. Pada tahun 2003, mereka berhasil mendapatkan perintah pengadilan penting yang melarang penggunaan pengeras suara di zona tertentu. Namun, perjuangan sebenarnya baru dimulai.
Setelah perintah pengadilan tersebut dikeluarkan, pengacara yang membantunya secara pro bono meminta Sumaira untuk memastikan bahwa keputusan itu benar-benar diterapkan. Ia kemudian memberikan nomor telepon pribadinya kepada seorang jurnalis yang mempublikasikannya di halaman depan The Times of India. Tak disangka, telepon Sumaira terus berdering selama sepuluh hari berturut-turut, khususnya selama perayaan Navaratri.
Ratusan orang menelepon, banyak di antaranya menangis, mengungkapkan rasa syukur karena akhirnya ada seseorang yang mendengarkan keluhan mereka tentang polusi suara. Mereka merasa divalidasi dan tidak lagi dianggap terlalu sensitif. Melalui momen inilah, Sumaira menyadari bahwa masalah polusi suara lebih besar daripada yang ia bayangkan.
Sumaira mulai membangun jaringan dengan para pengadu yang menghubunginya. Banyak dari mereka akhirnya bergabung untuk membantu perjuangannya secara sukarela. Dengan bantuan komunitas ini, ia memimpin berbagai kampanye melawan polusi suara, termasuk dari lalu lintas dan acara-acara festival yang menggunakan pengeras suara dengan volume berlebihan.
Namun, perjuangan Sumaira tidaklah mudah. Meski ia telah mendapatkan banyak keputusan pengadilan yang mendukung, implementasi sering kali menjadi tantangan besar. Kepolisian awalnya bersikap apatis, mengatakan bahwa warga harus mendisiplinkan diri mereka sendiri. Tetapi Sumaira tidak menyerah. Ia terus mendorong, melibatkan masyarakat, dan bekerja sama dengan otoritas untuk membangun kesadaran.
Kampanye Kreatif: “Horn Not Ok Please” dan Tahun Tanpa Polusi Suara
Pada tahun 2018, perjuangannya mencapai titik penting ketika Komisi Transportasi dan Kepolisian Lalu Lintas Mumbai mendeklarasikan tahun tersebut sebagai Tahun Tanpa Polusi Suara. Kampanye “Horn Not Ok Please” yang ia inisiasi bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pengemudi rickshaw dan pemerintah, menjadi viral dan mendapat perhatian luas, bahkan hingga ke tingkat internasional.
Meski demikian, tidak semua usaha Sumaira berbuah manis. Salah satu kemunduran besar yang ia alami adalah ketika zona sunyi yang telah ia perjuangkan selama bertahun-tahun dihapuskan oleh pemerintah pusat. Keputusan ini menjadi pukulan berat bagi Sumaira, membuatnya merasa bahwa ia mungkin telah terlalu keras memaksakan perubahan. Namun, ia kembali bangkit, menyadari bahwa perjuangan adalah proses panjang yang penuh dengan pasang surut.
Inovasi dalam Aktivisme: Decibel Meter sebagai Simbol Perubahan
Salah satu terobosan kreatif Sumaira adalah kampanye kesadaran menggunakan decibel meter untuk menunjukkan dampak kebisingan pada kesehatan masyarakat. Ia mengaitkan polusi suara dengan “asap rokok pasif,” menekankan bahwa dampaknya tidak hanya memengaruhi mereka yang secara langsung terpapar tetapi juga masyarakat luas.
Berkat kegigihannya, Sumaira berhasil mengubah pandangan banyak orang tentang polusi suara. Dari dianggap sebagai masalah kecil yang diabaikan, isu ini kini menjadi perhatian utama di Mumbai. Bahkan, polisi yang awalnya skeptis kini proaktif mendukung kampanye anti-polusi suara. Seperti yang ia katakan, “Kehidupan adalah tentang menemukan makna. Lingkungan adalah tentang kehidupan Anda sendiri.” Pesannya sederhana namun kuat: setiap tindakan kecil, setiap langkah menuju keberlanjutan, bisa memberikan keindahan dan makna baru dalam hidup kita.
Perempuan Sebagai Agen Perdamaian
Dalam konteks perdamaian dan keamanan, kisah Sumaira memperlihatkan bagaimana perempuan menggunakan empati sebagai alat untuk membangun kesadaran dan solidaritas. Ketika ia mulai menerima telepon dari masyarakat yang mengeluhkan polusi suara, Sumaira tidak hanya mendengarkan keluhan mereka tetapi juga memberikan ruang bagi mereka untuk merasa didengar dan divalidasi. Banyak penelepon yang menangis di telepon, merasa lega karena akhirnya ada seseorang yang peduli terhadap penderitaan mereka.
Tindakan sederhana ini mencerminkan peran perempuan dalam menciptakan perdamaian, yaitu melalui kemampuan mereka untuk mendengarkan, memahami, dan membangun koneksi emosional. Sumaira tidak hanya memimpin sebuah gerakan lingkungan tetapi juga menciptakan rasa aman emosional bagi banyak orang yang merasa terisolasi oleh ketidakpedulian masyarakat terhadap polusi suara.
Resiliensi di Tengah Tantangan
Resiliensi menjadi kunci utama dalam perjuangan Sumaira. Meski ia menghadapi banyak rintangan mulai dari apatisme pemerintah hingga keputusan pusat yang menghapus zona sunyi yang telah ia perjuangkan, Sumaira tidak pernah berhenti berusaha. Setiap kemunduran menjadi peluang baginya untuk belajar dan beradaptasi.
Kemampuannya untuk tetap fokus pada tujuan jangka panjang meski menghadapi kegagalan mencerminkan kekuatan resiliensi perempuan dalam situasi konflik atau krisis. Dalam konteks keamanan, resiliensi memungkinkan perempuan seperti Sumaira untuk terus mendorong perubahan bahkan ketika mereka tidak memiliki peta jalan yang jelas atau dukungan yang memadai.