Lahir dan besar di keluarga beragam, Ardiana beruntung mempunyai keluarga damai dan menghormati perbedaan. Lahir tanggal 23 Desember 1974 di Pasuruan, Jawa Timur, Ardiana memiliki orang tua yang berbeda dalam memilih organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam. Ibunya Ahmadiyah dan ayahnya Nahdlatul Ulama (NU). Ardiana pun mengikuti aliran sang ibu.
Meskipun berbeda secara ormas, seluruh anggota keluarganya kompak dan saling menghormati kegiatan masing-masing. Di sisi lain, karena kedua ormas ini memiliki banyak kesamaan, ayah, ibu, serta keluarga besar Ardiana juga saling berlomba melakukan kebaikan.
Sebagai contoh, di bulan Ramadan NU dan Ahmadiyah memiliki kesamaan dalam anjuran beribadah seperti memperbanyak baca AlQur’an, shalat malam, dan bersedekah. Maka seluruh anggota keluarga Ardiana kompak menjalankan ibadah tersebut bersama-sama.
Menurut Ardiana praktik baik ini sangat penting diketahui masyarakat umum, sebab selama ini praktik ibadah Ahmadiyah seringkali dianggap berbeda dengan kelompok Muslim lainnya. Maka bagi Ardiana dialog antar kelompok menjadi sangat penting.
Yang membuat Ardiana tertarik menjadi Jamaah Muslim Ahmadiyah adalah khalifah atau pimpinan yang selalu mengajarkan pengikutnya untuk menjaga perdamaian, dengan semboyan “Love for All, Hatred for None”. Kecintaan untuk tidak membenci siapapun, juga cinta tanah air, dan taat aturan pemerintah. Hal ini menurutnya sangat sejalan dengan prinsip yang dipegang keluarganya, yaitu hidup damai dalam perbedaan.
Dengan latar belakang tersebut Ardiana tumbuh menjadi seorang perempuan yang mencintai keberagaman. Ia tidak merasa berbeda karena menjadi Jemaat Muslim Ahmadiyah, dan juga tidak membenci kelompok yang berbeda dengannya.
Lajnah Imaillah sebagai Wadah Perempuan Ahmadiyah
Ada hal yang menarik dalam gerakan Jamaah Muslim Ahmadiyah. Tidak hanya laki-laki, perempuan juga memiliki peran yang sangat potensial dalam gerakan tersebut. Keduanya didorong saling bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial. Tujuannya supaya perempuan Ahmadiyah dapat mandiri dan berdaya. Baik secara pengetahuan, ekonomi dan yang lainnya.
Hal inilah yang mendorong para perempuan Ahmadiyah atau Lajnah Imaillah (LI) melakukan perintah atau anjuran khalifahnya. Sebab mereka merasa disapa dan juga dilibatkan secara langsung, tanpa dibeda-bedakan dengan laki-laki.
Selain itu, dalam mengakses ruang-ruang pengetahuan, perempuan juga mempunyai hak sama. Perempuan dan laki-laki sama-sama ikut melaksanakan ibadah shalat Jumat di masjid. Sehingga keduanya bisa mendengar dan menyaksikan khutbah Jumat dari khalifah secara langsung.
Sejalan dengan itu, prinsip yang selalu dipegang Jemaat Muslim Ahmadiyah dalam relasi laki-laki dan perempuan adalah berlaku baik pada perempuan. Prinsip ini didukung oleh hadit Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya”.
Melalui prinsip ini, Ardiana merasa tenang dan nyaman dalam lingkungan Lajnah Imaillah. Sebab ketika perempuan tidak didiskriminasi, dia akan merasa berdaya, dan pada akhirnya mendorong perempuan lain ikut berdaya dan mengajaknya melakukan hal-hal baik, salah satunya merawat perdamaian.
Pada tahun 2016, Ardiana dipercaya sebagai ketua Lajnah Imaillah wilayah Sulawesi Selatan. Dilansir dari Lajnah.id, LI merupakan badan yang menaungi perempuan dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah. Badan ini dibentuk untuk melatih, mengembangkan, dan meningkatkan pengetahuan agama dan akademik, memperoleh keterampilan perihal kesehatan dan kebugaran, mengelola perdagangan dan urusan industri, dan mengembangkan kemampuan. LI Indonesia berdiri awal 1950-an dan saat ini terdiri dari 15.526 anggota yang tersebar di 321 cabang di seluruh Indonesia.
Melalui LI, Ardiana dan lebih dari 200 perempuan Jemaat Muslimah Ahmadiyah lainnya melakukan beragam kegiatan keagamaan, ekonomi dan sosial. Di antaranya ialah Muawwanah LI dan NAI, penguatan pendidikan perempuan dan anak-anak perempuan, ta’limul atau baca tulis Al-Qur’an, pendidikan agama, ketrampilan dan penulisan artikel kesehatan. Mereka juga mengadakan bakti sosial, membantu korban bencana, mengadakan pengobatan gratis dengan metode homeopathy, donor darah, donor mata, dan bersih-bersih kota atau clean the city setiap tanggal 1 Januari.
Melalui kegiatan-kegiatan ini Lajnah Imaillah biasa berkolaborasi dengan badan-badan di Ahmadiyah dan juga kelompok lain, seperti Jaringan GusDurian,komunitas Lintas Iman, komunitas Hindu, Katolik, Permabudhi, Khonghucu, dan komunitas lainnya di Sulawesi Selatan.
Selain itu, Jemaat Ahmadiyah juga mempunyai Humanity First, program di mana para anggota yang merupakan tenaga ahli, baik laki-laki maupun perempuan, terjun ke daerah-daerah tertentu untuk memberi bantuan kesehatan, membuat sumber air bersih, dan memenuhi kebutuhan masyarakat lainya.
Ardiana percaya kegiatan ini salah satu strategi Jemaat Ahmadiyah dalam merawat perdamaian di Sulawesi Selatan, dan di Indonesia. Pasalnya dengan kegiatan tersebut, Jemaat Muslim Ahmadiyah dan kelompok lain bisa saling mengenal, berdialog dan bekerjasama dalam melakukan hal-hal baik. Sehingga mereka bisa saling memahami dan menghormati keyakinan masing-masing.
(Bersambung)
***
Kisah Ardiana selengkapnya beserta perempuan perdamaian lainnya didokumentasikan oleh AMAN Indonesia bersama She Builds Peace Indonesia dalam buku She Builds Peace Seri 1: Kisah-Kisah Perempuan Penyelamat Nusantara.
Banyak pembelajaran tentang agensi perempuan yang bisa ditemukan dengan membaca semua cerita di buku ini. Untuk mendapatkannya, bisa dipesan melalui link berikut bit.ly/pesanbukuSBPseri1.