Menurut Prof. Dr. H. Ismaun, M.Pd, sejarah ialah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cerita ber-tarikh sebagai hasil penafsiran kejadian-kejadian dalam masyarakat pada waktu yang lampau. Dilakukan dengan menyusun hasil penyelidikan bahan-bahan tulisan atau tanda-tanda yang lain. Berdasarkan pendapat diatas, belajar sejarah tidak hanya menyampaikan fakta di masa lampau, namun sampai pada penafsiran atas fakta-fakta tersebut.
Lebihh lanjut, Ahmad Maksum, S.Pd., M. Pd., menyatakan bahwa ketika berbicara mengenai sejarah, acapkali yang terbayang adalah masa lampau dan tidak sedikit mengartikannya sebagai sesuatu yang tak perlu diingat secara totalitas dan tidak meaningfull Stigma ini mungkin ada benarnya, namun perlu adanya perubahan mindsetbahwa sejarah bukan saja berisi rentetan kejadian biasa, tetapi juga kejadian luar biasa (peristiwa) yang masih meninggalkan jejak yang bisa direkonstruksi untuk kemudian dimaknakan secara jernih pada masa kini. Sehingga ada jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Dalam konteks akademis,Suyatno Kartodirdjo menyatakan bahwa sejarah merupakan suatu bidang ilmu atau bidang studi yang memerlukan imajinasi kesejarahan yang kritis dalam pengkajiannya. Hal ini menurut Suyatno Kartodirdjo dimaksudkan untuk menempatkan sejarah dalam setting historis yang fenomenologis.Sejarah tidak selalu menyangkut “past event” atau peristiwa-peristiwa masa lampau, tetapi juga berhubungan atau menyangkut peristiwa-peristiwa mutakhir (current events). Dalam konteks ini, sejarawan yang bertindak sebagai duta dari masa lampau tidak hanya memberikan informasi tentang kejadian pada jaman tertentu, tetapi juga kondisi dan situasinya, sistem ekonomi, sosial, dan politik, serta seluruh fenomena kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
Pentingnya Belajar Sejarah Peradaban Islam untuk Membangun Perdamaian
Pemahaman sejarah untuk membangun perdamaian dimulai dengan mengetahui masa lampau yang benar dan kongkret.Sehingga mampu mewujudkan identitas sejarah yang sesungguhnya, dan perlu menelisik dengan membanding berbagai sumber referensi. Usaha untuk mencari relevansi antara masa lalu dengan masa kini dapat diartikan bahwa sejarah harus menjadi bagian dari pengetahuan kolektif yang mampu menjelaskan kesinambungan dan perubahan masyarakat untuk membangun perdamaian.
Jelaslah bahwa penulisan sejarah, dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masa kini beserta masalah-masalahnya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan militeristik. Sejarah dalam pandangan Ahmad Maksum, S.Pd., M.Pd.,merupakan suatu penalaran kritis dan kerja yang cermat untuk mencari kebenaran; suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu; suatu pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Sejarah dapat mengajar man of action (manusia pelaku) tentang bagaimana orang lain bertindak dalam keadaan-keadaan khusus, pilihan-pilihan yang dibuatnya, dan tentang keberhasilan dan kegagalan mereka. Tanpa mengenal sejarah, seseorang akan kehilangan arah dan acuan dalam melaksanakan kebijaksanaannya. Menciptakan perdamaian dalam konteks sejarah peradaban Islam sebagaimana pandangan Ahmad Maksum bisa dilakukan misalnya saat mempelajari fakta peperangan Islam di masa lampau.
Kita harus memahami kenapa perang saat itu dijadikan satu-satunya solusi? Kenapa masyarakat Arab lebih senang membunuh daripada berdiskusi, dan faktor yang menyebabkan kegagalan dan keberhasilan dalam berperang. Hingga sampai kepada penalaran, perlukan kita mengulang kembali kejayaan Islam dengan cara berperang?. Menurut Nugroho Notosusanto, dalam buku Sejarah dalam perspektif pendidikan, belajar sejarah harus bisa menjangkau bagian dalam peristiwa sejarah atau pikiran-pikiran yang melatarbelakanginya. Dalam konteks ini Collingwood menekankan keistimewaan yang dapat dilakukan oleh para mahasiswa terhadap objeknya yaitu dengan jalan re thingking them in his own mind (memikirkan kembali dalam pikiran sejarawan sendiri).
Dengan ini, mahasiswa harus mampu meneropong pikiran pelaku sejarah dengan cara mencoba menghidupkan kembali pikiran-pikiran pelaku sejarah tersebut dalam pikirannya sendiri. Dengan kata lain secara imajiner sejarawan harus mencoba menempatkan dirinya ke dalam pelaku-pelaku sejarah yang bersangkutan. Ini dianggap merupakan unsur pokok dalam “cara berpikir historis” (historical thingking) yang menjadi dasar dari “cara menerangkan dalam sejarah” (historical explanation). Dengan demikian sejarawan dianggap perlu menerangkan suatu peristiwa dengan jalan menelusuri hubungan-hubungan intrinsiknya dengan peristiwa-peristiwa lainnya dan menentukan tempatnya dalam keseluruhan peristiwa sejarah.
Berangkat dari pendapat Nugroho Notosusanto, maka konsep perdamaian bisa dimunculkan oleh setiap mahasiswa dengan corak yang berbeda-beda setelah para mahasiswa mempelajari sejarah. Apa yang tergambar di benak mahasiswa yang satu dengan yang lainnya tentang perdamaian bisa jadi akan berbeda. Karena setiap mahasiswa diberi kebebasan untuk menafsirkan fakta sejarah sesuai dengan imajinasi dan pemahaman masing-masing. Sebagian mungkin akan meyakini bahwa perang dan konflik adalah satu-satunya cara untuk mempertehankan kejayaan Islam masa kini sebagaimana yang terjadi beberapa abad yang lalu.
Sebagian yang lain mungkin meyakini bahwa perang dan konflik hanya relevan untuk masa-masa tertentu dan tidak bisa diadopsi di tengah tatanan dunia yang mengusung perdamaian saat ini. Pun mahasiswa diberi hak untuk menginterpretasi fakta, jalan mana yang ingin kalian tuju untuk memperjuangkan Islam masa kini. Dengan jalan perang yang menggunakan pendekatan militeristik dan mengancam nyawa, ataukah dengan jalan damai melalui pendekatan kelimuwan?