HomeFilmFilm Rumput Tetangga: Mematahkan Stereotip Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Film Rumput Tetangga: Mematahkan Stereotip Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Selama ini, kalian mungkin seringkali menemukan paham bahwa menjadi ibu rumah tangga merupakan bagian dari takdir atau kodrat perempuan. Di masyarakat luas telah beredar kalimat yang menyatakan, perempuan itu tidak perlu berpendidikan tinggi karena hanya akan menjadi ibu rumah tangga yang mengurusi anak, suami, dapur, dan sumur.

Mengurusi anak dan suami serta pekerjaan rumah lainnya memang bagian dari pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Namun, sayangnya kebanyakan orang menganggap menjadi ibu rumah tangga itu bukanlah pilihan melainkan kewajiban yang harus dipatuhi perempuan. Kewajiban tentang perempuan yang harus menjadi ibu rumah tangga muncul dikarenakan pengaruh ayat-ayat yang ditafsirkan sepihak dengan tidak memerhatikan asal-usul dan kondisi kenapa suatu ayat diturunkan. Mungkin juga disebabkan oleh kepatuhan terhadap budaya yang mengsubordinasi perempuan.

Jika membicarakan hal yang berkaitan dengan ayat dan budaya, beberapa orang biasanya merasa takut karena dikaitkan dengan dosa, sehingga merasa harus patuh akan tafsiran yang sepihak itu. Mungkin inilah salah satu alasan kenapa film Rumput Tetangga digarap, salah satunya ingin mengangkat tentang hak perempuan ketika memutuskan menjadi ibu rumah tangga dengan tidak menyinggung agama dan budaya. Film Rumput Tetangga dirilis pada 18 April 2019 dengan genre komedi dan fiksi. Di dalam film ini terdapat gambaran tentang keluarga yang hangat ketika suami dan istri saling menghargai pilihan dan perannya masing-masing.

Kirana yang diperankan Titi Kamal menikah dengan Ben yang diperankan Raffi Ahmad. Mereka memiliki dua anak yang bernama Aqilla dan Daffa. Kirana mengalami krisis kepercayaan diri karena hanya menjadi seorang ibu rumah tangga, sedangkan teman-teman sekolahnya sukses menjadi wanita karir, salah satunya Diana. Saat masih sekolah, Kirana merupakan murid paling populer dan berprestasi di sekolah, tapi sekarang ia memutuskan menjadi ibu rumah tangga karena ingin mengurusi anak dengan baik. Namun, Kirana merasa tidak mampu menjadi istri yang ideal bagi Ben dan ibu yang baik bagi anak-anaknya.

Melalui film ini, kalian menemukan sebuah realita tentang perempuan yang seringkali terjadi di masyarakat. Pertama, ketika perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga terkadang dianggap tidak bekerja, bahkan beberapa kasus suaminya pun menganggap demikian. Fenomena seperti itu biasanya terjadi pada lingkungan perkotaan yang produktivitasnya sangat tinggi. Dewasa ini sering ditemukan suami istri yang hidup di perkotaan yang keduanya memilih bekerja. Ketika istri sudah terbiasa bekerja dan kebiasaan tersebut telah menjadi hal yang wajar, maka saat menemukan istri yang memilih menjadi ibu rumah tangga menjadi tidak valid.

Kedua, ketika perempuan memilih menjadi wanita karir daripada menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Perempuan yang memilih demikian seringkali mendapat cemoohan dari berbagai sisi, misalnya dihakimi berpikiran liberal, dianggap perawan tua yang tidak laku, tidak akan punya jodoh, dan masih banyak lagi. Fenomena ini seringnya ditemukan di lingkungan yang puritan dan close minded, misalnya di perkampungan. Saya sempat mengalaminya ketika saya mengatakan ingin fokus berkarir dulu baru memikirkan hal lain. Saat itu saya bilang tidak ingin menikah.

Nita Nurdiani
Nita Nurdiani
Penulis dan Staf Media
RELATED ARTICLES
Continue to the category

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments