Siapa yang tidak mengenal Ibu Nisa Wargadipura, sosok inspiratif yang menunjukkan bagaimana perempuan dapat memainkan peran kunci dalam menciptakan perubahan signifikan melalui pendidikan dan pengelolaan lingkungan. Sebagai pendiri Pesantren Ekologi Ath-Thariq di Garut, Jawa Barat, Ibu Nisa telah menerapkan pendekatan yang tidak hanya berfokus pada pembelajaran agama, tetapi juga pada pemulihan ekosistem dan pemberdayaan komunitas melalui konsep agroekologi. Upaya ini mencerminkan pentingnya peran perempuan dalam proses pemulihan dan pembangunan kembali (relief dan recovery) yang berkelanjutan, khususnya di tengah tantangan lingkungan global.
Menghidupkan Nilai Ekologi dalam Pendidikan
Pada tahun 2008, Ibu Ibu Nisa dan Bapak Ibang mendirikan Pesantren Ath-Thaariq setelah melalui proses pertimbangan yang matang. Pesantren ini berlokasi di Kampung Cimurugul, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dikelilingi oleh hamparan sawah, pesantren ini berdiri di atas lahan seluas 8.500 meter persegi.
Pesantren Ath-Thaariq mengusung konsep unik yang memadukan pendidikan agama dengan pelatihan pertanian berbasis ekologi. Para santri diajarkan untuk bertani dan mengolah hasil panen selain mendalami ilmu agama. Hasil pertanian ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pesantren, sehingga mereka belajar tentang kemandirian dan keberlanjutan.
Pesantren ini sering disebut sebagai “sekolah kebun sawah.” Dengan motto “Peduli Bumi, Peduli Sesama, Peduli Masa Depan,” Pesantren Ath-Thaariq ingin menjadi percontohan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di samping kegiatan bertani, para santri juga dilatih mengolah hasil panen menjadi makanan bernutrisi.
Pendidikan ini bertujuan meningkatkan pemahaman mereka tentang gizi dan manfaat makanan yang dikonsumsi. Pesantren Ath-Thaariq telah mendidik lebih dari 750 santri, dan banyak dari alumni pesantren ini yang mengadopsi konsep serupa di desa asal mereka. Hal ini menjadi bagian dari misi pesantren untuk menyebarkan semangat kepedulian terhadap lingkungan.
Peran Perempuan dalam Relief dan Recovery Ekologi
Dalam konteks relief, Ibu Nisa memulihkan peran pesantren sebagai pusat pembelajaran yang relevan dengan tantangan kontemporer. Santri di Pesantren Ath-Thariq tidak hanya belajar agama, tetapi juga dilatih untuk bercocok tanam, beternak, dan mengolah hasil panen. Hasilnya tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan komunitas pesantren, tetapi juga menciptakan ketahanan pangan yang mengurangi ketergantungan pada sumber daya eksternal. Melalui pendekatan ini, pesantren menjadi contoh model kemandirian yang dapat diadaptasi oleh komunitas lain.
Dalam proses recovery, Ibu Nisa juga mengedepankan pemulihan kedaulatan pangan sebagai bagian dari strategi pemberdayaan masyarakat. Ia menekankan pentingnya melawan privatisasi ekologi dan menjaga akses komunitas terhadap sumber daya alam. Santri yang telah menyelesaikan pendidikan di pesantren ini didorong untuk kembali ke desa mereka dan mengembangkan potensi lokal. Salah satu contoh keberhasilan adalah Jajang, seorang santri yang mampu mengubah desanya menjadi lebih mandiri dalam hal pangan setelah mendapatkan pendidikan di pesantren.
Upaya Memperkuat Kedaulatan Pangan
Upaya Ibu Nisa tidak hanya terbatas pada lingkup pesantren. Beliau secara aktif berbagi pengetahuan dan keterampilan agroekologi kepada komunitas di luar pesantren. Pelatihan ini menjadi bentuk dukungan langsung kepada masyarakat yang terdampak oleh ketidakstabilan lingkungan dan ekonomi yang memungkinkan masyarakat untuk membangun kembali kehidupan yang lebih berkelanjutan. Ibu Nisa menunjukkan bagaimana perempuan dapat menjadi aktor utama dalam proses pemulihan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat pasca-krisis.
Pencapaian Ibu Nisa telah mendapatkan pengakuan luas, termasuk dinobatkan sebagai salah satu tokoh berpengaruh di Garut oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia pada tahun 2019, nominator Kick Andy Heroes, Perempuan Inspiratif Nova 2015, dan Kusala Swadaya untuk pengembangan wirausaha hijau. Beliau juga mendapat kesempatan belajar di India melalui program A-Z Agroecology and Organic Food System Course. Selain itu, Ibu Nisa pernah mengikuti berbagai acara ekologi internasional, seperti Bhoomi Festival di New Delhi dan The Soil Yatra di Indore dan Nagpur. Penghargaan ini mencerminkan pentingnya peran perempuan dalam menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan, khususnya dalam konteks pemulihan ekosistem dan penguatan ketahanan masyarakat.
Melalui Pesantren Ekologi Ath-Thariq, Ibu Nisa Wargadipura menunjukkan bagaimana perempuan dapat memimpin upaya pemulihan dan pembangunan kembali yang berfokus pada keberlanjutan. Langkah-langkahnya menegaskan bahwa pendidikan berbasis ekologi tidak hanya relevan untuk masa kini, tetapi juga menjadi pondasi penting untuk masa depan yang lebih adil dan harmonis antara manusia dan alam.