Saturday, August 23, 2025

The Substance: Ketika Tubuh Perempuan Tidak Dijadikan Visual Pleasure Semata

Judul: The Substance. 

Tahun rilis: 2024. 

Sutradara: Coralie Fargeat. 

Pemain: Demi Moore, Margaret Qualley. 

Durasi: 140 menit. 

 

Pada triwulan akhir tahun 2024 lalu, rumah produksi Universal Pictures merilis sebuah film bergenre horor psikologi berjudul The Substance. Film ini disutradarai oleh Coralie Fargeat, sineas muda asal Perancis yang sebelumnya dikenal lewat film Revenge (2017). 

Menggandeng Demi Moore dan Margaret Qualley sebagai pelakon utama. Fargeat menghadirkan kisah yang bukan hanya mengusik, tapi juga menawarkan kritik tajam terhadap obsesi industri hiburan pada tubuh dan citra perempuan. 

Film ini bercerita tentang sosok Elizabeth Sparkle, seorang artis kelas A kawakan Hollywood. Namun, seiring waktu, sorotan kamera mulai menjauh darinya. Usianya yang menua dianggap tidak lagi sejalan dengan standar kecantikan yang diidealkan industri hiburan: muda, segar, dan sempurna secara visual. 

Merasa terjebak di tengah krisis identitas, Elizabeth yang hanya memahami dunia hiburan sebagai semestanya pun mencoba segala cara untuk mengembalikan image muda  dirinya. Salah satunya dengan membeli serum misterius bernama The Substance yang menjadi inti keseluruhan dari cerita film ini. 

Secara garis besar, film ini mengangkat tema perempuan dalam belenggu pikiran misoginis dimana perempuan seringkali menjadi objek seksual. Perempuan dituntut memiliki penampilan baik (dalam konteks ini adalah seksi), secara visual enak dipandang (secara sensual), sehingga mereka dituntut untuk selalu ada dalam kondisi prima dan tetap muda. 

 

Visual Pleasure dalam Industri Hiburan 

Film ini dengan jelas meminjam teori Visual Pleasure and Narrative Cinema (1975), karya kritikus film feminis Laura Mulvey, yang membongkar bagaimana sinema arus utama didominasi oleh perspektif patriarkal. Konsep male gaze menempatkan perempuan sebagai objek fantasi seksual: dilihat, dinikmati, dan diatur oleh sudut pandang laki-laki. Singkatnya, visual pleasure atau kenikmatan visual dengan film sebagai medianya. 

Menurut Mulvey, citra perempuan digambarkan sebagai objek dasar laki-laki dan perempuan sebagai penanda dari ancaman pengebirian. Maka tak ayal jika banyak karya hiburan sering menampilkan perempuan dalam keindahannya yang erotis dan cenderung sensual, sekaligus menjadi sosok yang lemah dan biang keladi dalam suatu persoalan.

Elizabeth menjadi representasi nyata dari konstruksi ini. Obsesi untuk kembali ke masa muda mendorongnya menggunakan serum tersebut. Dari sinilah lahir Sue (diperankan Margaret Qualley), versi kloning Elizabeth yang muda, cantik, dan sensual, sempurna di mata produser Hollywood. Sue dengan cepat merebut sorotan media, menjadi bintang baru, dan bahkan menggeser popularitas Elizabeth yang asli.

Konflik pun memuncak. Elizabeth terjebak dalam pertarungan batin antara menerima dirinya yang menua atau mempertahankan Sue sebagai simbol kebanggaan sekaligus kebohongan. Dualitas ini tidak hanya membangun ketegangan psikologis, tetapi juga menjadi metafora tajam tentang bagaimana perempuan sering kali dipaksa menginternalisasi standar kecantikan yang tak manusiawi.

The Substance tidak hanya berbicara melalui dialog atau simbol, tetapi juga lewat visual yang ekstrem dan mengganggu. Fargeat menyajikan body horror yang detail: pengambilan cairan sumsum tulang belakang, perubahan tubuh Elizabeth menjadi membusuk, hingga momen grotesk “kelahiran” monster di akhir film. 

Semua disajikan tanpa kompromi, membuat penonton bukan hanya merasakan ketakutan, tetapi juga jijik. Persis seperti rasa muak terhadap sistem yang menindas tubuh perempuan. Adegan-adegan horor bukan sekadar eksploitasi, melainkan kritik simbolis terhadap bagaimana industri mengorbankan tubuh perempuan demi kepuasan publik dan keuntungan ekonomi.

 

Tubuh Perempuan Bukan Objek Seksualitas

Secara implisit, Fargeat mengajak penonton untuk mempertanyakan dominasi budaya yang mengontrol tubuh perempuan. Film ini menunjukkan bahwa perempuan tidak benar-benar memiliki otonomi atas tubuhnya; keputusan mereka kerap dibentuk oleh konstruksi sosial yang menuntut kesempurnaan fisik.

Melalui perjalanan tragis Elizabeth, penonton diajak merefleksikan bagaimana tekanan itu menggerogoti kesehatan mental, menghancurkan identitas, dan bahkan memutuskan koneksi antara tubuh dan jiwa. Keinginan untuk mempertahankan “kesempurnaan” tidak hanya mustahil, tetapi juga merusak.

Pesan ini diperkuat oleh visual hiperbolis yang menegaskan absurditas standar tersebut. Sue, yang mewakili versi ideal, justru menjadi simbol kehancuran. Bukti bahwa obsesi untuk selalu muda dan cantik tidak pernah membawa kebahagiaan.

Di balik semua kengerian yang ditawarkan, The Substance menyelipkan pesan reflektif tentang penerimaan diri. Fargeat mengingatkan bahwa penuaan adalah proses biologis yang wajar dan tidak bisa dihindari. Upaya untuk mengelak dari kenyataan itu hanya akan mengundang kehancuran, baik secara fisik maupun psikologis.

Hal ini terasa relevan, terutama di era media sosial, di mana standar kecantikan semakin tidak realistis dan tekanan untuk selalu tampil “sempurna” semakin kuat. Elizabeth menjadi gambaran dari banyak perempuan yang merasa tidak cukup hanya karena tubuh mereka tidak sesuai dengan fantasi publik.

Lebih dari sekadar tontonan horor, film ini adalah kritik mendalam terhadap patriarki, standar kecantikan, dan cara industri mengontrol tubuh perempuan. Film ini seolah berbisik, “Age like a fine wine.” Kecantikan sejati tidak datang dari kesempurnaan fisik, tetapi dari penerimaan dan keaslian diri.

Ia mengajak penonton untuk berhenti memandang tubuh perempuan hanya sebagai objek visual, dan mulai mengakui kompleksitas, martabat, dan kemerdekaan yang seharusnya dimiliki setiap individu. Mungkin, setelah menonton film ini, kita akan lebih sadar untuk melihat seseorang bukan hanya dari kulit luarnya, tetapi dari kedalaman dirinya. Bahwa “Don’t judge the book by its cover” adalah sebuah niscaya. 

Etika Filosofia
Etika Filosofia
Penulis dan peneliti, alumnus CRCS UGM.

Terpopuler
Artikel

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here