Sunday, December 22, 2024
spot_img
HomeDari Tato Sampai Lain Mazhab, Annisa Menuai Kebersamaan Melalui Keberagaman

Dari Tato Sampai Lain Mazhab, Annisa Menuai Kebersamaan Melalui Keberagaman

Berawal dari tanah kelahirannya, Tasikmalaya, Annisa Noor Fadilah tumbuh dan besar di lingkungan keluarga pesantren yang sangat erat dengan ajaran Thariqah Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Meskipun tidak turut memiliki pesantren, seluruh anggota keluarganya telah terdaftar, mengikuti, dan diharuskan patuh dengan ritual-ritual keagamaan yang telah diajarkan seorang mursyid. Mereka diharuskan membaca berbagai rangkaian zikir yang dilantunkan dengan suara maupun dalam hati tiap harinya.

Beranjak remaja, Annisa mulai didaftarkan ke pesantren yang sedikit jauh dari rumahnya. Orang tuanya sengaja memasukkannya ke dalam instansi pendidikan yang masih di bawah naungan thariqah yang sama. Annisa juga menempuh pendidikan formal di SMP. Sayangnya di tengah proses belajar, ia mengalami kejadian yang tidak mengenakkan. Memasuki tahun ketiga di SMP, seorang laki-laki yang terlihat religius dan suka mengajar mengaji seperti ustaz meledek Annisa yang bertubuh gemuk.

Sejak kejadian body shaming itu, Annisa bertanya-tanya mengapa orang yang ahli beribadah, dekat dengan agama, suka berzikir, dan memiliki kemampuan lisan yang cukup malah menyayat hati orang lain. Ia tidak memahami bagaimana seseorang yang seharusnya menjadi sosok yang patut dianut bisa mengatakan hal yang tidak sopan. Akhirnya, Annisa memilih pindah sekolah.

Annisa memberitahu ibunya ia tidak ingin lagi berada di pesantren. Ia ingin bersekolah di dekat rumahnya. Annisa beralasan ia masih bisa mengaji karena berada di lingkungan pesantren dan bisa lebih diawasi orang tua h. Dari sinilah orang tuanya mengiyakan keinginan anaknya untuk pindah, dan memulai perjalanan baru di SMA Serba Bakti Suryalaya.

Setelah bertemu teman-teman barunya di SMA, ia merasakan sesuatu yang jauh berbeda dari pesantren. Di pesantren Annisa hanya mengerti salat, mengaji, dan ritual-ritual keagamaan setiap hari. Namun di sekolah barunya ia mendapatkan cerita-cerita yang menarik dari teman-teman sekelasnya.

Mereka adalah inabah, anak-anak dari rehabilitasi mental dan kecanduan narkoba. Bukannya khawatir, ia malah senang ketika bisa saling berbagi pengalaman dengan mereka. Annisa senang dapat mendengarkan kisah-kisah dan menuai berbagai pengetahuan baru terkait proses yang dijalani teman-teman barunya ketika berada di tempat rehabilitasi.

Keakraban mereka menumbuhkan cita-citanya untuk belajar di jurusan Analisis Kimia untuk mempelajari pengaruh obat-obatan yang pernah dikonsumsi kawan-kawannya.

Sayangnya mimpi Annisa menjadi seorang analis kimia sirna karena gagal ujian masuk universitas. Namun pilihannya melihat dunia yang lebih luas dan memahami keragaman diwujudkannya melalui program studi Studi Agama-Agama di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Ia merasa telah cukup bersama orang-orang yang sepaham dengannya, satu lingkungan, dan sama-sama menjadi pengikut aliran yang dianutnya. Kini waktunya ia terjun melihat pandangan-pandangan yang berbeda darinya.

Sayangnya, baik dari mata kuliah yang ia pelajari, hingga dosen-dosen yang mengajar, ia sama sekali tidak menemukan keberagaman, apalagi pertemuan dengan masyarakat lintas iman. Kekecewaannya kemudian dialihkan dengan mencari kegiatan di luar dunia akademik. Ia meraba-raba aktivitas yang dapat menjadi ruang tumbuh baginya, baik untuk belajar, maupun berdialog dengan orang-orang yang beragam. Sampai akhirnya Annisa menemukan acara bernama “Bandung Lautan Damai”.

Sebelumnya, ia hanya memahami kegiatan tersebut menampilkan seni lintas iman yang diinisiasi berbagai organisasi. Ia pun akhirnya mencari-cari siapa di balik tabir BaLaD ini, sampai kemudian ia menemukan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) di antaranya.

Annisa berkali-kali mengirimkan pesan melalui Instagram Jakatarub namun  tidak dibalas. Pada akhirnya Annisa tidak lagi berharap jawaban dari akun instagram Jakatarub yang telah mengabaikannya selama hampir setahun. Ia berpikir, barangkali lebih baik ia kembali ke rutinitas akademiknya. Berada di ruang kelas, membaca buku, dan menjalani kuliah dengan baik.

Di tengah kesedihan mendalam, Tuhan menjawab keinginannya. Tanpa rencana atau suatu janji apapun, tiba-tiba ada seorang kakak tingkat mengajak Annisa pergi ke Ciputra Baru. Betapa terkejutnya Annisa ketika tahu bahwa tempat yang dituju adalah sekretariat Jakatarub.

Annisa bahagia bukan main. Ia merasa impiannya selama ini telah ada di depan mata. Di sana ia melihat orang-orang dari berbagai etnis dan agama berkumpul dalam satu tempat. Sebuah mimpi yang tidak diduga sama sekali, dapat berkenalan dengan mereka, mengobrol panjang lebar, berkecimpung bersama atau mendengar kisah-kisah hidup mereka.

(bersambung)

*

Kisah Annisa Noor Fadilah selengkapnya beserta perempuan perdamaian lainnya didokumentasikan oleh AMAN Indonesia bersama She Builds Peace Indonesia dalam buku She Builds Peace Seri 1: Kisah-Kisah Perempuan Penyelamat Nusantara.

Banyak pembelajaran tentang agensi perempuan yang bisa ditemukan dengan membaca semua cerita di buku ini. Untuk mendapatkannya, bisa dipesan melalui link berikut bit.ly/pesanbukuSBPseri1.

Firda Rodliyah
Firda Rodliyah
Firda lahir dan besar di kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Ia seorang guru Bimbingan dan Konseling di sebuah sekolah. Ia menulis narasi, opini, sesekali refleksi dll. Beberapa tulisannya bisa dibaca di media seperti mubadalah.id, harakatuna.com, arrahim.id, dan yang lainnya. Sedangkan blog pribadi bisa diakses di daifirda.blogspot.com.
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments