Monday, December 30, 2024
spot_img
HomeBukuMenelusuri Obsesi Kecantikan Perempuan

Menelusuri Obsesi Kecantikan Perempuan

Judul buku    : Putih: Warna Kulit, Ras, Dan Kecantikan Di Indonesia Transnasional,

Penulis           : L. Ayu Saraswati

Penerjemah   : Ninus D. Andarnuswari

Penerbit         : Marjin Kiri

ISBN               : ISBN 978-979-1260-70-1

Tahun terbit  : 2022

Bagaimana hari ini kita melihat berbagai produk kecantikan yang menawarkan kulit putih bersinar dengan model iklan yang turut menjadi cerminan dari kulit putih itu? barangkali kita menganggap hal biasa fenomena kulit putih yang menjadi idaman perempuan masa kini. Tidak banyak iklan produk kecantikan yang menampilkan model iklan dengan beragam warna kulit. Sejauh ini, kita melihat beberapa produk kecantikan yang mengusung beragam warna kulit seperti, wardah, loreal, dkk.

Tanpa disadari, obsesi kecantikan perempuan ditampilkan dengan warna putih bersinar. Jika kita melihat klinik kecantikan, misalnya. Salah satu perawatan yang paling banyak dipilih adalah memutihkan, seperti suntik putih. Upaya ini kemudian menjadi konstruksi pandangan kita bahwa, cantik yang ideal adalah ketika seorang perempuan memiliki kulith putih bersinar.

Ayu Saraswati dalam tulisannya, mencoba mendongkrak fenomena kulit putih sebagai representasi cantik pada perempuan. Bagi saya sebagai pembaca, membaca buku ini tidak hanya menngajak refleksi kepada dalam diri sebagai perempuan. Akan tetapi juga diberi ruang untuk mengetahui dan menelaah bagaimana sejarah masa silam, kulit putih menjadi idaman masyarakat. Dominasi kulit putih sebagai lambang kecantikan ditelaah sangat dalam dengan perspektif yang cukup mendalam.

Tulisan dalam buku tersebut diawali dengan keagungan kulit putih yang merujuk pada puisi epos Ramayana. Dalam puisi Ramayana dijelaskan bahwa, warna putih bersinar identik dengan kebaikan. Sedangkan warna gelap, hitam, identik dengan kejahatan. Putih bersinar juga diibaratkan dengan bulan purnama yang kemudian dilambangkan dalam wujud perempuan cantik. Tidak heran, ketika menyebut wanita cantik dengan kulit putih, identik dengan bulan purnama.

Dalam puisi-puisi Ramayana, menggambarkan sosok Sita yang cantik seperti bulan purnama. Keagungan kulit putih dengan penuh cinta kepada sosok Sita, menyiratkan korelasi positif antara warna putih dengan kebaikan. Namun, ketika Ramayana menggambarkan sosok Rahwana, digambarkan dengan warna gelap sebagai wujud kejahatan.

“Kulit gelapnya membuatnya Nampak bagaikan awan kematian yang bergulung-gulung,” tertulis di halaman 50.

Selain puisi Ramayana, Saraswati melanjutkan cerita sejarah kulit putih pada zaman kolonial, sehingga bermunculkan produk kecantikan. Pada masa itu, dukungan iklan-iklan media, dengan model iklan yang ditampilkan. Pada masa itu, model-model perempuan Jepang yang berkulit putih, dengan menampilkan kulit putih Asia, menjadi idaman di zaman kolonial. Adanya iklan tersebut menunjukkan dominasi kulit putih semakin kuat.

Pada abad ke-17 dan ke-18, banyak sekali catatan orang-orang Eropa yang menggambarkan streotip orang pribumi Hindia sebagai pemalas dan bodoh. Hal ini juga berkaitan dengan representasi warna kulit putih atau terang yang menandakan status lebih tinggi. Tentu, hal ini jarang sekali dimiliki oleh masyarakat pribumi yang memiliki kulit sawo matang atau kuning langsat. Sehingga pada zaman kolonial, para perempuan Eropa yang datang pada masa penjajahan, menduduki strata lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pribumi.

Strata ini juga berdampak pada lembaga pendidikan yang mengistimewakan murid-murid Eropa oleh guru. Sehingga mindset yang tertanam dan tersebar di seluruh Hindia adalah kedudukan bangsa Belanda sebagai penjajah, serta kepemilikan warna kulit putih yang semakin menguatkan lambang kecantikan dalam kerangka supremasi kulit putih.

Pada bagian selanjutnya, penulis menampilkan kondisi warna kulit pada zaman Jepang. Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, maka representasi warna kulit putih Asia mendominasi. Hal ini tercermin melalui adanya propaganda warna kulit putih yang disemarakkan di media cetak, dengan adanya rubrik Poetri Nippon, Bintang Film Nippon, dan Poetri Indonesia jang Tjantik Molek.

Pada bagian terakhir, Saraswati menulis tentang kecantikan Indonesia yang direkonstruksi oleh sejarah hingga kini. Warna kulit putih dan representasi kecantikan dilekatkan pada sosok perempuan. hampir tidak pernah ada, fenomena warna kulit ini dilekatkan pada laki-laki. Sehingga hampir tidak ada wacana tentang kulit putih yang mendominasi ketampanan laki-laki.

Artinya, berdasarkan pemaparan di atas dengan menelisik berbagai sejarah masa silam, kita mampu memahami bagaimana warna kulit menjadi salah satu fenomena yang memenjarakan perempuan. Sebab tanpa disadari, perempuan berlomba-lomba untuk memperoleh lambang kecantikan yang identik dengan kulit putih.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments