Saturday, July 27, 2024
spot_img
HomeOpiniLian Gogali: Sosok Perempuan Tangguh dalam Upaya Penyembuhan Konflik Poso

Lian Gogali: Sosok Perempuan Tangguh dalam Upaya Penyembuhan Konflik Poso

Nama Lian Gogali, pertama kali saya dengar pada acara Temu Nasional Jaringan Gusdurian pada Desember tahun 2020 silam. Ia memperoleh penghargaan Gusdurian Awardskategori Lembaga terbaik pada tahun 2020.

Melalui Institut Mosintuwu, ia berhasil menggerakkan perempuan untuk bersatu, menangkal hal-hal negatif dan aktif mengembangkan pemikiran para ibu-ibu untuk berkontribusi pada daerah yang penuh dengan hiruk pikuk konflik akibat hubungan Islam-Kristen yang kacau pada saat itu.

Mosintuwu sendiri, diambil dari bahasa Pamona atau bahasa ibu di Poso yang berarti bersatupadu atau kebersamaan. Atas dasar nama itu, sangat jelas misi yang dibawa oleh Lian Gogali dalam memberikan hidupnya untuk berjuang di ranah terdepan melalui isu kemanusiaan, khususnya di Poso.

Namanya kian saya dengar sebagai aktifis perempuan perdamaian yang hidup di Poso serta beberapa forum disebutnya sebagai perempuan luar biasa terhadap kerja-kerja perdamaian yang terus dilakukan.

Terbaru, pada sebuah cuitan di twitter 21 April 2022, kabarnya, ia menerima Penghargaan Empat Kebebasan di Middelburg atas inisiatif & karyanya di Sulawesi Tengah: sebuah sekolah wanita untuk keragaman, didirikan setelah serangan teroris antara tahun 1998 dan 2001.

Tidak hanya penghargaan tersebut, Lian Gogali juga beberapa kali mendapatkan penghargaan, diantaranya: Indonesia Women Of Change 2015 dari Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia,  Coexist Prize dari Yayasan Coexist asal Amerika Serikat.

Lian Gogali juga sebagai pendiri sekolah perempuan (bagian dari institut Mosintuwu) yang, berupaya untuk menyatukan gerak kolektif para perempuan, khususnya ibu untuk lebih aktif dan berperan penting terhadap pembangunan desa. Seperti yang kita ketahui bahwa, konflik Poso pada tahun 1998-2000 adalah luka yang pernah dialami oleh Indonesia ketika melihat betapa tidak berdayanya perbedaan ketika tidak ada toleransi di dalamnya.

Bahasa dan komunikasi adalah power utama memahami konflik

Dalam melakukan gerakan yang menyertakan kaum ibu, perempuan-perempuan di akar rumput, tantangan yang dimiiki adalah bagaimana memiliki solusi dari segala hal yang terjadi di lapangan. Lian Gogali dalam mengatasi itu, power yang dimiliki adalah bahasa.  Skill mendengarkan, menerima cerita dari para perempuan-perempuan yang hidup di tengah konflik.

Selain itu, skill komunikasi juga menjadi salah satu hal penting dimiliki ketika berhadapan langsung dengan masyarakat. Seperti hanya tentang, apa saja keinginan masyarakat dalam konflik tersebut, penggunaan bahasa yang tepat saat berhadapan dengan lawan bicara yang notabenenya tidak sama seperti kita. Bahasa-bahasa akdemis justru sangat tidak cocok digunakan ketika bersama masyarakat.

Menurutnya, kegagalam komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini karena, kurangnya akar emosional yang dimiliki pemerintah dalam melihat konflik yang dialami oleh masyarakat, sehingga solusi yang dibawa oleh pemerintah kadang tidak cocok dengan keinginan masyarakat.

Tidak hanya itu, pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat tidak lain adalah skill mendengar yang cukup mumpuni. Ia mendatangi langsung para perempuan yang ada di Poso. Melihat ketegangan yang terjadi di daerahnya, ia memiliki sikap tegas untuk tinggal di daerahnya tersebut setelah sekian lama merantau di Yogyakarta untuk mengenyam pendidikan sejak S1-S2.

Sekolah perempuan; eksistensi perempuan luar biasa

Pembentukan sekolah perempuan pada awalnya berdasarkan pengalaman mendengarkan keluh kesah para perempuan khususnya ibu-ibu. Berdasarkan pengalamannya tersebut, Lian Gogali kemudian membentuk forum diskusi antar kelompok. Selanjutnya forum tersebut berubah menjadi sekolah perempuan dan disusunlah sejumlah mata pelajaran.

Mata pelajaran yang disusun tidak lain adalah tentang perdamain, toleransi, dan pengetahuan agama. Tidak hanya terbatas pada pelajaran, para perempuan diajak untuk berkunjung ke masjid dan gereja untuk memahami ajaran agama yang tidak membunuh dan damai. Sebab dalam pemahaman akibat konflik, pemikiran bahwa ajaran agama saling membunuh tetap melekat pada diri para masyarakat. Sehingga kegiatan tersebut adalah bentuk pemulihan yang benar-benar bisa dirasakan.

Tidak hanya terbatas pada gerakan tersebut, Lian Gogali juga berusaha untuk membuat program membaca buku dan perpustakaan, melalui project Shopia. Nama tersebut terinspirasi dari nama puterinya. Melalui gerakan, Lian Gogali terus menyebarkan geraknya untuk bergerak dalam kemanusiaan. Ruang damai dan kontribusi yang besar terhadap tanah air terus ia semarakkan dalam hidup.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments