Thursday, November 14, 2024
spot_img
HomeOpiniKunci Sukses Pendamping Desa Perempuan

Kunci Sukses Pendamping Desa Perempuan

Dalam sebuah kelas materi kesetaraan gender di suatu desa, seorang perempuan yang nampaknya mempunyai pengaruh dalam kelas tersebut menyerukan “Perempuan adalah Penolong bagi laki-laki” ujarnya.

Terdengar agak janggal di telinga. Namun ternyata kalimat tersebut belum selesai. Dia melanjutkan “Jika begitu, siapa yag lebih kuat? Penolong atau yang ditolong?” sontak saja para hadirin yang terdiri dari laki-laki maupun perempuan itu menjawab “penolong!” seru mereka dengan lantang.

Nampaknya perempuan tersebut menggunakan narasi yang memancing kepekaan para hadirin terhadap peran dan fungsi gender yang adil dan setara. Narasi yang disisipi candaan tersebut nyatanya mampu memantik nalar para hadirin tentang pembagian kerja laki-laki dan perempuan di segala bidang. Bahwa seharusnya pembagian kerja itu didasarkan pada asas kerja sama dan kesalingan.

Usut punya usut, perempuan tersebut adalah Netaria Perabu, seorang perempuan Poso yang sudah sembilan tahun lebih berprofesi sebagai pendamping desa. Dalam kurun waktu tersebut, 143 desa sudah disinggahinya dalam rangka menemani desa untuk melakukan tranformasi menjadi desa yang lebih berdaya dan sejahtera.

Fyi, pendamping desa adalah profesi yang mulai dikenal setelah disahkannya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa. Undang-undang ini bertujuan untuk memberikan pengakuan dan penghormatan kepada desa, sekaligus mengubah kiblat pembangunan yang awalnya kota sentris menjadi desa sentris.

Langkah pemerintah ini adalah suatu terobosan baru, karena selama ini desa banyak ditinggalkan dan tidak diperhatikan. Banyak masyarakat yang pergi meninggalkan desa untuk mencari nafkah karena kesempatan kerja masih tersentral di kota-kota. Di sisi lain, sebagian besar daerah di Indonesia adalah pedesaan. Karenanya, menjadikan desa sebagai salah satu pilar pembangunan sudah merupakan langkah yang tepat. Diperlukan pelibatan banyak pihak dalam proses transformasi desa menjadi desa yang lebih berdaya.

Salah satu komponen penting dalam menemani desa menjalankan amanat undang-undang adalah pendamping desa. Profesi inilah yang bertugas untuk menemani proses perubahan menjadi desa yang lebih sejahtera termasuk di dalamnya penguatan mekanisme perdamian dan partisipasi perempuan.

Layaknya pendamping desa lainnya, Neta bertugas meningkatkan efektifitas dan kapasitas seluruh elemen desa, baik itu pemerintah desa, aset desa dan juga masyarakat desa dalam proses pembangunan desa. Neta juga mengkombinasikan pendekatan pemberdayaan perempuan dan peacebuilding dalam kerja-kerja yang dilakukannya. Tak heran, nilai-nilai kesetaraan gender dan juga perdamaian selalu dia sisipkan dalam setiap perkataan dan juga tindakannya.

DalamTalkshow She Build Peace beberapa waktu silam, Neta menceritakan bagaimana awalnya dia memutuskan untuk menjadi pendamping desa. Motivasi utama adalah rasa empatinya yang tinggi sehingga menggugah keinginan untuk memberdayakan masyarakat di desanya agar bisa berubah menjadi lebih baik. Neta juga termotivasi untuk mengubah masyarakat yang awalnya selalu berselisih karena perbedaan menjadi masyarakat yang lebih tolaran dan damai.

Neta kemudian mefokuskan kerjanya di sektor pertanian. Hal ini dikarenakan Neta melihat banyaknya lahan luas milik masyarakat yang kurang produktif sehingga perlu memotivasi masyarakat untuk bersama-sama melakukan inovasi guna meningkatkan produktifitas lahan.Tentu saja ini adalah tugas yang tidak mudah. Dibutuhkan kapasitas kepemimpinan yang baik dan mumpuni dalam menjalankan tugas sebagai pendamping desa.

Menurut Neta, pengalamannya di Sekolah Perempuan menjadi bekal yang membuat kapasitasnya sebagai pemimpin bisa terbangun. Di Sekolah Perempuan dia mendapatkan keterampilan dan pengetahuan bagaimana mengubah diri sendiri, terbuka pada perbedaan yang kemudian mengubah relasinya dengan orang lain, mengetahui hak-haknya sebagai warga negara, serta mngetahui cara pengorganisasian masyarakat.

Neta juga bercerita bahwa ketika awal pendampingan dirinya sangat bersemangat dan antusias bahkan terkesan terlalu memaksakan kehendak Keadaan ini justru membuatnya frustasi karena kenyataannya, masyarakat sulit berubah. Sampai akhirnya dia meyadari bahwa menciptakan perubahan di masyarakat tidak boleh terburu-buru karena perubahan bukanlah proses yang instan.

Kondisi itulah yang menjadi titik balik Neta dalam mengelola pendampingan. Dia mulai mengubah kominikasi pemdampingan dengan menjadi teladan. Artinya, Neta memulai segala sesuatu dari dirinya sendiri sehingga menjadi contoh bagi masyarakat dampingannya. Misalnya untuk menggerakkan masyarakat mau mengolah lahan, Neta mulai menanam di lahan percobaan, dia pun mengumpulkan informasi dan pengetahuan tentang bagaimana tata Kelola pertanian yang baik dan juga inovasi perkebunan.Hasil yang didapat neta akhirnya mampu menggerakkan para petani untuk lebih produktif lagi mengelola lahannya.

Sembari melakukan pemberdayaan para petani, Neta secara kreatif memasukkan nilai-nilai kesetaraan gender dan penguatan partisipasi perempuan ke dalam proses pemberdayaan petani laki-laki maupun perempuan. Lagi-lagi Neta memulainya dari diri sendiri dengan menjadi teladan.

Misalnya, alat cultivator yang digunakan untuk mengolah lahan biasanya digunakan oleh laki-laki, Neta tidak segan-segan menggunakan cultivator tersebut dalam mengolah lahan. Hal ini dilakukan agar petani perempuan sadar bahwa perempuan juga bisa mengoperasikan alat cultivator, tidak hanya laki-laki. Neta memberikan contoh bahwa sebuah alat itu netral gender. Harapan Neta, perempuan akan terbiasa memaksimalkan peran dalam pertanian.

Neta juga menginisiasi terbentuknya Kelompok Wanita Tani sebagai bentuk affirmative action partisipasi perempuan. Dengan adanya kelompok ini, anggota perempuan kemudian mempunyai ruang untuk memperkuat dirinya sehingga bisa lebih kuat menyuarakan hak-hak dan kebutuhannya secara kolektif. Salah satu yang berhasil dilakukan adalah memperjuangkan anggaran desa untuk pemberdayaan perempuan.

Neta berhasil melakukannya. Anggaran tersebut kemudian digunakan untuk mengadakan kelas dan pelatihan terkait pemberdayaan perempuan, tentu saja dengan memasukkan nilai-nilai kesetaraan gender dan perdamaian. Memulai dari diri sendiri, mencontohkan dan menjadi teladan nyatanya sukses mengantarkan Neta menjadi pendamping desa yang berpengaruh.

Perempuan yang mempunyai sifat feminin seperti keibuan, welas asih dan kasih saying. Di sisi lain juga memiliki sisi maskulin yang kuat, sukses diperankan seorang Netaria Perabu. Dengan menjadi teladan dia lebih bisa mengayomi dan membimbing. Masyarakat juga tidak sungkan untuk berkeluh kesah kepada Neta, Neta pun selalu siap sedia mendengarkan.

Kisah Neta memberikan inspirasi kepada kita bahwa perempuan sebagai pendamping desa bukanlah hal yang mustahil. Perempuan justru memiliki potensi lebih dalam menciptakan perubahan di masyarakat. Karena itu, selain diperlukan kapasitas yang mumpuni, kreatifitas dalam mengelola komunikasi dengan masyarakat juga diperlukan. Keteladanan yang dilakukan Neta adalah kunci keberhasilannya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments