Saturday, August 23, 2025

Maria Walanda Maramis, Membangun Literasi Perempuan Masa Pra Kemerdekaan di Minahasa, Sulawesi Utara

Perjuangan bangsa Indonesia pada masa pra kemerdekaan tidak hanya memerangi para penjajah kolonial belanda saja, tetapi juga berupaya mencerdaskan bangsa. 

Larangan sekolah semasa pemerintahan belanda mengakibatkan masyarakat Indonesia kesulitan mendapatkan akses pendidikan, terutama kaum perempuan baik kalangan atas apalagi kalangan menengah ke bawah. 

Di Minahasa, para perempuan terbiasa hidup berbaur dengan laki-laki dan memiliki peran yang sama yakni bekerja di sawah dan mengikuti upacara-upacara resmi daerah. Namun, mereka mendapatkan diskriminasi untuk belajar bersama. 

Hal inilah yang diperhatikan oleh Maria Walanda Maramis, beliau dikenal sebagai tokoh perempuan asal Minahasa, Sulawesi Utara, memperjuangkan akses pendidikan bagi perempuan. Maria melihat para perempuan desa yang tidak sekolah dan dituntut membina rumah tangga dengan kondisi di bawah garis kemiskinan sangat memprihatinkan. 

Para perempuan desa dipaksa menikah dini karena tidak memiliki hak atas kehidupannya, seperti mendapat pendidikan yang setara dengan laki-laki. Minimnya akses pendidikan akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan di masyarakat.

Bukan tidak mungkin, kekerasan juga akan meningkat. Terlebih, melanggengkan domestifikasi perempuan berdampak pada meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga dan stereotip gender yang menganggap bahwa perempuan tugasnya hanya di sumur, dapur, dan kasur. 

Ketika perempuan dirumahkan, mereka juga akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menjadi mandiri dan berdaya. Hal inilah yang menjadi latar belakang Maria tergerak merubah kondisi masyarakat Minahasa lewat literasi, khususnya bagi perempuan. 

Maria memiliki peran krusial dalam rekonstruksi politik perempuan Minahasa pada awal abad ke-20. Masyarakat Minahasa yang saat itu masih kental dengan budaya patriarki, Maria justru berani muncul dengan gagasan visionernya dengan mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT). 

Tak berhenti di situ, Maria juga mencetuskan idenya tentang 2 program yang akan dijalankannya. Sekalipun ia mendapatkan banyak kritikan dari para pengurus besar PIKAT serta masyarakat sekitar, tetapi ia selalu gigih mewujudkan cita-citanya memberdayakan perempuan. 

Berkat kegigihannya, para pengurus PIKAT perlahan mulai menerima pemikiran Maria. Dia mampu mengembangkan sekolah cabang di wilayah lainnya seperti Manado, Maumbi, Moteling, dan Tondano (Rahayu, 2014). 

Pemikiran Maria terkait 2 program yang akhirnya dicetuskan oleh PIKAT adalah penerbitan majalah dan mendirikan sekolah rumah tangga. Majalah menjadi salah satu media untuk menyebarluaskan ide-ide PIKAT ke seluruh masyarakat dan dapat menjangkau secara luas. 

Melalui surat kabar Tjahaja Siang, Maria menyuarakan pentingnya pendidikan dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di ruang publik. Ia juga menanamkan kesadaran politik di kalangan perempuan Minahasa serta melibatkan para perempuan dalam diskusi untuk mengambil keputusan. 

Maria juga sangat aktif terlibat dalam kampanye tentang pentingnya peran perempuan. Dia menggunakan berbagai metode seperti seminar dan diskusi untuk menyebarluaskan ide dan gagasan pemberdayaan perempuan. 

Mendirikan sekolah rumah tangga juga diperjuangkan Maria. Sekolah ini mengajarkan pengetahuan berumah tangga dimana kurikulum dibuat dan ditargetkan untuk para perempuan berumur 16 tahun yang siap berumah tangga pada masa itu. 

Tidak hanya sebagai pengajar, Maria juga mencari pendanaan dari kelas bangsawan salah satunya Mandagi Tikoalu, seorang perempuan bangsawan Manado, hingga akhirnya sekolah PIKAT diresmikan pada tanggal 2 Juni 1918 (Wolter, 2025). 

Dari perjuangan Maria, kita belajar bahwa pendidikan tidak hanya terbatas sekolah formal, melainkan mencakup pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Minahasa. Peningkatan literasi bukan sekedar baca, tulis, dan berhitung. Melainkan pembelajaran tentang kesehatan dan gizi untuk memperbaiki kualitas hidup keluarga juga termasuk bagian dari literasi. 

Peran Maria Walanda Maramis bagi masyarakat Minahasa dan sekitarnya telah membawa perubahan besar dari segi pendidikan akademis, pembelajaran praktis, dan aplikatif. Perjuangan seorang tokoh perempuan yang menjadi pondasi gerakan perempuan Minahasa yang patut direkognisi. 

Maria telah mampu membuka jalan terang bagi generasi perempuan untuk dapat berdaya secara intelektual dan finansial, termasuk menjadi pemimpin di ranah publik. Membawa perempuan turut berpartisipasi ke ranah publik dan meruntuhkan stigma atau label, dan subordinasi terhadap perempuan, bahwa perempuan senyatanya adalah subjek kehidupan.

Arifah
Arifah
Seorang penulis aktif yang tertarik dengan isu keperempuanan dan kesetaraan gender.

Terpopuler
Artikel

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here