Di Kabupaten Semarang, ada sebuah Kelurahan dengan jumlah TPS terbanyak yaitu 48 Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat Pemilu dan 27 TPS saat Pilkada Serentak. Kelurahan itu bernama Kupang yang terletak di Kecamatan Ambarawa. Dan di balik suksesnya Pengawasan Pemilu di sana, ada bukti nyata partisipasi seorang perempuan. Dia adalah Meilan.
PHK dan ruang-ruang perjumpaan
Sebelum berpartisipasi dalam Pengawasan Pemilu, Meilan adalah seorang asisten manajer di sebuah Koperasi Simpan Pinjam. Sudah 20 tahun dia bekerja di sana, hingga akhirnya dia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak pada 2022, silam. Berhenti bekerja dari sektor keuangan yang telah digelutinya selama 20 tahun, ternyata membawa Meilan pada ruang-ruang perjumpaan yang lain.
Alih-alih menjadi pengangguran, pasca PHK, Meilan justru mendapatkan banyak sekali ruang perjumpaan di masyarakat. Dia didapuk menjadi ketua program Dasa Wisma, sekretaris Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) tingkat Rukun Tetangga (RT), kemudian tingkat Rukun Warga (RW), bendahara RW dan kader Posyandu. Dimulai dari ruang-ruang perjumpaan inilah Meilan semakin banyak berinteraksi dengan masyarakat luas, dan tanpa disadari telah menciptakan sebuah kohesi sosial yang erat.
Tantangan Meilan Sebagai Perempuan Pengawas Pemilu
“…harus siap mental dan fisik, terutama Pengawas Pemilu Kelurahan Kupang…” adalah sepenggal perkataan Pak Camat saat pelantikan Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan yang sempat membuat Meilan berkecil hati. Sebagaimana tantangan berupa stigma yang selama ini tertanam di masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk yang rentan dan lemah secara mental dan fisik.
Tantangan bagi Meilan tidak hanya itu, pada saat pendaftaran calon Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa, Meilan adalah orang terakhir yang mengumpulkan berkas pendaftaran. Hal ini disebabkan karena informasi pendaftaran itu seakan tertutup dari kaum perempuan, sehingga dia terlambat dalam menerima informasi yang akibatnya juga terlambat dalam menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan.
Wilayah Kelurahan Kupang yang luas, jumlah TPS yang banyak, juga Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbanyak di Kecamatan Ambarawa menjadi tantangan lain bagi Meilan dalam partisipasinya sebagai Pengawas Pemilu. Bagaimana dia harus membagi waktu untuk mengunjungi satu persatu TPS untuk memastikan bahwa proses Pemilu di sana berjalan dengan lancar.
Dunia kepemiluan yang banyak diisi oleh laki-laki membuat Meilan harus berelasi dengan mereka. Dan tidak jarang relasi kerja dengan lawan jenis seperti ini menyudutkan Meilan pada stigma negatif di masyarakat, dengan membawa status Meilan yang merupakan orang tua tunggal. Perkataan “Kenapa ibu ini sering sekali keluar rumah, bahkan malam-malam sekalipun. Apalagi temannya juga banyak laki-laki”, adalah contoh dari sekian banyak perkataan yang menyudutkan Meilan dalam perannya sebagai Pengawas Pemilu.
Meski demikian, Meilan tidak menjawab tantangan itu dengan omong kosong belaka. Namun Meilan mampu menjawab dengan bukti nyata, kemampuan yang mumpuni, dan hasil kerja yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai perempuan Pengawas Pemilu.
Meilan dan Kepemimpinan Perempuan Pengawas Pemilu
Jiwa kepemimpinan Meilan sebagai perempuan Pengawas Pemilu memang tidak muncul begitu saja. Banyak proses yang dia lewati untuk membuktikan bahwa jiwa kepemimpinannya patut diacungi jempol. Meilan menyadari bahwa sebagai Pengawas Pemilu di tiingkat Kelurahan memang tidak memiliki tim. Untuk itulah dia melakukan banyak kolaborasi dengan stake holder di masyarakat untuk memudahkan jalannya dalam bertugas sebagai Pengawas Pemilu.
Meilan segera membangun komunikasi dengan jajaran perangkat di Kelurahannya, seperti Lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Panitia Pemungutan Suara (PPS), Seluruh Ketua RW yang ada di Kelurahan Kupang bahkan hingga bebenrapa Ketua RT sesaat setelah dia dilantik sebagai Pengawas Pemilu. Tidak hanya itu, dia juga pandai melakukan negosiasi politik dengan para tim kampanye dan tim sukses yang ada di Kelurahannya. Bentuk negosiasi politik yang dilakukannya berupa saran pencegahan secara lisan hingga tertulis semata agar mereka melakukan kampanye sesuai dengan peraturan yang ada.
Meilan dalam Kacamata WPS
Ada empat pilar utama dalam Women, Peace and Security (WPS), yakni pencegahan, perlindungan, partisipasi, dan pertolongan-pemulihan. Meilan dalam perannya sebagai perempuan Pengawas Pemilu telah melakukan dua dari keempat pilar tersebut, yakni pada pilar pencegahan dan partisipasi.
Untuk pilar pencegahan, Meilan yang merupakan seorang kristiani mampu menempatkan dirinya dalam dialog lintas iman bersama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ada di Kelurahan Kupang. Hal ini dilakukannya untuk memastikan kerja-kerja Pengawas Pemilu yang mengedepankan pencegahan terjadinya pelanggaran Pemilu daripada penindakan atas pelanggaran dapat tercapai. Karena menurutnya informasi dan suara dari para tokoh masyarakat dan tokoh agama akan banyak membantu kerja-kerja Pengawasan bagi Meilan, juga dalam mewujudkan Pemilu yang damai di Kelurahan Kupang.
Selain itu hadirnya Meilan di ruang-ruang perjumpaan di akar rumput, seperti pada kegiatan RT, RW, PKK, Dasa Wisma hingga Posyandu, perlahan namun pasti mampu menciptakan kohesi sosial yang erat di masyarakat. Hadirnya Meilan menjadi sangat diakui sebagai bagian dari masyarakat yang banyak berperan dalam memajukan masyarakat di lingkungannya. Suara Meilan didengar, kiprah Meilan diakui, kolaborasi Pengawasan partisipatif untuk Pemilu yang ditawarkan Meilan disambut baik oleh masyarakat.
Sedangkan untuk pilar partisipasi, Meilan sudah membuktikan bahwa terpilihnya dia sebagai Pengawas Pemilu untuk Kelurahan Kupang adalah bukti nyata partisipasinya dalam mengawal demokrasi bangsa. Meilan menunjukkan bahwa melalui pertisipasinya sebagai Pengawas Pemilu, adalah bukti nyata jika hakikatnya perempuan dan laki-laki adalah setara tatkala diberikan kesempatan yang sama. Meilan ingin mengabarkan bahwa dunia kepemiluan juga butuh kiprah dan partisipasi perempuan, sehingga Pemilu yang ramah terhadap perempuan secara perlahan namun pasti dapat terwujud.
Refleksi Meilan Sebagai Perempuan Pengawas Pemilu
“Kesetaraan gender itu perlu, tidak perlu ada diskriminasi. Menurut saya, semua (laki-laki dan perempuan) itu sama. Sama-sama ciptaan Tuhan. Dimana laki-laki bisa berkiprah, di sana perempuan juga dapat melakukannya. Dunia kepemiluan adalah dunia bagi laki-laki dan perempuan, dimana partisipasi keduanya sama-sama dibutuhkan. Perempuan yang menjadi Pengawas Pemilu adalah perempuan yang berani. Karena pada saat itu dia dengan berani mendobrak stigma negatif yang ini mengerdilkan peran perempuan di dunia Pemilu yang selama ini diklaim hanya milik laki-laki.”. –Meilan-