Saturday, July 27, 2024
spot_img
HomeBukuMenggugat Kebebasan dalam Novel “Pasung Jiwa”

Menggugat Kebebasan dalam Novel “Pasung Jiwa”

Judul buku:  pasung jiwa

Penulis: Okky Madasari

Penerbit: Gramedia, 2003,

Jml.hlm: 328 hlm,

ISBN:978-602-03-2220-9

 

Apa yang kita pikirkan ketika hidup dengan melimpah kemewahan dan segala fasilitas disediakan oleh orang tua? Barangkali posisi itu impian semua orang. Bahkan, jargon kita hari ini ketika harus bekerja keras, alasan terbaiknya adalah menghindar dari kemiskinan, atau bisa jadi agar anak kita tidak merasakan kesulitan yang smaa seperti kita. Namun, hal itu tidak terjadi pada Sasana.

Sasana adalah nama tokoh yang ditampilkan oleh Okky Madasari dalam novel “Pasung Jiwa”. Menceritakan kehidupan yang serba diberi ruang kemewahan. Namun, kebebasan tidak didapatkan oleh Sasana. Ia lahir dari seorang ayah pengacara dan seorang ibu dokter bedah. Sejak kecil, ia diberikan piano untuk bermain musik. Kecintaan orang tuanya pada music, menjadikan Sasana, anaknya, harus bisa bermain musik.

Segala pendidikan musik diberikan oleh orang tuanya dengan mendatangkan guru les. Akhirnya, ia mahir dengan segala jenis nada piano dengan lagu klasik yang selama ini dimainkannya. Kemampuannya di bidang musik tidak diragukan lagi. Ia mendapatkan banyak sekali kejuaraan yang membuat orang tuanya bangga. Tapi kebahagiaan itu tidak dirasakan oleh Sasana. Ia justru merasa tidak bebas dengan segala keinginan dan harapan yang dimiliki oleh kedua orang tuanya.

Hingga suatu hari, Sasana memberanikan diri untuk menonton pertunjukan music dangdut yang tidak jauh dari rumahnya. Mengetahui hal itu, ayah dan ibunya marah besar. Mereka melarang Sasana menonton bahkan mendengarkan musik dangdut. Bagi mereka, musik tersebut kampungan dan tidak layak. Namun, kecintaan terhadap dangdut sepertinya mandarah daging kepada Sasana.

Pada kisah selanjutnya, Sasana dewasa sudah menapaki dunia perkuliahan. Ia mendapatkan akses yang bebas karena jauh dari orang tuanya. Kehidupan di perantauan, yakni di Malang, membawa Sasana pada dunia yang sebenarnya. Ia justru meninggalkan kuliah dan tinggal bersama teman barunya, Cak Jek panggilannya. Bersama Cak Jek, Sasana seperti merasa terlahir kembali. Keputusan dalam hidupnya yakni, ia merubah diri dan penampilan dengan nama Sasa, dengan musik dangdut dan goyangan yang menjadi ciri khasnya.

Kehidupannya tidak jauh dari kafe yang satu ke kafe yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ia juga kenal dengan cak Man, pemilik kafe yang biasa menjadi tempat Cak Jek dan Sasa ngamen. Jalan hidupnya ia pilih untuk mendapatkan kebebasan. Hingga suatu hari, Cak Man histeris mengetahui anaknya, Marsini, hilang dari pekerjaannya. Cak Man meminta bantuan kepada Cak Jek dan Sasa.

Alasan terbesar mengapa Marsini hilang karena, ia bersama 5 teman lainnya menuntut kenaikan upah kepada pihak pabrik. Pasca penuntutan tersebut, Marsini besama teman- temannya hilang seketika. Cak Jek dan Sasa beserta Cak Man, dan dibantu oleh kelompok musim Marjinal melakukan demonstrasi kepada pabrik untuk mengetahuai Marsini. Namun, justru kenyataan pahit harus diterima. Mereka dianiaya, dipukul dan mendapatkan penganiayaan dari pihak kepolisian yang diutus oleh pabrik.

Kehidupan pasca itu sangat berubah. Sasa kembali kepada ibunya, sedangkan Cak Jek merantau ke Batam untuk bekerja. Fase baru bagi keduanya sangat sulit sekali. Sasa oleh orang tuanya dimasukkan ke penjara dan mengalami banyak sekali trauma dalam hidupnya. Hingga akhirnya, ibunya mengetahui betul apa yang diinginkan oleh anaknya tersebut. Sang ibu memutuskan untuk mendampingi Sasana menyanyi, tampil di pelbagai acara, selayaknya artis papan atas.

Sedangkan Cak Jek, pahitnya hidup di perantauan mempertemukan dia dengan lascar jihad di Jakarta. Kelompok agama yang bekerja atas nama tuhan. Menuntas kemasiatan yang terjadi. Mereka menggrebek hiburan malam, hotel-hotel, ataupun tempat hiburan yang mengundang kemaksiatan. Cak Jek kemudian memutuskan untuk balik ke Kota Malang, bergabung bersama laskar jihad Malang. Keduanya dipertemukan ketika konser Sasana di Malang.

Laskar jihad justru menganiaya Sasana hingga babak belur dan iapun dipenjara lantaran diduga menista agama. Namun, sepertinya ada yang salah dari itu semua, sebab Cak Jek justru merasa jalan hidup yang dipilihnya sesat dan tidak benar-benar atas nama tuhan. Akhirnya, pergilah ia ke penjara dan membebaskan Sasana. Keduanya keluar dari penjara itu dan sama-sama memulai kehidupan bebas yang baru.

Novel ini syarat akan makna. Di dalamnya berisi hiruk pikuk kehidupan pasca reformasi, ditambahkan dengan kelompok-kelompok islamis yang menyebar di pelbagai daerah, khususnya pada tahun-tahun tersebut, Tulisan ini memberikan makna yang begitu luas bagi pembaca. Tidak hanya itu, penulis secara ciamik menuangkan diksi di pelbagai situasi. Namun, ada beberapa hal yang belum tuntas dalam cerita ini, misalnya: bagaimana kabar Marsini yang hilang. Penokohan sang ayah ketika menolak kehadiran Sasana tidak ditampilkan begitu dalam.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments