Saturday, August 23, 2025

Mengenal Rukmini Toheke, Perempuan Adat Penjaga Hutan Toro Sulawesi Tengah

Rukmini Toheke adalah perempuan adat dari Toro, Sulawesi Tengah. Ia terkenal sebagai penjaga hutan Toro dan juga pejuang hak-hak perempuan adat. Saat ini ia merupakan tina ngata atau ibu kampung, Dewan Pimpinan Kampung di Komunitas Adat Toro.

Komunitas Adat Toro memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam. Pasalnya, sudah berabad-abad lamanya, perempuan adat Toro diyakini memiliki pengetahuan tentang pemikiran, gagasan, dan praktik-praktik budaya pengelolaan sumber daya alam. 

Meski begitu, peran perempuan adat Toro pernah mengalami pasang surut. Terlebih, saat masa kolonial Belanda dan Orde Baru yang mengintervensi budaya paling asasi di komunitas adatnya.

Banyak ruang yang tidak bisa lagi dikendalikan oleh perempuan adat Toro, misalnya dalam pengelolaan sumber daya alam, peran mereka digantikan oleh para petugas penyuluhan lapangan. 

Lambat laun, peran tina ngata semakin terpinggirkan. Perempuan Toro ditempatkan dalam mengelola urusan-urusan domestik. Bahkan tidak jarang, dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perempuan adat Toro juga sering kali disalahkan. 

Mengembalikan Peran Tina Ngata

Dilansir dari mongabay.co.id, karena keresahan tersebut, Rukimini akhirnya berjuang untuk mengembalikan peran perempuan adat Toro. Sejak tahun 1994, ia mulai menggali kembali peran penting perempuan adat yang telah direduksi negara. Menurutnya, dulu tina ngata memainkan fungsi penting dalam peradilan adat di Ngata Toro (Kampung Toro).

Selain itu, ia juga menggali kembali makna dan konteks pobolia ada (perempuan sebagai penyimpan adat), pangalai baha (perempuan sebagai bagian dari pemutusan perkara), dan potavari bisa (perempuan sebagai pendamai).

Lewat pintu tersebut, Rukmini akhirnya berhasil membangkitkan gerakan perempuan Toro. Bahkan tidak hanya itu, pada akhir 1999-an, Rukmini juga memimpin gerakan perempuan adat untuk melawan pihak taman nasional yang merebut wilayah adat mereka. Ia bersama para perempuan adat lainnya, terlibat negosiasi merebut kembali wilayah adat.

Tahun 2001, peran tina ngata pun kembali. Ini merupakan momen yang berharga bagi para perempuan adat Toro. Pada saat yang sama, Rukmini juga mendirikan Organisasi Perempuan Adat Ngata Toro sebagai wadah menyuarakan hak-hak perempuan adat dalam berbagai forum.

Lewat organisasi ini, dia mengorganisir perempuan adat untuk menyelenggarakan kongres pertama yang membahas isu gender dan perempuan adat. Setelah kongres, perempuan adat Toro makin bangkit dan berperan dalam banyak ruang, salah satunya dalam tradisi kain kulit kayu yang menegaskan kedudukan perempuan adat, terutama dalam ritual adat.

Selain itu, Rukmini juga berhasil mendorong penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 42/2013 tentang Pedoman Peradilan Adat Sulteng yang mendorong kemerdekaan perempuan adat. 

Tidak hanya itu, perjuangan Rukmini juga melebar pada ranah pendidikan. Ia mendirikan sekolah aman dan sekolah adat. Sekolah-sekolah tersebut menjadi tempat para perempuan adat Toro untuk mengajarkan bahasa daerah, pembuatan kerajinan tradisional, hukum adat, tradisi budaya dan kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan ekologi pada generasi muda.

Perjuangan yang dilakukan Rukimi memperlihatkan pada kita bahwa perempuan adat di Ngata Toro mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan alam. Tidak hanya menjaganya agar tetap utuh, tapi juga menjadikan alam sebagai ruh kehidupan yang tidak boleh dirusak dengan alasan apapun. 

Perempuan Adat Toro Penjaga Hutan Abadi

Dikutip dari estungkara.id, mayoritas masyarakat adat Toro adalah petani tradisional. Mereka menggunakan hutan sebagai sumber kehidupan. Berbagai kebutuhan pangan tercukupi dengan memanfaatkan hutan untuk berkebun (pobonea), menanam padi (pae) dan sebagainya. Selama berkebun dan bertani, mereka dilarang pakai pestisida.

Berprinsip kearifan lokal, Komunitas Adat Toro membagi hutan dalam beberapa tingkatan atau kategori (zona) menurut pengetahuan dan pemanfaatan yang ditetapkan leluhurnya. Seperti, wana ngkiki, yaitu zona hutan di puncak gunung didominasi rerumputan, lumut dan perdu. Di zona ini tidak boleh ada aktivitas manusia karena dianggap sumber udara segar (winara) orang Toro.

Dalam hal ini, perempuan adat Toro menjadi tokoh kunci dalam menjaga hutan agar tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ketika mereka menemukan orang yang melakukan penebangan pohon ilegal di zona yang dijaga, maka mereka punya hak untuk melakukan protes pada lembaga adat. 

Sebab, perempuan Toro memiliki akses kontrol lebih tinggi atas pengelolaan sumber daya alam di Ngata Toro. Di sisi lain, Rukmini sebagai tina ngata, juga punya kekuatan untuk mengambil keputusan untuk memberi efek jera pada para penebang pohon ilegal tersebut. 

Posisi tina ngata dalam kepemimpinan Rukmini dan agensi perempuan adat Toro lainnya telah membuktikan berbagai keberhasilan, terutama dalam hal menjaga hutan agar tidak dirusak dan dieksploitasi. 

Dalam Komunitas Adat Toro, hutan bukan benda mati. Ia adalah urat nadi sumber penghidupan yang harus terus dijaga. Hutan adalah bagian dari ruh kehidupan masyarakat Toro. Karena itu, menjaga hutan sama saja dengan menjaga kehidupan manusia. 

Ajaran ini selalu dipegang teguh oleh seluruh masyarakat adat Toro. Termasuk perempuan. Karena perempuan Toro adalah penjaga hutan abadi, subjek penjaga keberlangsungan kehidupan manusia dan alam. 

Agensi Perempuan dalam Komunitas Adat Toro

Di Komunitas Adat Toro, perempuan memang mempunyai akses kontrol dalam merancang pekerjaan pertanian, sebagai mediator konflik dalam kampung, dan mengatur kerja-kerja pengelolaan lahan. Baik di sawah maupun ladang, mereka punya aturan untuk menentukan kapan waktu untuk menanam dan memanen. 

Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari, tina ngata juga mempunyai peran penting di masyarakat. Misalnya dalam kegiatan musyawarah kampung, jika tina ngata tidak hadir dalam pertemuan tersebut, maka hasil musyawarah tidak dianggap sah. Bahkan harus dibatalkan. 

Posisi ini sangat strategis, sehingga suara perempuan bukan hanya menjadi pertimbangan, tapi juga menjadi penentu sebuah kebijakan dalam kegiatan musyawarah. Tentu, peran tina ngata harus terus dijaga agar tidak diambil alih lagi. Sebab, dalam banyak konteks sosial, tangan dingin perempuan mampu membawa kehidupan tetap selaras dan damai. Baik di antara sesama manusia, maupun dengan alam. []

Fitri Nurajizah
Fitri Nurajizah
Fitri Nurajizah, lebih senang dipanggil Fitri aja. Senang berkegiatan di alam, terutama hutan & gunung. Sehari-hari aktif bekerja di Media Mubadalah.id dan sedang menjadi sahabat teman-teman Program Beasiswa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF menulis. Jika ingin lebih dekat, bisa disapa di akun Instagram @fitri-nurajizah

Terpopuler
Artikel

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here