Saturday, August 23, 2025

Tangan Dingin Perempuan Papua: Kisah Kelompok Waifuna dan Perempuan Enggros Lestarikan Alam Nusantara

Hutan perempuan merupakan hutan bakau di Teluk Youtefa, Jayapura, Papua. Hutan tersebut dirawat oleh perempuan-perempuan Enggros dan Tobati secara turun-temurun. Seperti namanya, hanya perempuan yang boleh masuk di Hutan Perempuan. Laki-laki dilarang masuk dan jika melanggar wajib membayar denda adat berupa manik-manik warna biru, salah satu benda berharga bagi masyarakat sana. 

Di dalam Hutan Perempuan, para perempuan Enggros dan Tobati mencari kerang tanpa memakai busana. Hutan tersebut bukanlah sekadar hutan, tetapi juga mereka menganggapnya sebagai teman. Sembari mencari kerang, para perempuan bebas mencurahkan isi hatinya tentang masalah apa saja yang tidak bisa mereka sampaikan di dalam rumah. 

Bagi sebagian perempuan, dinding dan lantai di rumah seolah punya telinga. Cerita dan keluh kesah mereka mudah tersebar kemana-mana. Sayangnya, ancaman kerusakan alam menghantui kelestarian Hutan Perempuan di Teluk Youtefa. 

Gencarnya proyek pembangunan mengakibatkan penyusutan drastis wilayah hutan, belum lagi pencemaran akibat sampah dari perkotaan yang seringkali bermuara di Teluk Youtefa. Menurut data econusa.id, sejak tahun 1967 hingga 2018, Teluk Youtefa (Jayapura, Papua) telah kehilangan lebih dari 50% luas ekosistem mangrove. 

Penurunan ini mengindikasikan pengurangan yang signifikan, sebesar lebih dari setengah dari luasan awal. Ancaman kerusakan Hutan Perempuan akan merenggut sumber pangan dan sumber penghidupan masyarakat sekitar. Kawasan hutan semakin mengecil, kesakralan Hutan Perempuan perlahan meredup. Perempuan Enggros dan Tobati tidak lagi merasa aman dan nyaman dalam beraktivitas.

 

Kelompok Waifuna di Raja Ampat

Selain perempuan Enggros dengan Hutan Perempuannya, praktik baik perempuan perdamaian lainnya datang dari Kelompok Waifuna di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. 

Mereka adalah kelompok perempuan yang mengelola sasi, tradisi pengelolaan sumber daya laut. Dalam Sasi, diberlakukan pembukaan dan penutupan yang mengatur musim memanen kerang dan biota laut tertentu. 

Pembukaan Sasi berlangsung selama 3-7 hari. Kelompok Waifuna menerapkan buka-tutup sasi selama satu tahun. Namun, di kelompok lainnya ada yang menerapkan tutup sasi selama tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun. Tergantung kesepakatan antara kelompok pengelola sasi dengan perangkat desa. 

Selama pembukaan sasi, ada beberapa aturan tentang penangkapan hasil laut, seperti hanya boleh memanen jenis biota laut yang telah disepakati, seperti teripang dan lobster dengan minimal ukuran tertentu, serta tidak boleh menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Namun, segala upaya maksimal yang dilakukan Kelompok Waifuna dalam menjaga kelestarian Laut Raja Ampat tersebut justru bertolak belakang dengan proyek pembangunan pemerintah yang memberi izin beberapa perusahaan untuk melakukan kegiatan penambangan nikel di Raja Ampat. 

Pertambangan nikel ini kemudian terdengar di masyarakat luas karena aksi Paulina, perempuan muda dari Papua dan tiga Pemuda Papua lainnya  membentangkan spanduk berwarna kuning bertuliskan ‘Save Raja Ampat from Nickel Mining’  dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025 lalu. 

Aksi tersebut mereka lakukan saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno berpidato di sebuah acara dan dihadiri oleh pengusaha tambang dunia. Tindakan Paulina dan rekannya didukung dengan data hasil pengamatan Greenpeace Indonesia bahwa eksploitasi nikel di Raja Ampat telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.

Adanya kegiatan penambangan di Raja Ampat tentu mendapat banyak penolakan. Kritik dan kecaman dari masyarakat luas mengingat keindahan dan kekayaan alam Raja Ampat penting dilestarikan. 

Kawasan Raja Ampat memiliki kekayaan alam sebesar 75% spesies terumbu karang di dunia, 1.400 jenis ikan-ikan karang, dan 700 invertebrata jenis moluska. Berita tentang tambang nikel di Raja Ampat ini bahkan menghebohkan satu negara dengan hashtag #SaveRajaAmpat. 

Kemarahan Paulina dan rekannya berhasil membuka mata masyarakat luas terhadap ancaman kerusakan alam di Raja Ampat. Menghadapi berbagai respon penolakan dari masyarakat, akhirnya pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel di Raja Ampat, Papua Barat daya, pada Selasa 10 Juni 2025.

Perempuan Teluk Youtefa dan Kelompok Waifuna adalah contoh nyata praktik baik perempuan dalam melestarikan dan merawat alam. Perempuan dengan 

Belva Rosidea
Belva Rosidea
dokter gigi yang tak hanya jatuh cinta pada gigi, tapi juga pada kata, sastra, dan kamu yang membaca

Terpopuler
Artikel

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here