Friday, October 25, 2024
spot_img
HomeBukuRara Mendut: Perempuan yang Melintasi Zaman

Rara Mendut: Perempuan yang Melintasi Zaman

Judul Buku: Rara Mendut, Pengarang: Y. B. Mangunwijaya, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Tahun Terbit: Oktober, 2019, Jumlah Halaman: 338, Genre: Fiksi Sejarah

Novel trilogi karya Y.B Mangunwijaya ini merupakan salah satu karya sejarah yang sangat kompleks untuk dipahami. Kisah tersebut terangkum dengan berbagai alur cerita menegangkan dan tidak mudah ditebak oleh pembaca. Novel ini mengandung latar belakang sejarah, jauh sebelum perang antara Pati dan Mataram berkobar.

Rara Mendut adalah seorang budak rampasan yang menolak diperistri oleh Tumenggung Wiraguna karena cinta kepada Pranacitra. Ia dibesarkan di kampung nelayan Pantai Utama Jawa, dan tumbuh menjadi gadis yang trengginas dan sangat lantang menyuarakan pendapat dan isi pikirannya. Tidak hanya itu, ia sangat gesit dalam menjalankan hidup dan sangat pantas untuk menjadi nelayan bahkan nahkoda.

Namun, di lingkungannya ia dianggap sebagai ‘nyebal tatanan’, sebutan bagi perempuan yang pembangkang dan tidak merepresentasikan perempuan ideal. Perempuan ideal yang dimaksud dalam tradisi pada masa tersebut adalah bersikap halus, patuh, dan lemah lembut. Rara Mendut justru sebaliknya. Ia berani membantah bahkan meretas tradisi yang berkembang pada masa tersebut, salah satunya adalah ketika menolak Tumenggung Wiraguna.

Singkat cerita, Adipati Pragola menaruh hati kepada Rara Mendut. Diboyonglah dia ke kadipaten. Belum sempat dijadikan selir, tersebar berita bahwa Adipati akan melakukan pemberontakan melawan Mataram dan diamuk habis oleh tentara Tumenggung Wiraguna. Kemenangan ini menjadi babak baru dalam perjalanan Wiraguna karena untuk meminta hadiah atas jasanya membawa kejayaan bagi Mataram, ia hanya meminta satu hadiah yakni menikahi Rara Mendut atau menjadikan Rara Mendut sebagai selir.

Padahal, kemenangan Tumenggung Wiraguna karena membawa Kejayaan, bisa saja mendapatkan harta dan kekuasaan yang lebih tinggi untuk melanjutkan kehidupannya. Bahkan seandainya Wiraguna meminta 10 perempuan untuk menjadi selir, kerajaan Mataram mampu mengabulkan permintaan itu. Namun, ia hanya meminta Rara Mendut untuk menjadi selirnya.

Akhirnya, Rara Mendut, Genduk Duku dan Nyai Semangka diboyong ke puri Wiraguna. Nyatanya, Rara Mendut menolak menjadi selir Wiraguna karena ia sudah mencintai laki-laki lain, yakni Pranacitra. Keputusan itu membuat Wiraguna murka. Namun, kemurkaan tersebut tidak membuat dirinya berhenti mengejar Rara Mendut. Ia justru menciptakan aturan yang dirasa bahwa, Rara Mendut tidak sanggung melakukannya.

Rara Mendut dipaksa menyetorkan uang harian dari 3 real, kemudian naik menjadi 10 real, kemudian naik sampai 20 real per hari. Untuk mendapatkan uang, ia rela menjual roko di pasar untuk mendapatkan uang agar bisa membayar pajak yang ditentukan oleh Wiraguna. Ketentuan ini sebenarnya ditentang oleh istri Wiraguna, Nyai Ageng. Meskipun pada mulanya ia dan selir yang lain membenci Rara, namun karena ketentuan yang dirasa memberatkan tersebut.

Nyai Ageng selalu menasehati suaminya agar tidak memberikan hukuman yang berat. Peringatan itu tidak digubris oleh Wiraguna. Tetap saja, ia berusaha keras untuk menghukum Rara agar bisa menjadikannya sebagai selir. Suatu ketika, Rara Mendut memilih kabur dengan Pranacitra. Kenyataan ini membuat Wiraguna murka. Bahkan, untuk mencari keberadaan kedua orang tersebut, ia mengerahkan pasukannya. Keputusan Wiraguna untuk mengerahkan pasukan dalam mencari Pranacitra dan Rara Mendut bukan perkara cinta. Namun, ia murka karena dipermalukan oleh perempuan kelas rendah dari pantai utara.

Rara Mendut dan Pranacitra tahu apa yang menanti mereka jika pelarian mereka gagal, tapi bagi mereka “kemerdekaan tidak pernah hanya hadiah belaka. Kemerdekaan harimau pun, garuda pun, adalah buah perjuangan kesadaran harga diri” (hal330). Sehingga, dengan tersenyum, mereka berdua pun bersiap dengan segara takdir yang menanti mereka di depan mata. “Sebab asmara dapat padam, tetapi kesetiaan mengatasi maut, dan sanggup melagukan gendhing mistika yang berwarta, bahwa Yang Maha Pencipta adalah Mahakuasa sekaligus Mahacinta. Dan cinta berarti setia” (hal 273).

Sosok Rara Mendut adalah perempuan yang melintasi zaman karena sudah berhasil menolak pernikahan yang dapat menyakiti hatinya. Ia memilih untuk mengukir sejarah hidupnya dengan berbagai tantangan yang dihadapinya. Sementara itu, novel ini bukan hanya berkisah tentang kisah percintaan. Namun, lebih daripada itu, penulis mengungkapkan sejarah yang justru, tidak memihak perempuan dengan konstruksi budaya dan

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments