Friday, November 22, 2024
spot_img
HomeOpiniNilai Perdamaian dalam Peristiwa Ammul Jamaah

Nilai Perdamaian dalam Peristiwa Ammul Jamaah

Perpindahan kekhalifahan dari Utsman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib menuai banyak konflik. Lalu, bagaimana nilai perdamaian yang bisa diambil? Meskipun telah dibaiat oleh penduduk muhajirin dan anshor, namun Muawiyah menganggap kekhilafah Ali inkonstitusional. Muawiyah beranggapan bahwa kekhilafahan tak hanya milik muhajirin dan anshar, karena wilayah Islam sudah berkembang di berbagai wilayah bahkan hingga ke kawasan Eropa.

Konflik antar Ali dan Muawiyah ini mengakibatkan terjadinya perang siffin dan berakhir dengan tahkim atau arbitrase. Dalam tahkim tersebut, disepakati Ali mundur dari kursi kekhilafahan begitupula dengan Muawiyah juga harus turun dari jabatannya sebagai gubernur. Kepemimpinan Islam kemudian diambil alih oleh Hasan bin Ali. Namun demikian, sama dengan pemerintahan sebelumnya, Muawiyah juga tidak berkenan untuk membaiat.

Melihat keengganan Muawiyah untuk membaiat dirinya, Hasan segera bersurat kepada Muawiyah. Inti dari surat tersebut adalah permohonan dari Hasan kepada Muawiyah untuk tidak melakukan peperangan lagi. Hasan tidak ingin terjadi perang sesama muslim sebagaimana perang Jamal dan Siffin. Hasan menginginkan perdamaian, alih-alih sebuah peperangan.

Surat dari Hasan bin Ali tersebut ditanggapi Muawiyah. Muawiyah menyatakan bahwa keengganan Muawiyah untuk membaiat Hasan bin Ali bukan karena dendam politik. Muawiyah menolak kepemimpinan Hasan karena secara kapasitas, Hasan tidak memiliki latar politik dan militer. Sehingga kepemimpinan Hasan tidak mengalami perkembangan. Sedangkan Muawiyah melihat ada banyak potensi yang bisa dikerahkan muslim untuk melakukan perluasan wilayah dan dakwah.

Setelah itu, Hasan mendengar pasukan Muawiyah sedang bersiap untuk melakukan penyerangan ke Kufah. Hasan menyadari bahwa kapasitas pasukannya tidak mumpuni untuk melawan pasukan Muawiyah. Terlebih, pasukan di bawah Hasan juga tidak semuanya taat terhadap perintah Hasan. Disisi lain, Hasan juga mengedepankan perdamaian dan tak ingin terjadi pertumpahan darah hanya karena posisi dan jabatan politik. Maka Hasan memutuskan untuk menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah dengan jalan damai.

Ammul Jamaah sebagai Simbol Perdamaian di Tengah Konflik

Ditengah konflik berkepanjangan yang terjadi antar sesama muslim, memutuskan jalan perdamaian bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir. Keikhlasan hati Hasan bin Ali, dan juga keluasan hati Muawiyah untuk meredam keinginan berperang menjadi nilai-nilai baik yang harus dipertahankan hingga saat ini. Tak mudah tentunya bagi keduanya sebagai seorang pemimpin untuk meredam ego diri. Namun pada akhirnya mereka menyepakati jalan perdamaian sebagai jalan akhir untuk menyudahi pertikaian.

Tahun bersejarah tersebut terjadi  pada tanggal 25 Rabiul Awwal 41 H / 661 M. dikenal dengan istilah ammul jamaah atau tahun persatuan. Untuk memastikan tak akan terjadi lagi konflik internal pada pemerintahan Muawiyah, mereka menyepaki beberapa perjanjian. Hasan mengajukan beberapa permintaan, dan Muawiyah berjanji akan menuanaikan permintaan tersebut dengan syarat kubu Hasan bin Ali tak akan melakukan perlawanan kepada Muawiyah. Adapun permintaan Hasan yang diajukan kepada Muawiyah, antara lain:

Pertama, Muawiyah harus memberikan jaminan keamanan pada keluarga Hasan bin Ali. Tidak semua pendukung Hasan setuju dengan keputusan Hasan untuk menyerahkan pemerintahan kepada Muawiyah. Karena bagi sebagian orang, hal tersebut merendahkan martabat keluarga. Oleh karena itu, untuk menghindari perlawanan internal dari kubu Hasan sendiri kepada Hasan, ia meminta perlindungan keamanan dari Muawiyah.

Kedua, kepemimpinan politik diserahkan kembali kepada kaum muslimin pasca Muawiyah wafat. Hasan menghendaki kepemimpinan politik diserahkan kembali kepada muslim jika kepemimpinan Muawiyah berakhir. Hasan menghendaki sistem demokrasi tetep berjalan untuk menentukan kepemimpinan selanjutnya. Agar tidak terjadi kooptasi kepemimpinan dalam Islam.

Ketiga, pajak kota Ahwaz diberikan setiap tahun kepada keluarga Hasan bin Ali. Karena Hasan bin Ali tak lagi terlibat dalam sistem pemerintahan Muawiyah, maka keberlangsungan kehidupan keluarga Hasan dipenuhi melalui pemberian pajak. Dari sekian luas wilayah yang sudah berada di wilayah kekuasaan Islam, Hasan hanya meminta satu bagian kecil saja yaitu Ahwaz. Adapun pajak wilayah lain dikembalikan kepada pemerintahan dan dikelola untuk kemaslahatan masyarakat.

Dampak positif dari ammul jamaah tersebut, pemerintahan Muawiyah bisa melakukan perluasan wilayah dengan maksimal. Stabilitas politik juga terjaga, dan nyaris tak ada pertikaian internal. Sementara itu, Hasan bi Ali sebagai pihak oposisi juga mendapatkan haknya baik dari segi ekonomi maupun keamanan. Ada nilai penting dari konsep ammul jamaah yang harus kita teladani di masa saat ini. Dengan perdamaian, cita-cita Islam untuk memperluas dakwah lebih mudah direalisasikan. Ketika kita disibukkan dengan konflik internal sesama muslim, maka sesungguhnya yang didapatkan hanyalah kerugian semata.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments