Sebagai umat beragama, seluruh masyarakat Indonesia pasti mempercayai terhadap kebenaran agamanya masing-masing. Namun, di sisi lain masyarakat juga perlu menghargai ajaran kebenaran yang diyakini oleh orang lain. Karena “Itulah hakikat toleransi” yang diajarkan oleh Gus Dur sebagai Bapak toleransi dunia kepada masyarakat Indonesia.
Gus Dur merupakan ikon toleransi di Indonesia dan dikenal sebagai tokoh kemanusiaan dunia. Beliau menyampaikan orang Islam tidak punya alasan untuk berbuat kasar, tidak terpuji dan keras kepada kelompok lain yang keyakinannya berbeda. Hal ini juga merujuk pada etika kebangsaan yang harus dipahami, bahwa hak beragama ini diakui oleh negara dan dijamin konstitusi.
Ketika keberagaman sedang dihancurkan oleh sikap intoleran dan radikal, saat semangat persatuan dirobek-robek oleh egoisme kelompok dan fanatisme sempit. Maka toleransi jangan sampai mati di negeri ini. Karena Indonesia telah melewati proses panjang yang melelahkan, dengan perang antar saudara sebangsa dan se-agama, pertikaian darah, serta kerusuhan demi kerusuhan sepanjang masa kemerdekaan sampai diera reformasi.
Berbagai perjuangan tersebut, mari kita jadikan sebagai pelajaran ke depan untuk tidak lagi kita mewariskan konflik pada generasi mendatang. Dan mari berupaya meninggalkan jejak sejarah peradaban yang dikenang baik di masa yang akan datang. Karena Indonesia adalah kita. Kerukunan antar umat beragama harus terus dijaga, dirawat dan dipupuk dengan saling percaya antar elemen bangsa. Saling menghormati, saling menghargai perbedaan yang ada, karena Indonesia dibangun dengan penuh berjuangan dan tidak dalam waktu yang singkat.
Mari merawat dan menjaga toleransi untuk menciptakan keharmonisan hubungan antar umat beragama, berbahasa dan berbangsa. Karena, jika sampai rusak keharmonisan akan sangat sulit untuk dipulihkan kembali. Tidak diragukan lagi, bahwasannya Islam sangat menganjurkan sikap toleransi, tolong- menolong, hidup harmonis serta dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka. Seperti yang disampaikan Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, bahwa Allah tidak melarang umatnya untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka dalam masalah agama, seperti berbuat baik dalam persoalan perempuan dan orang lemah.
Barang siapa yang membunuh non-Muslim yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surga itu bisa dicium dari jarak 40 tahun perjalanan di dunia.” (H.R. Bukhari)
Berdasarkan hal tersebut, Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya menegaskan ayat ini merupakan dalil yang mewajibkan umat Islam untuk berbuat baik kepada non Muslim, selama mereka tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari negeri mereka serta tidak membantu orang lain untuk mengusir umat Islam dari negeri mereka. Bahkan Nabi Muhammad Saw mengancam umat Islam yang memerangi non Muslim dengan peringatan keras dan tegas untuk tidak memasukkan mereka ke dalam surga.
Bahkan dalam hadist HR Bukharo menyebutkan, “Barang siapa yang membunuh non-Muslim yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surga itu bisa dicium dari jarak 40 tahun perjalanan di dunia.”
Islam mengakui adanya pluralitas agama dengan dalil firman Allah SWT dalam surat al-Kafirun ayat ke-6. Ayat ini, menegaskan bahwa Islam tidak mengakui kebenaran ajaran agama lain selain ajaran Islam sendiri, walaupun Islam mengakui keberadaan agama-agama lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengakuan Islam terhadap keberadaan agama lain telah ada semenjak masa Nabi Muhammad Saw sampai saat ini. Namun yang perlu digaris bawahi bahwa Islam tidak pernah mengakui kebenaran agama lain.
Maka sebagai masyarakat yang hidup di era sekarang ini, tugasnya adalah merawat dan melestarikan keragaman dengan menghiasinya dengan toleransi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bapak Pluralisme dunia yaitu Gus Dur. Meminjam kalimat Gus Mus dalam buku Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus karya KH. Husein Muhammad, disebutkan “Hendaklah kalian menjadi manusia, artinya mengerti bahwa dirinya adalah manusia, mengerti tentang manusia lain, dan bisa memanusiakan manusia”.
Maksud konsep memanusiakan manusia yang sering didengungkan oleh Gus Dur adalah “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”. Karena agama hanyalah bungkus, tempat, dan ruang di mana kita bernaung. Yang lebih esensi adalah isi dari agama yang mengajarkan tentang kebaikan serta kebenaran. Bukan berarti merasa paling benar lalu merasa paling baik dan ingin menang sendiri.