Sunday, December 1, 2024
spot_img
HomeOpiniPeran Perempuan dalam Membangun Peradaban

Peran Perempuan dalam Membangun Peradaban

Suasana Aula Utama PPTQ Al-Asy’ariyyah Wonosobo, pada hari itu begitu syahdu. Perempuan-perempuan dari berbagai kalangan datang berbondong-bondong untuk mengikuti kajian Ustadzah Halimah Al Aydrus. Bahkan sudah sejak ba’da subuh, para santri masang tempat yang strategis supaya bisa melihat secara langsung kajian yang akan diikuti bersama dengan Ustadzah Halimah. Saya datang pukul tujuh pagi setelah memakai pakaian rapi berjas dengan menggunakan jilbab Almamater pesantren berwarna putih.

Meski ruang yang disediakan panitia penyelenggara sudah hampir penuh diisi oleh jamaah. Alhamdulillah, saya dan teman-teman yang lain masih diberi kesempatan duduk di depan bahkan amat strategis bisa melihat beliau, Ustadzah Halimah Al Aydrus secara langsung. Acara pun dimulai dengan sambutan-sambutan dari Ketua Panitia dan Lurah Umum Pondok Pesantren, dilanjutkan dengan pembacaan Diba’ oleh tim Kodasa (Korps Dakwah Santri). Begitu Beliau rawuh kami semua dengan khidmat menyambut beliau.

Antusias jamaah baik dari kalangan Dzuriyyah Pondok, Ibu Nyai se Wonosobo, Para Nawaning, Para Syarifah, Muslimat, Fatayat dan Santri serta masyarakat umum khususnya perempuan begitu besar. Terlebih bagi yang sudah mengikuti kajian beliau di media sosial secara audio atau suaranya saja. Sehingga moment adanya kajian Ustadzah Halimah secara langsung di Wonosobo tepatnya di Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah menjadi anugrah terbesar untuk ngalap barokah dengan tholabul ilmi bersama dengan beliau.

Tema kajian kali ini tak tanggung-tanggung yaitu mengulas perihal ‘Peran Perempuandalam Membangun Peradaban’. Menarik bagi saya untuk mengikuti kajian dari awal sampai akhir. Selain karena saya tertarik dengan pembahasan tema perempuan, juga yang lebih menarik selama Ustadzah Halimah menyampaikan materi yaitu tidak boleh ada yang mengambil foto atau video secara langsung.

Pertama kali mendengar aturan ini, saya sempat bertanya-tanya, kenapa model dakwah beliau seperti ini? Namun setelah mengikuti kajian beliau secara langsung, betapa dengan adanya aturan seperti itu, para jamaah otomatis akan lebih fokus mendengarkan dan mengikuti kajian beliau dengan lebih khidmah dan khusyu’, tidak terganggu oleh aktivitas handpone secara berlebihan.

Bagaimana Allah SWT Memandang Perempuan?

Seringkali menjadi perempuan, kita tidak terlalu percaya diri bahwa kita adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang sama-sama ditugaskan menjadi khalifah fil ard, sama-sama mempunyai kesempatan yang sama untuk memberi kemaslahatan dan kebermanfaatan untuk manusia di muka bumi. Seringkali sebagai perempuan, kita juga masih dipandang nomor sekian oleh laki-laki, oleh bangsa-bangsa terdahulu bahkan oleh sebagian manusia di era perjuangan HAM yang sudah massif digaungkan sekalipun.

Melihat jauh kembali kebelakang, yaitu fenomena pada masa Zaman Jahiliah juga membuat hati begitu sedih. Ketika anak perempuan lahir lalu dikubur hidup-hidup, bahkan ibu yang melahirkan belum sempat melihat rupa anak perempuannya. Mulai dari wajah anak Perempuan, tubuh hingga lainnya. Budaya jahiliah merendahkan perempuan dan memandangnya sebagai makhluk hina.

Sebagaimana yang disampaikan beliau, tidak peduli bagaimana orang lain memandang perempuan, bagaimana bangsa-bangsa memposisikan Perempuan? Bagaimana manusia melihat peran Perempuan? Namun bagaimana sebenarnya Allah SWT, sebagai sang pencipta memandang perempuan? Islam datang memproklamirkan kemanusiaan perempuan sebagai manusia yang utuh. Perempuan adalah makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang setara dengan laki-laki. Al-Qur’an menegaskan bahwa keduanya (laki-laki dan perempuan) diciptakan Allah SWT dari unsur yang satu (nafs wahidah). Dengan begitu, secara tegas Islam menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki.

Kekuatan-kekuatan Kaum Perempuan

Berilmu, jadilah perempuan yang berilmu, cerdas, dan pintar. Begitulah kiranya pesan Ustadzah Halimah. Sebab dengan ilmu seorang perempuan bisa menjadi perempuanyang sholehah. Ilmu adalah kekuatan terbesar bagi perempuan. Dikisahkan pula contoh teladan perempuan agung yang tidak diragukan keilmuannya. Ialah Sayyidah Khadijah Binti Khuwailid RA, istri pertama baginda Nabi SAW.

Dia adalah perempuanyang sangat berjasa bagi perjuangan dakwah Rasulullah Saw, yang selalu mendukung baik secara moril maupun materil. Jika tidak dengan keilmuannya, Sayyidah Khadijah tidak akan menjadi orang pertama yang masuk Islam. Jika tidak karena keilmuannya Sayyidah Khadijah tidak akan turut serta membantu dakwah Nabi Saw, terlebih ia juga merupakan perempuan karir yang amat dihormati. Sehingga bukan nasab, bukan harta, bukan sekedar paras kecantikan, namun karena berilmu lah yang menjadi kekuatan perempuan.

Selain Sayyidah Khodijah, dikisahkan juga putri Nabi SAW. Ialah Sayyidah Fatimah Az-Zahra. Beliau adalah Istri Ali bin Abi Thalib yang kerap kali bertanya kepada suaminya yaitu Ali ketika pulang dari pertemuan dengan Nabi SAW. Tak segan Sayyidah Fatimah sering kali menanyakan hal apa yang disampaikan oleh ayahnya dalam pertemuan tersebut, sehingga Sayyidah Fatimah juga mendapatkan ilmu yang sudah didapat Ali bin Abi Thalib dari baginda Nabi SAW.

Bertaqwa, jadilah perempuan yang bertakwa. Begitulah pesan kedua yang disampaikan oleh Ustadzah Halimah Al Aydrus. Ketakwaan ini ditunjukan dengan ketaatan kepada perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya. Dengan begitu perempuan harus memiliki keteguhan iman, akhlakul karimah supaya kuat dalam menjalankan peran dan tugas dalam membangun peradaban.

Bertawakal, yaitu kemampuan untuk bersandar hati kepada Allah SWT. Adalah pesan terakhir yang disampaikan oleh Ustadzah Halimah Al Aydrus. Menjadi perempuan yang senantiasa bersandar kepada Allah Swt adalah kekuatan terbesar untuk membangun peradaban. Tawakal adalah sebuah rasa kepasrahan hati setelah melakukan ikhtiar atau usaha semaksimal mungkin dengan diiringi doa.

Begitu banyak pesan dan kisah menarik yang disampaikan oleh Ustadzah Halimah Al Aydrus dalam kajian tersebut. Mengulas peran perempuan dalam membangun peradaban sebenarnya tidak akan ada habisnya. Pertemuan yang berlangsung kurang lebih dua jam tersebut mampu menyihir jamaah perempuan khususnya untuk kembali bertafakur dan bermuhasabah atau sebagai pengeling-eling betapa begitu banyak peran perempuan dalam membangun peradaban. Dan hal itulah yang perlu kita (sebagai perempuan) syukuri dengan terus belajar, berdaya, dan mengembangkan diri sehingga bisa menjadi pribadi yang berilmu, bertaqwa dan bertawakal untuk membangun peradaban.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments