Sebagaimana diketahui Putusan MK No.97/PUU-XIV/2016 menjadi harapan baru bagi penghayat kepercayaan yang selama ini mengalami diskriminasi secara sistemik. Pengakuan negara terhadap mereka setidaknya menjadi gerbang awal di mana mereka dapat mengekspresikan keyakinan mereka dengan aman.
Namun, walaupun mereka sudah mendapatkan pengakuan negara, nyatanya diskriminasi masih seringkali mereka dapatkan. Tak heran, Karena memang diskriminasi tersebut sudah berlangsung sejak lama sehingga mempengaruhi seluruh aspek relasi sosial keagamaan, termasuk kerukunan antar umat beragama
Selama ini, regulasi yang berkenaan dengan kerukunan antar umat beragama masih minim. Satu yang kita tahu adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Pada awalnya Payung hukum ini diharapkan dapat mengatur persoalan kerukunan umat beragama khususnya tentang pengaturan pendirian rumah ibadah. Namun sayangnya banyak pihak menilai implementasi dari PBM ini pada kenyataannya kurang efektif.
PBM justru menimbulkan masalah baru terutama bagi pemeluk penghayat kepercayaan yang seringkali dirugikan. Syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang tertuang dalam peraturan ini dinilai para pegiat HAM mengarah pada pembatasan dan masih berpotensi diskriminatif pada mereka yang minoritas.
Hal ini terlihat dari beberapa poin peraturan seperti adanya syarat persetujuan penduduk sekitar dalm pembangunan tempat ibadah. Dengan adanya syarat tersebut hak beribadah setiap orang akan bergantung pada persetujuan penganut agama lain. Dalam hal ini penganut penghayat kepercayaan dirugikan karena mereka minoritas.
Karena itu, banyak pihak yang menginginkan agar PBM ini dinaikkan statusnya menjadi Perpres Kerukunan Umat Beragama dan Keyakinan (PKUB). Tujuannya agar ada penguatan regulasi sehingga mendorong pemerintah daerah untuk bekerja lebih. Perpres ini berskala nasional sehingga memiliki daya jangkau yang lebih luas dan melibatkan banyak pihak, termasuk para penghayat kepercayaan.
Rancangan perpres tersebut saat ini masih dalam proses diskusi dan penggodokan oleh berbagai pihak. Salah satu yang perlu dibenahi dalam PBM adalah terkait peran dan fungsi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang seharusnya memberikan akses dan kedudukan yang setara dalam komposisi dan keanggotaan FKUB termasuk bagi penghayat kepercayaan yang minoritas.
Bagaimana Perpres ini Dapat Mefasilitasi Hak-Hak Penghayat Kepercayaan?
Melalui Keputusan PBM tahun 2006, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dibentuk dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. Namun pada praktiknya para pemeluk penghayat kepercayaan belum diikutsertakan dalam forum tersebut. Diskriminasi yang masih terjadi ini membuat tujuan dari dibentuknya Forum FKUB menjadi belum optimal.
Karena itu, salah satu substansi yang akan diatur dalam rancangan Perpres adalah Pembedayaan FKUB. Banyak pihak khususnya para tokoh Majelis Agama-agama yang mengusulkan untuk mengikutsertakan dan memberikan wadah keterwakilan bagi kelompok penghayat yang selama ini belum terfasilitasi dengan baik.
Menurut mereka, dengan diikutsertakannya Penghayat dalam pembentukan FKUB, maka akan tercipta inklusi sosial yang memperluas akses bagi penghayat untuk menggunakan hak-haknya sebagai warga negara. Ketika Perpres ini kemudian disahkan, nantinya implementasi atau pengaturan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah daerah.
Jadi yang penting ada payung hukumnya dulu. Terkait nanti bagaimana implementasinya ini akan menjadi kebijakan pemerintah daerah. Misalnya dengan melakukan terobosan membentuk kampung kerukunan antar umat beragama. Sebuah kampung yang didalamnya terdiri dari berbagai macam agama dan kepercayaan. Siapapun yang ingin membangun tempat ibadah atau tempat menyembah kepada penciptanya difasilitasi oleh Negara.
Inklusi Sosial seperti ini akan melebur sekat-sekat dan sikap-sikap diskriminatif yang sebelumnya selalu dialami oleh kelompok minoritas. Sebuah kampung yang memiliki keragaman agama, budaya, etnis dan rumah ibadah akan menciptakan relasi-relasi sosial yang damai dan rukun. Jauh dari kata diskriminasi apalagi kekerasan.
Selain pemberdayaan FKUB, Substansi lain yang diatur dalam rancangan perpres ini juga mempunyai tujuan agar peran Pemerintah Daerah dan FKUB menjadi lebih kuat. Subtansi tersebut adalah pemeliharaan kerukunan umat beragama, kewenangan kepala daerah dan pendirian rumah ibadat berikut pengawasan.
Peningkatan status Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 menjadi Peraturan Presiden penting untuk mengisi kekosongan hukum sesuai hirarki perundang-undangan. Selain itu juga sebagai penguatan pemberdayaan pemerintah dan FKUB dalam mewujudkan kerukunan umat beragama di wilayahnya. Dengan demikian, diskusi terkait rancangan perpres ini perlu diapresiasi dan didukung oleh semua pihak dan elemen masyarakat.