Tuesday, December 17, 2024
spot_img
HomeCeritaPerlawanan Nir Kekerasan oleh Perempuan: Cerita Mediator Perempuan Mempertahankan Tanah Leluhur

Perlawanan Nir Kekerasan oleh Perempuan: Cerita Mediator Perempuan Mempertahankan Tanah Leluhur

“Mana yang lebih berarti, surat-surat itu atau saya yang masih hidup. Surat itu dari kertas. Saya tidak bisa digandakan,”  (Oma K, salah satu warga Desa Saojo yang nyaris kehilangan tanahnya)

“Pantoa”  (sok tahu), begitu  Erni dipanggil  oleh  sebagian warga  di  desanya. Ini  karena Erni dianggap usil dan mengurusi segala hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh perempuan desa. Apalagi melakukan perlawanan terhadap perusahaan yang sedang beroperasi demi hajat hidup orang banyak. Sebagai kader Sekolah Perempuan Perdamaian, Erni merasa terpanggil  untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat di matanya. Misalnya saja dia mempertanyakan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang tiba-tiba berhenti selama masa pandemi. Dia juga melakukan pembelaan kepada perempuan kepala keluarga yang mendapatkan jatah lebih sedikit dibandingkan dengan kepala keluarga laki-laki dalam konteks bantuan yang berbeda. Ketika muncul isu “uang bonus” di desanya, Erni juga mengambil sikap kritis, dengan bertanya kepada petugas desa terkait asal muasal uang bonus tersebut. 

Sikap kehati-hatian Erni terhadap uang bonus muncul bukan tidak beralasan. Pada saat yang sama, penduduk desa sedang diresahkan dengan berita pencaplokan tanah-tanah warga oleh sebuah perusahaan listrik  yang baru berdiri.  Hadirnya PT Poso Energi, awalnya memberikan harapan baru buat warga desa, yang ingin meningkatkan pendapatan mereka melalui aktifitas ekonomi. Setidaknya, adanya perusahaan besar, tentu mengundang banyak pegawai. Sebagai warga yang tinggal di pinggiran Danau Poso, ini merupakan peluang besar untuk mengembangkan ekonomi desa. Sayangnya mimpi itu kandas, setelah melihat agresivitas perusahaan dalam pembelian tanah-tanah  wilayat,  tanpa  melibatkan  warga desa. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi di Desa Saojo, Kelurahan Pamona Utara. Tanah wilayat pinggir sungai menjadi sasaran pengusaha. Difasilitasi oleh pihak pemerintah desa, tanpa melibatkan masyarakat.

Tulisan ini  menceritakan  tentang  seorang  perempuan  mediator   yang  bekerja  di  situasi masyarakat  pasca  konflik.  Kisah  Erni,  salah  satu  pemimpin  perempuan  akar  rumput  yang mengikuti program AMAN Indonesia, menarik untuk disimak. Cerita Erni, menunjukkan betapa tanah sangat berhubungan dengan sejarah, tradisi kebersamaan, dan identitas. Oleh karenanya mempertahankan tanah wilayat bagi Erni, adalah menjaga tradisi komunitas. Kasus perampasan tanah oleh perusahaan adalah cerita pelik, pilu dan menguras emosi. Harapan keberhasilan dalam memperjuangkan tanah-tanah dari perusahaan memang tipis, tetapi setiap langkah perlawanan yang dilakukan Erni dan pendukungnya adalah kisah yang tak boleh hilang begitu saja. Kisah perlawanan atas ketidakadilan perlu direkam, disebarkan, dan diceritakan kepada generasi muda agar kosa kata “melawan” tidak punah. Meskipun bukan happy-ending, perlawanan warga desa pinggiran  Danau  Poso,  khususnya  perempuan-perempuan  memiliki  cara  unik,  cerdas  dan komitmen pada nir kekerasan, untuk mengungkap kebenaran. Sebuah cara yang elegan, sangat genuin dilakukan perempuan juru damai (women peacebuilder). 

“Hak, Leluhur dan Tradisi Kami”, Tidak Cukupkah Sebagai Bukti?

“Saya punya keyakinan bahwa ini hak masyarakat. Masyarakat harus tahu haknya, dan punya hak untuk tahu,”. Statemen Erni begitu tegas dan memiliki makna yang dalam. Kalimat sederhana di atas tentu lahir dari sebuah proses kritis dimana logika “ada  uang, ada yang ditransaksikan” menjadi dorongan kuat  Erni untuk mencari kebenaran dibalik uang bonus. 

Erni yakin betul bahwa uang bonus atau uang kaget, tidak mungkin diberikan oleh pihak perusahaan,  tanpa  mengambil  sesuatu  dari  masyarakat.  Jika  memang  betul  ada  yang

1 Tulisan diangkat dari wawancara mendalam dengan Erni pada tanggal 15 Juli 2021, via zoom

dipertukarkan, maka masyarakat punya hak untuk tahu apa yang sudah dipertukarkan dan berapa luas tanah yang dijual kepada perusahaan, serta berapa jumlah sesungguhnya yang diterima oleh kepala desa. 

Sejumlah  pertanyaan-pertanyaan  inilah  yang  mendorong  penelusuran  Erni kepada  lembaga- lembaga kredibel seperti LSM, tokoh masyarakat, kantor desa, dan bahkan perusahaan.  Semua usahanya untuk mengais informasi yang benar tentang seputar isu uang bonus dilakukan dengan cara-cara tanpa kekerasan.

Motivasi lain adalah mempertahankan tanah leluhur.  Tanah-tanah pinggiran sungai adalah tanah warisan leluhur. Masuk kategori tanah wilayat. Jenis tanah ini biasanya tidak bisa diperjualbelikan karena  statusnya  milik  komunal  dan  tidak  memiliki  sertifikat  tanah  yang  jelas.  Sebagian bersertifikat,  tetapi  ada konsensus keluarga yang harus dijaga yaitu tidak  dijualbelkan. Maka, biasanya masyarakat cukup  tahu status  tanah tersebut,  dan mengaminin bahwa  itu  memiliki pemilik. 

Tetapi  betapa  kaget  Erni  dan  keluarga  mendengar  bahwa  perusahaan  dikabarkan  memiliki sertifikat  resmi    sebidang  tanah leluhur yang sekarang berstatus  sengketa. Status  sengketa terpaksa disepakati oleh keluarga Erni dan perwakilan perusahaan, sebagai jalan tengah atas kebuntuhan dialog karena kedua belah pihak mengklaim memiliki sertifikat yang sah atas tanah seluas 110 x 100 terbentang di pinggir sungai. Menurut keluarga Erni, tanah tersebut merupakan mas kawin pernikahan orang tuanya, yang kemudian diwariskan kepada anak laki-lakinya, dan kemudian dipergunakan untuk kepentingan bersama. Tanah ini juga telah dibayarkan pajaknya setiap tahun, ada sertifikat resmi keluarga. Bukan hanya itu, bahkan pemilik aslinya juga masih hidup. “Mana yang lebih berarti, surat-surat itu atau saya yang masih hidup. surat itu dari kertas. Saya tidak bisa digandakan,”, Oma pemilik tanah frustasi karena sertifikat tanahnya nyaris tidak bernilai lagi, dibandingkan dengan dokumen milik perusahaan.

Selain peninggalan leluhur, tanah pinggiran sungai juga menyimpan banyak sejarah perkembangan desa, salah satunya adalah tradisi “air turun” yang ditandai dengan surutnya air danau  Poso,  membuat  masyarakat  bisa  menikmati  kebersamaan  seperti  mandi  bersama, mencuci bersama, makan bersama, mencari siput, dan menangkap ikan. Saat surut inilah, pagar- pagar sogili, sangat terang terlihat. Biasanya para orang tua menceritakan tentang leluhurnya yang mewariskan ilmu membuat pagar sogili yang efektif, termasuk karakter ikan sogili, yang menjadi ikan termahal saat ini asli dari danau Poso. Semua cerita ini, seiring dengan berdirinya tembok-tembok dan jalan-jalan akses pada perusahaan, tinggal kenangan. 

Erni bahwa merekam semua peninggalan leluhur ini, termasuk tradisi kebersamaan di desanya dalam tulisan-tulisan pendek, puisi-puisi dan drama pendek yang dia tampilkan pada peringatan ulang  tahun  Desa yang  diperingati  pada  29  Desember. Dia berharap  anak-anak  muda  bisa mewarisi cerita ini sebagai bagian dari pembentukan identitas mereka.  

Ini Tentang Sejarah Kami, Warisan Leluhur,”:  Membongkar Narasi Perdamaian Perempuan

Kasus pencaplokan tanah oleh perusahaan memang sering berakhir dengan kekecewaan dan kekalahan pada  pihak  masyarakat.  Erni menyadari  betul  bahwa  gerakan mencari  kebenaran tentang uang bonus, juga penuh liku. Apalagi yang dihadapi adalah dua kekuatan besar yaitu perusahaan yang memiliki segala sumber daya untuk bisa “membeli”  siapa saja, dan pemerintah yang korup lebih berpihak kepada perusahaan. 

Hadirnya perusahaan telah memberikan banyak kesempatan bekerja sebagian warga desa di pinggiran  Danau  Poso.  Telah  banyak  laki-laki  direkrut  menjadi  tenaga  supir,  teknis,  dan pengerjaan konstruksi selama perusahan didirikan. Konsekuensinya mereka memiliki ketergantungan kepada perusahaan. Erni menyadari bahwa gerakan mencari kebenaran tentang uang bonus bukanlah hal yang mudah didukung oleh banyak pihak di desanya. Sebaliknya akan menimbulkan  resistensi  yang  kuat  dari  berbagai  pihak,  khususnya  keluarga-keluarga  yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan, maupun dengan pemerintah. 

Narasi merupakan kunci  utama memobilisasi dukungan  warga atas inisiatif yang dimulai dari sebuah kelompok kecil bernama Sekolah Perempuan. Maka menemukan narasi yang tepat agar bisa  memenangkan  hati  dan  pikiran  masyarakat,  sangat  membutuhkan  kejelian. Dari  cerita panjang Erni, saya menemukan sejumlah narasi yang menurut saya powerful dipakai oleh Erni dan teman-temannya, untuk menarik perhatian warga, menimbulkan rasa penasaran, memaksa pihak- pihak agar terbuka, dan melindungi dari intimidasi pihak keamanan dan warga. 

Pertama, narasi “kami hanya ingin tahu tentang uang bonus”, cukup  jelas ditangkap  oleh sebagian besar warga. Ditambah dengan pertanyaan kritis seperti; mengapa ada uang bonus? Apakah memang benar uang bonus itu sejumlah itu? Terbukti ketika ada undangan audiensi dari pihak perusahaan, Erni dan sejumlah warga desa dengan antusias menghadiri undangan tersebut. Saat itu,  yang hadir ada 14 orang yang hadir diantaranya adalah perwakilan tokoh,  sekolah perempuan, dan mantan kepala desa. Semua hadir karena memiliki kebutuhan yang sama yaitu kebenaran uang bonus. 

Kedua, narasi “ status tanah sengketa”, terpaksa dilontarkan oleh keluarga Erni, sebagai jalan tengah atas situasi yang membuat mereka nyaris kalah dalam gelar kasus tanah leluhur yang diklaim oleh perusahaan. Pihak perusahaan tidak mau membuka dokumen yang diyakini sebagai sertifikat, sementara keluarga Erni telah menyiapkan semua dokumen sah, sekaligus saksi hidup pemilik  tanah  tersebut.  Keberadaan  pihak  pemerintah  tidak  bisa  menjadi  mediator  yang diharapkan,  maka  Erni merasa perlu  membuat  pengalihan isu.  Saat itu  yang terpikir  adalah sebuah “status tanah sengketa” dianggap cukup aman untuk melindungi aset keluarganya. Status ini dianggap bisa menggiring pada proses yang lebih terbuka dan adil, yaitu proses pengadilan. Maka, diusulkanlah pihak desa memberikan status tanah sengketa, agar itu menjadi zona netral, tidak seorangpun melakukan intervensi pada lahan tersebut. Sampai pihak pengadilan menentukan  yang  sah.  Meskipun  keputusan  ini  sangat  riskan,  tetapi  narasi  “status  tanah sengketa”  mampu  mengerem perusahaan untuk  tidak  agresif mendirikan  bangunan  di  tanah leluhur Erni. 

Ketiga,  narasi “tradisi kebersamaan”  juga dipakai  oleh Erni untuk  membuka  hati  dan  akal banyak pihak terkait kasus uang bonus. Baginya, daerah pinggiran sungai sangat bermakna buat warga desa. Apalagi saat air danau Poso surut. Sebuah tradisi “turun air” sudah menjadi simbol dan memori banyak warga. Tradisi ini juga telah menjadi simbol dimana para perantau kembali ke kampung halamannya, ditandai dengan surutnya air danau poso. Faktanya telah bertahun-tahun, tradisi “turun air” menjadi memori indah bagi semua warga. Kenangan akan kebersamaan dalam canda dan tawa, makan bersama, mandi bersama, mencari siput,  dan berbagi cerita tentang pagar sogili, menjadi bagian dari diri setiap orang yang hidup di Desa Saojo. Begitu indahnya kenangan itu, memenuhi cawan spiritualitas setiap orang, sehingga ingin diulang dan diulang. 

Keempat, “jika tidak diberitahu siapa yang lapor, saya tidak bersedia diperiksa”. Tidak cukup sebutan “pantoa”  (sok tahu), cibiran masyarakat, dan berbagai bentuk sub ordinasi dan marginalisasi yang diarahkan pada Erni, institusi keamanan Polsek juga dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam Erni. Surat panggilan dari Polsek dengan tuduhan “memagar tanah perusahaan”, membuat Erni harus bersiasat agar upaya intimidasi ini tidak meluas. Pihak Polsek bersikeras memeriksa Erni, tetapi sebelum diperiksa, Erni mengajukan syarat yaitu ingin mengetahui siapa yang mengadukan bahwa  dia dan keluarga “memagar  tanah perusahaan”. Polisi tidak bersedia membuka indentitas pengadu. Maka, Erni juga pasang aksi tidak bersedia diwawancara.  Melihat keteguhan Erni, skhirnya pihak polisi meminta Erni pulang. 

Menjadi Mediator Perempuan dan Kekuatan Nir Kekerasan

Peran mediator perdamaian memang luwes, tetapi  memiliki cengkeraman kuat pada nilai-nilai perdamaian dan keadilan. Perjuangan hak atas tanah, sering dipotret dari kaca mata pelanggaran HAM  atau  konflik  agraria. Kali  ini  saya  ingin  memberikan  penekanan  pada  peran  mediator perempuan  pada  pencarian  rasa keadilan, dengan  menggunakan  pendekatan  nir  kekerasan. Sebuah  kekayaan  taktik  yang  dioperasikan  oleh  perempuan  juru  damai.  Kerja  yang  patut diapresiasi. 

Meskipun gerakan perlawanan ini belum mencapai puncak, tetapi langkah-langkah protes dan penelusuran kebenaran informasi dengan cara-cara yang berani, cukup bisa dikatakan sebagai sebuah gerakan nir kekerasan. 

Taktik  penelusuran informasi yang benar adalah ciri  khas kerja-kerja mediator  tahap  awal. Sebagai  mediator,  tentu  mengetahui  duduk  persoalan  sangat  penting.  Membaca  konteks persoalan, mengumpulkan bukti-bukti  awal, agar langkah-langkah selanjutnya bisa dirumuskan dengan lebih akurat. 

Pikiran kritis Erni terhadap adanya uang bonus membuatnya harus mencari tahu, apa sebenarnya yang terjadi. Dia menyisir sejumlah aktor yang dianggap bisa memberikan informasi seperti LSM, petugas  desa,  dan  bahkan  perusahaan. Pada  fase  audiensi  inilah,  dia  banyak  menggalang informasi terkait dengan keberadaan uang bonus. Termasuk mempertanyakan “kapan sosialisasi?, kapan negosiasi? berapa harga? berapa luas yang dibeli?. Pertanyaan-pertanyaan itu diajukan selama audiensi dengan pihak perusahaan. Tetapi semua dijawab “kami tidak memiliki kapasitas menjawab”.  Bahkan dari ujung telpon,  sejumlah tuduhan dihujankan pada Erni dan rombongan,  seolah  gerakan  mempertanyakan  informasi  yang  benar  dianggap  salah, berikut cuplikannya: 

“ibu  siapa? Ngapain disini?  Saya sudah telpon  kades, pulang  saja. (suara salah satu pegawai perusahaan ) 

Dari cuplikan suara tersebut, sangat terlihat bahwa gerakan mencari kebenaran akan uang bonus terbukti  mengancam  perusahaan. Maka  segala respon  yang  bisa  menghentikan  pertanyaan- pertanyaan kritis dari masyarakat, dihalalkan terjadi. Misalnya merendahkan seseorang, mengintimidasi  seseorang dengan menyeret pihak  ketiga,  yaitu pemerintah, karena dianggap memiliki kekuasaan bisa membungkam warganya. Proses mencari informasi ini dilakukan mulai jam 10 pagi, sampai 4 sore. Dan tak satupun jawaban ditemukan dari pihak perusahaan. 

Taktik meminta bukti transaksi adalah langkah selanjutnya ketika pendekatan terbuka untuk mendapatkan informasi tidak sukses, maka langkah selanjutnya adalah melihat bukti-bukti  yang ada hubungannya dengan uang bonus. Bukti-bukti itu bisa berupa adanya surat perusahaan yang menyatakan pembelian sesuatu, bukti  berupa kupon  tertentu  yang ada hubungannya dengan bonus,  atau secarik kertas apapun  yang bisa menjadi  kunci  mengurai  cerita  misterius  uang bonus. Ini merupakan ciri khas perempuan yang ulet, dimana tidak bisa pakai jalan depan, dia menggunakan jalan lain untuk mendapatkan informasi awal. 

Taktik membangun rasa penasaran warga, juga dipakai oleh Erni, untuk membangkitkan rasa penasaran warga, dan akhirnya mau bergabung dalam gerakan protes ini. Bagi warga, menerima uang adalah hal yang menyenangkan. Tetapi jika ada konsekuensi di kemudian hari, mereka pasti juga akan menyesal. Sehingga, niat baik gerakan protes ini adalah mencari kebenaran informasi disambut   baik  beberapa  orang.  Menurut  Erni,  warga  yang  memiliki  keterkaitan  dengan perusahaan dan pemerintahan, biasanya menolak gerakan protes. Mereka lebih memilih diam atau mengikuti apa yang dimaui pemerintah dan perusahaan. 

Taktik pemulihan nama baik, dipakai oleh Erni dan kawan-kawan, pada saat musyawarah desa membahas khusus tentang uang bonus. Musyawarah ini diadakan sebagai respon aparat desa dan perusahaan yang mulai gerah dengan adanya protes sekelompok warga terkait dengan uang bonus. Forum warga seperti ini sangat strategis untuk mengembalikan nama baik seseorang atau kelompok yang dianggap “pengacau”  atau “pengganggu”. Selain dihadiri warga desa, sekretaris desa, BPD, wartawan, juga pihak perusahaan. 

Sejumlah orang yang tergabung dalam gerakan protes,  mempersiapkan sejumlah pertanyaan, mengatur letak duduk,  dan mengatur siapa yang harus duluan bertanya dan kemudian diikuti penanya yang lain. Sampai pada puncaknya,  pihak  perusahaan merasa tersudut,  ketika  Erni mempertanyakan format daftar hadir yang dibuat di kertas perusahaan, bukan milik desa. Terpancing dengan emosi, pihak perusahaan juga dengan lantang menuduh Erni sebagai pihak yang menteror perusahaan, dengan seringnya menelpon pegawai perusahaan. 

Disaksikan oleh orang banyak, Erni membeberkan kisah yang sebenarnya bahwa kehadirannya ke perusahaan, atas undangan pihak perusahaan. Ini sebuah respon dari surat yang dilayangkan Erni sebelumnya. Pihak perusahaan harus diam, setelah salah satu staf perusahaan sendiri membenarkan klarifikasi Erni. Meskipun akhirnya forum tidak berakhir konsensus, tetapi Erni dan teman-teman  telah  berhasil memberikan  klarifikasi  kepada  semua yang  hadir  tentang  posisi gerakan protes tersebut. “ Setelah forum itu, nama kami agak terangkat di mata masyarakat”..(cek cuplikan quote?)  

Taktik memagari tanah keluarga adalah cara efektif untuk menandai batas teritori. agar pihak lain tidak mudah menduduki tanah tersebut. Meskipun ada sertifikat tanah yang sah dan pemilik sah yang masih hidup. Perjuangan mengembalikan Tanah leluhur yang terancam pindah tangan ke perusahaan, membutuhkan berbagai macam taktik agar pemilik yang sah atas tanah tersebut tetap bisa menggunakan tanah tersebut. Jika pihak perusahaan menggunakan penanda alat kerja yang tiba-tiba  diletakkan di lokasi tanah milik keluarga, maka pihak pemilik memilih memagari tanahnya agar jelas batas kepemilikannya. Ternyata taktik ini, efektif membuka kedok perusahaan yang tiba-tiba menaruh alat berat di lokasi tanah keluarga. 

Takti pembuktian sertifkat kepemilikan tanah. Tampaknya sulit menyakinkan pihak perusahaan bahwa  lokasi  tanah  di  pinggiran  sungai adalah milik  keluarga Erni yang sah. Bahkan  pihak keluarga sudah membeberkan bukti kepemilikan sertifikat tanah, semua dokumen pembayaran pajak setiap tahun, dan juga ada saksi hidup. Tetapi pihak perusahaan tetap klaim bahwa mereka memiliki seritifikat juga yang sah. Saat pertemuan dimediasi oleh pihak desa, pihak perusahaan tidak  bisa membuktikan  sertifikat  tanah, untuk  melawan bukti-bukti  otentik  yang dimiliki  oleh pemilik tanah. Bahkan bukti hidup, yaitu pemilik aslinya juga dihadirkan. Keberadaan mediator yang terlalu berpihak pada perusahaan, membuat proses mediasi tidak mencapai kesepakatan. Bahkan cenderung menimbulkan ketakutan baru bagi keluarga yang jelas-jelas memiliki sertifikat tanah yang sah dan bukti hidup pemilik tanah. 

Taktik “mendorong pihak desa memberikan status tanah sengketa” pada tahan keluarga yang nyaris diakui perusahaan, dipakai  oleh Erni untuk  menggeser debat  kusir yang tidak berujung,  kepada  pihak  yang kredibel  yaitu  pengadilan.  Meskipun  ini  berisiko,  tetapi  proses pembuktian di pengadilan dianggap bisa memberikan peluang bagi keluarganya untuk mempertahankan hak atas tanah. Meksipun, dia menyadari bahwa kemungkinan dia akan kalah juga ada, tetapi publik akan melihat dan menyaksikan bahwa pihak keluarga memiliki sertifikat yang sah dan saksi hidup pemilik tanah yang bisa menjelaskan sejarah tanah.  

Penutup: Keadilan! Perjuangan Senyap Tak Berujung

Menjadi juru damai, memang tidak  gampang. Jalan yang dilalui sering kali senyap, dan sepi apresiasi. Ada banyak tantangan yang dihadapi oleh para juru damai perempuan dalam menyelesaikan  kasus-kasus  pertikaian  di  masyarakat.  Dalam  konteks   perjuangan  Erni mendapatkan keadilan atas tanah leluhur, sejumlah tantangan dihadapi diantaranya adalah: 

• Sebagian besar kepala keluarga menjadi pegawai perusahaan; ini sangat menyulitkan buat mereka untuk berpikir obyektif apalagi kritis. Kepentingan praktis bahwa mreka membutuhkan penghasilan setiap bulan. Mereka pasti akan menerima konsekuensi kehilangan pekerjaan jika diketahui bergabung dalam gerakan protes uang bonus. 

• Pemerintah  desa  yang  tidak  berpihak  pada  rakyatnya.  Kedekatan  pemerintah  dengan perusahaan, sering tidak netral dalam memandang persoalan. Termasuk dalam kasus uang bonus, pihak pemerintah seharusnya menjadi pihak penengah yang bisa mengklarifikasi isu- isu kurang jelas seputar uang bonus. 

• Pihak perusahaan sering mengancam dengan pendekatan  legalitas. Bahkan ketika  warga telah  memiliki  bukti  otentik  sertifikat  tanah  yang  sah dan  tanpa  tunggakan  pajak,  pihak perusahan bisa berdalih mereka memiliki sertifikat juga. Ini sering membingungkan. 

Dengan segala keterbatasan  yang  dimiliki  juru  damai  perempuan,  dari  cerita  Erni, sejumlah pembelajaran bisa kita ambil diantaranya adalah; pertama, dukungan dari lembaga yang kredibel untuk juru damai sangat penting. Apalagi lembaga tersebut memiliki basis di Jakarta, dianggap akan menaikkan bargaining politik di mata masyarakat, pemerintah desa dan juga perusahaan. Peran lembaga ini juga bisa memberikan peningkatan kapasitas kepada perempuan juru damai

atau mediator perdamaian; Kedua, masyarakat itu melihat tauladan dan selalu mencari tempat bertanya. Maka selalu ada buat masyarakat penting, dan memberikan solusi-solusi agar permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat bisa diurai, sangatlah penting. Ketiga, taktik-taktik nir kekerasan yang dipakai perempuan juru damai, sangat powerful jika dilakukan dengan dukungan  banyak pihak,  khususnya secara institusi  sekolah perempuan. Meskipun  demikian, potensi pecah belah di sekolah perempuan harus menjadi bagian dari analisis, agar dalam kondisi apapun,  anggota  sekolah  perempuan  tidak  terpecah  belah,  tetapi  lebih  kuat  kemampuan menerima perbedaannya; Keempat,  perjuangan hak atas tanah memerlukan dukungan koalisi yang lebih besar baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun di tingkat nasional. Maka dibutuhkan sebuah koalisi yang kuat dan memahami strategi bergerak yang efektif, termasuk penguasaan media yang berpihak pada rakyat. Sehingga berita-berita  yang keluar di media, tidak bersifat provokatif, tetapi lebih bersifat kemanusiaan. Inilah yang diharapkan bisa menggerakkan empati publik dan pihak-pihak yang menjadi target advokasi. *** 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments