Friday, November 22, 2024
spot_img
HomeOpiniMenyuarakan Perdamaian Melalui Komedi

Menyuarakan Perdamaian Melalui Komedi

Resolusi konflik dan penyampaian pesan-pesan perdamaian selama ini identik dengan meja perundingan, pernyataan-pernyataan formal, hingga konferensi formal yang bisa memakan waktu hingga berhari-hari. Namun, terobosan baru muncul dari beberapa komedian yang menggagas ‘Comedy for Peace’.

Comedy for Peace sendiri didirikan pada bulan Maret 2019 lalu. Secara singkat, proyek ini bertujuan untuk menyatukan para stand-up komedian Muslim dan Yahudi terbaik di Amerika untuk menggugah para audiens untuk mendukung solusi perdamaian global tanpa perang, tidak hanya untuk menginspirasi dan menghibur melalui malam penuh tawa.

Pendirinya adalah komedian/produser Dotan Malach, yang memahami bahwa meskipun situasi sosial politik di tingkat global tidak mudah diperbaiki – namun pada level personal, kita semua adalah manusia yang sejatinya ingin bekerja dan hidup bersama dengan penuh cinta damai. Saat awal dibentuk, tujuan pertama Comedy for Peace yaitu ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa kita dapat, dengan sangat mudah, berkolaborasi dan bekerja sama.

Untuk merealisasikannya, mereka yang berbeda keyakinan berdiri di satu panggung bersama, untuk bersenang-senang dan menertawakan diri sendiri, satu sama lain, tanpa melibatkan politik. Saat ini Comedy for Peace menggelar pertunjukan rutin yang mudah diakses, lucu, menyenangkan, dan bermakna. Mereka terus berusaha untuk menyatukan berbagai komunitas lintas agama, dengan keyakinan bahwa kita semua dapat membuat perbedaan melalui seni komedi.

Melalui gelaran seni yang reguler diselenggarakan, di saat yang sama mereka juga ingin membuktikan bahwa kaum Muslim dan Yahudi dapat bekerja sama menyuarakan perdamaian, dan menjadi teman akrab, satu hal yang jarang diliput oleh media mainstream. Tak hanya di Amerika, komedi dijadikan sarana perdamaian. Semasa hidup, mantan presiden kita Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berulangkali menyampaikan humor yang sarat akan makna persatuan dan perdamaian.

Tak hanya terlibat aktif dalam gerakan politik perdamaian di berbagai wilayah, Gus Dur juga lihai memainkan lelucon dalam rangka mencairkan suasana politik yang sedang tegang dan meradang. Terhitung sepanjang Juni-Juli 2001 lawan-lawan politiknya terus menyerangnya dengan beberapa isu lewat MPR dan DPR, namun ia tak pernah bergeming. Gus Dur tetap menanggapinya dengan santai. Padahal saat itu suasana semakin memenas akibat para pendukung beliau tidak terima akan perlakuan negatif pada beliau. Tetapi, Gus Dur tetaplah Gus Dur. Dengan mengatasnamakan cinta damai, beliau meredakan amarah pendukungnya dengan humor.

Mengapa Memilih Jalur Humor untuk Menyebarkan Pesan Perdamaian?  Dalam banyak hal, proses humor mirip dengan suatu pendekatan komunikasi standar dimana pesan disampaikan kepada penerima yang kemudian memproses informasi tersebut berdasarkan konteks relasional dan sosial tertentu. Beberapa aspek inti humor dan komunikasi secara umum menekankan pada isi pesan yang disampaikan, motivasi dan nada yang mendasarinya.

Meski tidak dipungkiri momen penyampaian dan bagaimana penerima menginterpretasikan materi juga merupakan faktor kunci dalam menentukan potensi positif atau dampak negatif humor. Jika ingin humor memiliki dampak dan efektif, biasanya humor perlu terjadi dalam konteks yang membantu memberikan makna tambahan, atau lensa budaya melalui suatu hal yang dapat diinterpretasikan. Misalnya, banyak dari kita dapat memilih profesi tertentu untuk menceritakan lelucon sebagai cara untuk menantang kekuatan elit atau kelompok individu yang pencapaiannya jauh di atas kita.

Di Indonesia, para politisi, selebriti, atau golongan crazy rich acap kali dijadikan bahan lelucon. Berbeda dengan di Amerika Serikat, yang justru menjadikan kalangan pengacara sebagai target utama lelucon karena berbagai alasan. Namun, jika membawakan topik tentang pengacara di sini, belum tentu respon masyarakat umum di Indonesia akan sama. Mungkin tanggapan dari banyak audiens di negara kita tidak akan menimbulkan antusiasme respon yang diinginkan.

Demikian pula jika komedi bertema perang atau konflik disampaikan kepada masyarakat yang terkena dampak, mungkin pesan dan maknanya akan tidak sepenuhnya dapat diterima atau ditoleransi secara sosial. Bahkan, bisa jadi lelucon tersebut malah dianggap sama sekali tidak peka terhadap kondisi masyarakat secara luas.  Meski begitu, salah satu riset dari Zelizer (2010) menunjukkan bahwa humor jika disampaikan pada konteks yang tepat.

Sehingga, dapat digunakan untuk membantu kelompok rentan mengatasi ketegangan, melepaskan frustrasi, menyembuhkan penyakit mental hingga meredakan luka emosional. Penggunaan humor untuk melepaskan sisa emosi akibat konflik bisa sangat penting untuk membantu kelompok korban mempertahankan kewarasan mereka. Mengeksplorasi humor, melalui lelucon, menggunakan sandiwara lucu, film, atau media lain, dapat menjadi alat yang sangat baik, terutama bagi penyintas konflik yang menderita akibat perang.

Hasna Azmi Fadhilah
Hasna Azmi Fadhilah
Hasna sedang menempuh studi doktoral antropologi politik di Universiteit van Amsterdam (UVA), Belanda. Di kala senggang ia berkomunitas di kelompok riset Gender and Sexuality PhD club di UVA dan masih berkolaborasi dengan teman-teman komunitas Puan Mmenulis. Sebelumnyaia mengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan Universitas Terbuka. Bisa dikontak melalui email: hasna.af@live.com atau melalui twitter @sidhila/Insta: @ngopidulubarunulis
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments