Friday, October 11, 2024
spot_img
HomeCeritaDari Penerimaan Hingga Membuka Ruang Perjumpaan, Kisah Redy Saputro Tanamkan Nilai Perdamaian...

Dari Penerimaan Hingga Membuka Ruang Perjumpaan, Kisah Redy Saputro Tanamkan Nilai Perdamaian di Kelompok Pemuda (III)

Selain rumah ibadah, toleransi juga penting ditanamkan di lembaga pendidikan. Mengingat intoleransi kerap terjadi di ruang-ruang belajar, maka Redy bersama Peace Leader mulai menggaet masyarakat sekolah. Anak-anak menghabiskan sebagian waktu dalam kesehariannya di sekolah. Oleh karena itu, penting menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman serta terbebas dari 3 dosa besar pendidikan; intoleransi, bullying dan kekerasan seksual.     

Berbeda dengan pendekatan yang dilakukan sekolah konvensional, Peace Leader menawarkan metode pembelajaran yang interaktif dan kreatif melalui program Peace Goes to School. Anak-anak dipantik untuk aktif berdiskusi, berkarya dan berlatih mempromosikan toleransi kepada orang-orang sekitarnya. Tak hanya itu, kemajuan teknologi yang semakin pesat juga semakin mengasah kreativitas anak muda untuk memperluas ranah kampanye perdamaian di ruang digital.  

Inisiatif ini tentu sangat membantu para guru untuk menyampaikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi yang lebih konkrit karena disampaikan oleh Redy dan teman-teman Peace Leader lainnya yang memiliki pengalaman dengan kelompok berbeda. Ternyata, pengalaman tersebut jarang dimiliki anak muda lainnya. Oleh karena itu, hadirnya Redy sebagai representasi kelompok minoritas yang menyuarakan perdamaian menjadi inspirasi bagi banyak anak muda.  Baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Tak ayal, karena modul Peace Goes to School sangat relevan dengan materi apa yang dibutuhkan pelajar, perkembangannya saat ini Peace Leader mampu mengintegrasikan programnya tersebut dengan kurikulum sekolah P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) yang digagas oleh kemendikbudristek. Progress ini tidak lepas dari peran para praktisi muda di Peace Leader Indonesia, termasuk Redy sebagai pemimpinnya. 

Seni Membangun Solidaritas Masyarakat Sipil

Ketika kita [mengerjakannya] bareng-bareng akan lebih mudah, dan kerjanya  akan lebih cepat,” — Redy Saputro.

Pengalaman berorganisasi sejak belia dan eksposur dari para aktivis perempuan di lingkarannya menambah keahlian Redy dalam memobilisasi dan menjaring solidaritas masyarakat sipil sebagai kekuatan besar. “Banyak kegiatan Peace Leader yang tidak modal uang dan kegiatan tetap berjalan karena dukungan dari teman-teman jaringan. Ada yang kasih pinjam tempat, nyumbang snack, volunteer jadi narasumber atau moderator,” ujar Redy saat menghadiri Annual Meeting 2022 AMAN Indonesia di Semarang. 

Redy mengatakan bahwa Peace Leader banyak membantu komunitas, sehingga banyak komunitas lain juga yang membantu kerja-kerjanya. Menuai apa yang ditanam. Ketika komunitas lain membutuhkan narasumber untuk menyampaikan materi kerukunan antar umat beragama, Redy bersedia berbagi tanpa mengharap materi. Sebaliknya, ketika Redy membutuhkan tempat untuk mengadakan kegiatan, mitranya siap menyediakan tempat gratis. Membantu tanpa pandang bulu, kunci memperoleh dukungan. Pada dasarnya, sebagai bangsa Indonesia semangat gotong royong telah ada, dan semakin menguat di lingkaran gerakan masyarakat sipil. 

Merayakan Keberagaman dan Menjadi Laki-Laki Baru

Banyak nilai-nilai yang Redy dapat selama berproses menjadi penggerak perdamaian. Tumbuh bersama Peace Leader Indonesia, Redy tidak hanya memahami pentingnya menumbuhkan toleransi, tetapi juga menciptakan budaya anti kekerasan dan menggunakan perspektif gender untuk mewujudkan kesetaraan. Perjalanan lebih dari 10 tahun menghantarkan Redy pada penerimaan, pengakuan, bahkan penghargaan dari Gubernur Jawa Timur sebagai pemuda pelopor Pancasila di tahun 2021. 

Selain isu keberagaman, Redy juga belajar isu gender agar perspektifnya semakin tajam dan kritis. Meski Redy seorang laki-laki, ia turut menyuarakan isu perempuan. Redy yakin bahwa memperjuangkan hak-hak sesama kelompok rentan akan memberikan pengetahuan baru baginya dalam memahami isu sosial di masyarakat. Menjadikan perempuan sebagai subjek kehidupan, Redy selalu memastikan ada keterlibatan perempuan dalam kegiatannya dan porsinya tidak timpang. Ia sangat menghindari male panel dan kritis terhadap kegiatan-kegiatan komunitas lain yang belum membuka ruang yang besar bagi perempuan.  

Sebagai anak muda yang mencoba terus menyalakan api semangatnya, Redy berharap banyak anak muda Indonesia yang tertarik menggeluti isu sosial karena tidak hanya mendapatkan manfaat untuk diri sendiri, melainkan perubahan di masyarakat. Menjadi berkat untuk diri sendiri dan orang-orang sekitar. 

“Kuncinya ialah konsisten. Jangan loncat sana, loncat sini. Anak muda meskipun suka diremehkan, apalagi berasal dari kelompok minoritas. Padahal kita punya kapasitas dan potensi masing-masing untuk berkontribusi pada pembangunan perdamaian,” Tutup Redy mengakhiri wawancara.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments