Saturday, August 23, 2025

Butet Manurung: Perempuan Pejuang Hak Anak di Hutan Rimba

Entah apa yang ada dalam benak Saur Marlina Manurung. Sejak muda, Butet, sapaan akrabnya, rela meninggalkan kenyamanan kota demi tinggal dan mengajar di tengah hutan belantara. 

Butet yang juga mengenyam pendidikan tinggi justru memilih menjadi guru bagi Suku Anak Dalam. Butet Manurung menjadi salah satu tokoh inspiratif Indonesia di bidang pendidikan dan komunitas. Berbagai penghargaan dalam negeri maupun luar negeri diraihnya dari UNESCO hingga penghargaan Magsaysay. Bahkan, kisah hidupnya ini juga telah diangkat ke dalam sebuah buku dan diadopsi ke layar lebar pada 2013 berjudul Sokola Rimba. 

Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi Indonesia sejak tahun 1990, menyebutkan bahwa ada sepuluh hak dasar anak. Salah satu hak yang harus dijamin adalah hak atas pendidikan. Butet Manurung telah mendedikasikan hidupnya bagi pendidikan anak-anak Indonesia. Ia bahkan memperjuangkan hal itu di hutan belantara, di sebuah tempat yang bahkan tak selalu terjamah negara. 

Semula Butet bekerja di sebuah LSM lingkungan selayaknya lulusan Antropologi pada umumnya. Ia sendiri merupakan alumni Universitas Padjadjaran. Butet tentu tak akan menyangka bahwa pertemuannya dengan Suku Anak Dalam di Jambi menjadi perjalanan penting kehidupannya. 

Butet menyadari bahwa anak-anak suku di hutan bukan tidak mampu untuk belajar, namun karena mereka tidak pernah diberi kesempatan. Hal itulah yang mendorong tekad Butet untuk mengajarkan pada anak-anak tersebut tentang literasi dasar; membaca, menulis dan berhitung.

 

Butet Manurung dan Pendidikan Alternatif, Sokola Rimba

Meski sebagai lulusan antropologi, tentu Butet paham mengenai hidup di tengah masyarakat suku yang hidup berdampingan dengan hutan. Hal-hal yang dikerjakan oleh Butet tidak lepas dari resiko. Tinggal selama berbulan-bulan di tengah hutan hingga terjangkit penyakit seperti Malaria tak pernah membuatnya mundur. 

Butet terus beradaptasi dan berusaha membangun kepercayaan masyarakat adat. Dengan demikian, Butet segera diterima dan dengan mudah mengajarkan materi-materi belajar sesuai yang dibutuhkan masyarakat. 

Dari kisah Butet Manurung, kita bisa memetik pembelajaran bahwa pendidikan yang layak tak harus lahir dari ruang kelas semata. Ia menunjukkan bahwa pendidikan, proses belajar bisa begitu menyenangkan dengan menghormati kearifan lokal. . 

Selain itu, anak berkebutuhan khusus atau anak-anak dari kelompok rentan juga sama pentingnya mendapatkan akses pendidikan yang setara. Baik tinggal di kota atau hutan, anak-anak tetap berhak memperoleh pendidikan yang layak. Seringkali hal itu abai oleh perhatian pemerintah dan celah itulah yang diperjuangkan oleh Butet Manurung. 

Melalui Sokola Rimba, Butet menggagas lembaga pendidikan alternatif sejak tahun 2003. Lembaga yang kemudian berubah menjadi Sokola Institute itu kemudian berhasil menjangkau 17 komunitas adat di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, kurang lebih 15.000 masyarakat adat baik anak-anak maupun dewasa mendapatkan manfaat dan akses lebih baik ke pendidikan formal. 

 

Partisipasi Perempuan Perkuat Pemberdayaan

Butet Manurung melalui kisah perjuangannya terhadap pendidikan anak dari kelompok adat tentu mengajarkan kita banyak hal. Bagaimanapun juga, hal itu menuntut kita lebih peka bahwa untuk memperjuangkan hak anak tak cukup dengan regulasi maupun produk hukum semata. 

Aksi konkrit dan keberpihakan nyata, bukan sebatas wacana. Anak-anak dengan segala potensi harus diberikan kesempatan untuk belajar dan bermimpi besar. Masa depan mereka semakin luas dan terbuka saat mereka diberi kesempatan. 

Di samping negara penting hadir, saya rasa tak mudah memang bertindak dan berpihak pada masyarakat adat seperti Butet Manurung. Perempuan dengan segenap tenaga dan pikiran memilih tinggal dan menyatu dengan kehidupan masyarakat suku adat di hutan. Perlu tekad besar dan rasa kemanusiaan tinggi. 

Butet Manurung sudah selayaknya menjadi tokoh perempuan pejuang pendidikan yang menginspirasi kita. Ia menjadi contoh nyata sekaligus harapan bahwa perempuan memiliki andil sangat besar dalam mewujudkan perubahan. 

Sebagai sesama perempuan, kisah Butet Manurung sangat menginspirasi dan menyalakan api semangat pemberdayaan. Menjadi pengingat khususnya bagi diri sendiri, bahwa anak-anak dimanapun mereka berada, dengan segala potensi yang ada, berhak mendapatkan pendidikan yang setara.

Hanifati A. Radhia
Hanifati A. Radhia
Hanifati Alifa Radhia, lahir di Malang, seorang berlatar belakang lulusan Antropologi. Aktif dunia kepenulisan sejak bergabung dalam persma (pers mahasiswa) semasa kuliah. Saat ini menjadi ibu sembari penulis lepas di media online serta mengelola blog dan konten di media sosial. Tertarik terhadap isu-isu sosial budaya, gender, perempuan - anak, pariwisata dan desa. Penulis dapat dihubungi di hanifatialifa@gmail.com dan blog https://ceritadaridesa-id.blogspot.com/?m=1

Terpopuler
Artikel

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here