Saturday, December 21, 2024
spot_img
HomeJangan Pernah Takut Berteman: Agnes Mengarungi Perbedaan Keyakinan

Jangan Pernah Takut Berteman: Agnes Mengarungi Perbedaan Keyakinan

Menjadi seorang non Muslim di lingkungan mayoritas Muslim tidak selalu membawa pengalaman baik. Di-bully, diasingkan, bahkan tidak dianggap menjadi bagian lingkungan, adalah pengalaman yang seringkali terjadi. Diskriminasi ini terekam jelas dalam ingatan Agnes Maria Retno Husada Ningtias. Perempuan kelahiran Pasuruan, 22 Juli 1973 ini menceritakan pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan ketika mengenyam pendidikan di salah satu sekolah negeri di Pasuruan.

Mengobrol dengan Agnes, panggilan akrabnya, seperti mengobrol dengan ibu. Rasanya aman dan tentram tanpa penuh kecurigaan maupun ketakutan karena sekat pembeda agama. Ada banyak hal yang saya petik dari kisahnya. Salah satu strong women yang saya kenal ini memutuskan pindah ke Malang untuk merantau tahun 2000. Dalam bidang karir, ia pernah bekerja di sekolah, penerbitan, dan sempat menjadi bagian koperasi. Salah satu alasan ia merantau adalah trauma akibat perundungan atau bullying waktu kecil.

“Kalau di Pasuruan itu keras, beda dengan Malang, yang penerimaan kelompok masyarakatnya lebih terbuka” ucapnya.

Penerimaan masyarakat tersebut juga tidak lepas dari keterbukaan mereka menerima perbedaan. Hal itu diungkapkan Agnes ketika pertama kali bergabung dalam komunitas.

Kan orang kalo gak kenal kan penuh dengan curiga, tak kenal maka tak sayang. Mungkin dianggapnya orang Kristen itu gimana akulah ini. Padahal justru kami itu ikhlas. Dulu [tersebar rumor] Kristenisasi ini itu, padahal gak segampang itu, asal tahu saja. Ingin masuk Katolik itu berat, sulit. Pelajaran agama itu 60 kali pertemuan. Hal itu berbeda sekali dengan Islam, baca sahadat kemudian bisa masuk Islam.”

Komunikasi, Kunci Hubungan

Kenangan di-bully masih dirasakan Agnes. Namun hari ini Agnes justru berperan penting di perkumpulan alumni sekolahnya sebagai bendahara. Hubungannya dengan teman-teman sekolah di masa lampau berjalan sangat baik karena penerimaan kepadanya semakin terbuka.

“Dulu kan awalnya pas saya masih sekolah, dulu banyak penolakan gitu ya, dikatakan kafir. Tapi lama-lama setelah sekarang kami punya grup alumni, justru mereka memilih saya untuk menjadi bendahara, dan bendahara itu memprogramkan kegiatan sosial. Banyak aksi sosial kita itu untuk membantu teman yang kena musibah, ada yang meninggal, sakit, kemudian kalo Ramadan begini ini biasanya kita juga bagi-bagi takjil [makanan berbuka puasa]. Ada acara yatiman, ada acara renovasi mushola, mengumpulkan dananya itu pake rekening saya. Padahal posisi saya di Malang, dan saya beda sendiri, tapi justru itu luar biasa. Pas mau puasa kemaren itu, ada acara yasinan, ya saya berangkat ke Pasuruan. Ini nanti Sabtu ini ada acara bukber, ya saya rencana juga ke sana. Dan di antara teman-teman misalnya ada yang sakit, biasanya kan rujukannya ke Malang ke RSUD Saiful Anwar. Biasanya teman-teman saya ya nunjuk saya. Misalnya keluarganya ada yang sakit, kurang atau mau pinjam apa, atau mungkin minta ditemani biasanya nunjuk saya. Kalau ada yang ingin [menginap] di sini pun saya sediakan rumah saya ini,” jelas Agnes.

Penerimaan terhadap Agnes memang tidak seperti dulu. Masyarakat sudah semakin terbuka dengan perbedaan. Apalagi ketika tinggal di Malang, ia tidak memiliki rasa takut, ataupun fobia bergabung dengan beragam kelompok. Tidak hanya itu, ia juga bergabung dalam kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan menjadi pengurusnya. Ia juga sempat mengikuti pelatihan membatik dari Dinas Koperasi setempat. Setelah dirasa kemampuannya cukup, ia melepaskan semua pekerjaannya dan menekuni dunia batik. Kegiatan yang ia geluti kemudian juga menjadi ruang komunikasi dan kolaborasi para pengrajin batik. Jika ada pesanan banyak yang membutuhkan tenaga tambahan, Agnes membantunya. Sejauh ini, batik produksinya dititipkan melalui koperasi ataupun ikut pameran. Melalui kegiatan itulah, ia semakin memiliki banyak relasi baru dalam organisasi.

 

(bersambung)

*

Kisah Agnes Maria Retno Husada Ningtias selengkapnya beserta perempuan perdamaian lainnya didokumentasikan oleh AMAN Indonesia bersama She Builds Peace Indonesia dalam buku She Builds Peace Seri 1: Kisah-Kisah Perempuan Penyelamat Nusantara.

Banyak pembelajaran tentang agensi perempuan yang bisa ditemukan dengan membaca semua cerita di buku ini. Untuk mendapatkannya, bisa dipesan melalui link berikut bit.ly/pesanbukuSBPseri1.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments