Thursday, November 21, 2024
spot_img
HomeUncategorizedDesakralisasi Nyadran, Perempuan Krecek Mentajdid Tradisi (III)

Desakralisasi Nyadran, Perempuan Krecek Mentajdid Tradisi (III)

Ditulis oleh Nita Nurdiani, Fina Nihayatul, dan Ruby Kholifah

Keterlibatan Perempuan Tinggi, Budaya Kerjasama Meningkat

Transformasi Nyadran menjadi Nyadran Perdamaian yang melibatkan seluruh unsur masyarakat Krecek tak terkecuali perempuan, memperluas ruang keterlibatan perempuan tidak hanya forum formal, tapi juga forum-forum yang bernuansa budaya lokal. Partisipasi perempuan dalam ritual tahunan itu membuka harapan baru bagi keterlibatan perempuan yang lebih luas dalam 

pembangunan. Di sisi lain, selain membuka informasi seluas-luasnya terkait dengan perkembangan dan informasi terkini di desa, kehadiran perempuan dalam Nyadran Perdamaian juga mendorong sejumlah perubahan positif pada perempuan Krecek, diantaranya adalah: 

Pertama, meningkatkan rasa percaya diri perempuan. Kehadiran sejumlah tokoh pemerintah dan masyarakat dari kabupaten dan kota-kota lainnya, secara tidak langsung membawa pertukaran wawasan pada peserta nyadran. Ibu-ibu yang hadir secara fisik memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan peserta dari luar daerah yang hadir. Pembicaraan yang dimulai dari makanan yang mereka masak berkembang menjadi pertukaran informasi dan transfer pengetahuan kepada peserta dari luar mengenai kearifan lokal yang ada di dusun Krecek. Tidak berhenti disitu, pengalaman peserta dari luar Krecek juga turut memperkaya pengetahuan ibu-ibu. Karena sejatinya, pengalaman, peristiwa dan informasi yang didapatkan selama nyadran berkontribusi dalam membangun kepercayaan diri mereka. Ruang perjumpaan dengan peserta luar itu laksana laboratorium mereka berekspresi dan membangun komunikasi. 

Kedua, relasi dalam keluarga secara berangsur juga berubah. Dalam hal ini dorongan keterlibatan perempuan dalam ritual nyadran, berkonsekuensi pada perubahan pengelolaan waktu perempuan. Misalnya jika pada masa sebelumnya, perempuan merasa tidak wajib hadir, maka mereka secara totalitas menjadi aktor utama dalam mempersiapkan makanan dan perlengkapan nyadran. Secara logika, jika perempuan tertarik terlibat, maka dia perlu memastikan anggota keluarganya juga terlibat dalam menyiapkan makanan yang dibawa di acara Nyadran, sehingga perempuan memiliki waktu istirahat cukup malam harinya, karena paginya seluruh keluarga diharapkan terlibat dalam rangkaian acara nyadran. 

Ketiga, membuka ruang partisipasi di berbagai proses pengambilan keputusan di desa. Di sejumlah pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh pimpinan atau sesepuh desa, perempuan kerap diberikan kesempatan untuk berpendapat. Bahkan di sejumlah pertemuan, pendapat perempuan sangat dinantikan oleh masyarakat. Kesadaran pentingnya partisipasi perempuan juga semakin tinggi, dengan pelibatan perempuan lebih banyak dalam tim Satuan Tugas Covid-19. Mulai dari kader Posyandu, kader PAUD hingga kader Sekolah Perempuan Catur Manunggal. Bahkan perempuan diberikan ruang lebih banyak dan dipercaya untuk berkontribusi lebih besar. Mereka yang bergerak di tingkat dusun, melakukan screening keluar masuk, mengumpulkan data penduduk yang sakit hingga membuat laporan. Dalam hal pengumpulan data, jika perempuan terlibat besar kemungkinan mereka akan memastikan kebutuhan kelompok rentan lainnya terdata dan terakomodir. 

Dalam sejarah krecek, perempuan telah membuktikan terlibat aktif dalam segala ritual di desa mulai dari kelahiran sampai kematian. Bahkan memelihara kesehatan dan kehidupan, melalui tangan-tangan mereka dalam merawat tanaman obat dan memastikan pangan bagi keluarga. Bahkan perempuanlah yang menjadi sentral penggerak untuk melayani setiap tamu desa, termasuk para tokoh agama. Kepedulian, mekanisme kerja gotong royong, dan efektifitas kerjanya lebih dari cukup untuk sekedar membuktikan bahwa perempuan memiliki kapasitas. Perempuan juga mengeksplor bidang kesenian, ruang baru untuk promosi budaya lokal. Latihan memainkan gamelan tidak saja mengasah skill baru para ibu, tetapi pendekatan lain untuk semakin mempererat rasa memiliki desa, dan melatih skill kebersamaan mengingat permainan gamelan mensyaratkan harmoni. 

Tantangan 

Kini, kehadiran perempuan dalam kegiatan sosial dan rapat-rapat dusun tidak saja membuat proses dan hasilnya berbeda, tetapi juga membiasakan budaya baru buat para laki-laki dan anak-anak muda.

Warga telah berubah cara pandangnya dan telah merasakan sisi positif dari kehadiran perempuan dalam ruang pengambilan keputusan. 

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menjaga konsistensi organisasi perempuan sebagai inkubator kepemimpinan perempuan, mampu melahirkan secara terus menerus para perempuan yang memegang tradisi gotong royong, dan memiliki sikap peduli kepada kelompok rentan yang lainnya. Sebagai organisasi perempuan, SP Catur Manunggal haruslah didorongkan untuk menciptakan mekanisme kaderisasi, untuk mengisi ruang-ruang partisipasi yang telah dibuka oleh pendahulunya. 

Hadirnya internet dan media sosial, berpotensi dalam mendorong terjadinya pemerataan informasi, sehingga warga segala umur bisa mengakses semua informasi tentang perkembangan kampungnya. Akan tetapi, kemudahan teknologi juga bisa menciptakan kesalahan informasi karena pesan tidak dituliskan secara lengkap. Maka, menjaga ruang-ruang perjumpaan antar warga tetap ada, dimana praktek gotong royong dalam segala aspek, tetap harus dirawat dan disosialisasikan kepada generasi muda. Merekalah pondasi kerukunan warga yang bisa menyelamatkan Dusun Krecek dari kerusakan. Menjaga tradisi yang ramah perempuan, termasuk memperluas ruang perjumpaan dengan tidak bergantung pada teknologi menjadi pilihan yang bestari. ***

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments