Siapa sangka ternyata justru melalui kebun sayur seorang pendeta, pengajar dan ketua presidium Persatuan Sekolah Perempuan Perdamaian (PSPP) Roswinwuri mampu menyatukan beragam simpul yang berbeda untuk perdamaian Poso.
Deklarasi Malino
Seperti yang kita ketahui, pada tahun 1998 silam, terjadi konflik di Poso antara umat Kristen dan Muslim. Konfilk ini berlangsung hingga menyebabkan peristiwa pembantaian di sebuah pesantren di desa Sintuwulemba. Dari konflik ini, pemeritah pun mengeluarkan Deklarasi Malino (2001) sebuah perjanjian perdamaian untuk menghentikan pertikaian kedua belah pihak.
Isi dari Deklarasi Malino adalah:
- Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
- Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
- Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
- Untuk menjaga terciptanya suasana damai, menolak memberlakukan keadaan darurat sipil, serta campur tangan pihak asing.
- Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama.
- Tanah Poso adalah bagian integral dari Republik Indonesia. Karena itu, setiap warga negara memiliki hak hidup, datang, dan tinggal secara damai dan menghormati adat istiadat setempat.
- Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
- Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.
- Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara menyeluruh.
- Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati, dan menaati segala aturan yang telah disetujui, baik dalam bentuk undang-undang, maupun peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan lainnya.
Deklarasi Malino yang menandakan berakhirnya konflik di Poso tentu tidak serta merta menyelesaikan konflik begitu saja. Mengingat aksi-aksi di Poso terus berlanjut. Padahal masyarakat Poso percaya bahwa perdamaian akan tercipta jika masyarakat hidup saling menghargai, hidup saling menghidupi, dan hidup saling menolong satu sama lain.
Mengembangkan Kebun Organik
Dari latar belakang di atas, Roswin yang telah mengikuti Sekolah Perempuan sejak tahun 2010 percaya prasangka buruk akan terurai jika masyarakat terutama yang sedang berkonflik memiliki peluang untuk berinteraksi secara intensif. Kearifan lokal di bidang pertanian pun ia pilih mengingat di desanya banyak tanah yang tidak produktif karena tidak dikelola dengan tepat oleh pemiliknya.
Kebun organik yang dikelola oleh kaum ibu anggota Sekolah Perempuan pun akhirnya menjadi media ketahanan pangan masyarakat mengingat kemungkinan mendapatkan sayur segar dari penjual keliling sangat lah kecil karena saat sayur telah sampai di wilayahnya yang notabene wilayah pegunungan, sayur-sayur tersebut telah layu. Selain itu tentunya masyarakat mendapatkan bahan pangan yang lebih sehat karena proses penanaman tidak menggunakan bahan kimia.
Roswin yang aktif di isu-isu perdamaian berkata, “Perempuan harus menjadi sahabat alam” sebagai bentuk partisipasi perempuan dalam hal pemberdayaan. Tidak hanya itu, pada akhirnya kebun organik ini menjadi ruang perjumpaan masyarakat muslim dan kristen di wilayahnya.
“Omat, seorang muslim penjual ikan kerap menawarkan barter hasil kebun organik dengan ikan yang ia jual. Bahkan ia juga mengundang civitas Sekolah Perempuan untuk bersilaturahmi antar umat di wilayahnya agar merekatkan kembali interaksi yang sempat terputus” ungkap Roswin dalam talkshow She Builds Peace.
Meski ada perasaan was-was, namun Roswin tetap berkeyakinan teguh untuk memperkuat hubungan antar desa pasca konflik Poso. Tidak hanya itu, masyarakat dari desa lain pun tergerak untuk mempelajari kebun organik seperti Ibu Hatimah yang semangat mempelajari demplot atau demonstration plot agar kebunnya menjadi produktif.
Pasar Organik
Kemudian aparat desa Welincu pun serta merta berkunjung ke Sawidago untuk mempelajari kebun organik yang Roswin kelola bersama civitas Sekolah Perempuan. Tidak hanya itu, dalam materi pembelajaran tentang kebun organik juga disisipkan materi tentang pedamaian.
Semakin banyak masyarakat yang ingin belajar dan juga maramaikan kebun organik, akhirnya di tahun 2018 Sekolah Perempuan menggagas Pasar Organik, sebuah ruang perjumpaan untuk perdamaian antar umat yang lebih besar dan intensif dalam interaksinya mengingat pasar ini diadakan setiap pekandi kota Tentena.
Selain itu, pasar ini juga menjadi solusi masyarakat sekitar mendapatkan bahan pangan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Namun yang pasti, kebun dan pasar organik ini menjadi bukti bahwa berdamai dengan alam dapat membuat manusia juga berdamai dengan konflik yang ada, khususnya masyarakat Poso yang berada di wilayah pasca konflik.
Nah, itu dia pengalaman Pendeta Roswinwuri dalam upaya perdamaian Poso melalui kebun dan pasar organik. Semoga menginspirasi!