Sunday, October 13, 2024
spot_img
HomeOpiniKonstantinopel, Perebutan Otoritas Islam-Kristen di Abad 19

Konstantinopel, Perebutan Otoritas Islam-Kristen di Abad 19

Terdapat interaksi yang erat antara muslim dan kristen dalam proses mewujudkan perdamaian di Konstantinopel. Hal ini karena Konstantinopel merupakan pusat peradaban Romawi dan bangsa Nasrani, jauh sebelum ditakhlukan oleh Muslim. Peperangan antara Muslim dan Kristen pun sering terjadi untuk menduduki Kostantinopel.

Muslim berjuang keras dalam menduduki Konstantinopel sedangkan  bangsa Romawi juga tegas dalam mempertahankan Romawi sebagai pusat peradaban Nasrani. Maka menarik untuk didiskusikan bagaimana posisi Kontantinopel dalam perspektif kedua agama tersebut? Dan juga bagaimana upaya perdamaian yang dilakukan Muslim dan Nasrani setelah Konstntinopel berada dalam kekuasaan muslim?

Arti Konstantinopel bagi Muslim 

Bagi muslim, Konstantinopel menjadi salah satu kota yang diidamkan dan menjadi target penakhlukan. (Ali Muhammad As-Shalabi 2003) Hal ini berangkat dari motivasi sebagaimana disampaikan dalam hadits Nabi Muhammad SAW:

Sungguh Konstantinopel itu akan ditaklukkan. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (penakhluk) nya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan (penakhluk) nya. (Hr. al-Hakim)

Maka para khalifah berlomba-lomba untuk menakhlukan Konstantinopel karena ingin mendapatkan posisi pemimpin dan pasukan terbaik sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW. Dimulai dari masa khulafaur rasyidin hingga khalifah dimasa dinasti Abbasiyah, upaya penakhlukan Konstantinopel sudah dilakukan. (Sarkowi 2016) Meskipun kekuasaan Islam di masa tersebut sudah sampai ke Eropa dan Afrika, namun ketangguhan benteng Konstantinopel yang dipimpin oleh bangsa Romawi masih gagal untuk dikuasai.

Arti Konstantinopel bagi Nasrani

Sedangkan bagi Nasrani, Konstantinopel merupakan pusat warisan ilmu pengetahuan sekaligus pusat perkembangan agama Kristen Ortodoks di abad pertengahan. (Safitri Ertika Sari 2011). Maka ketika pasukan muslim mengepung Konstantinopel, banyak ilmuwan Konstantinopel yang memutuskan untuk pergi ke Italia (Eropa Barat) dengan membawa serta buku-buku yang tersimpan di Konstantinopel. 

Konstantinopel sendiri berdiri semenjak 658 SM, dimana awalnya adalah sebuah desa bagi para nelayan. Awalnya disebut dengan Bizanthat dan pada 355 M, dijadikan sebagai ibukota Imperium Romawi Timut (Bizantium) oleh Kaisar Constantine. (Syaikh Ramzi Al-Munyawi 2012). Hingga pada akhirnya dikenal dengan nama Konstantinopel mengikuti nama kaisar. Di tempat inipulalah dibangun pusat kepastoran Gereja Otrodoks Timur yaitu Gereja Agya Sophia.

Masa kemunduran dialami di masa Kaisar Yustinianus akibat misi perang salib IV yang merobohkan benteng pertahanan Konstantinopel. Selama 200 tahun lamanya, bangsa ini di bawah kekuasaan bangsa Latin yang merugikan penduduk. Kondisi ini diperparah dengan adanya konflik antar dua gereja di tahun 1054. Pendeta Romawi Timur dan Barat merasa paling berhak menjadi penerus kekaisaran di Konstantinopel. Konflik antar dua gereja tersebut memuncak pada tahun 1204 bersamaan dengan masuknya pasukan salib yang memasuki kota tersebut. (Syaikh Ramzi Al-Munyawi 2012). 

Konflik yang berangkat dari perebutan otoritas keagamaan Kristen ini berdampak pada terpecahnya Imperium Romawi menjadi dua bagian. Imperium Romawi Timur dan Imperium Romawi Barat. Imperium Romawi Timur dikenal dengan Imperium Bizantium dengan ibukota Konstantinopel. Pada tahun 1340-1433 terjadi perpecahan politik yang berujung pada permusuhan sengi tantara mazhab gereja ortodoks dan gereja katolik.

Disaat terjadi konflik politik di Romawi, di tengah hubungan gereja ortodoks dan gereja katolik yang tidak harmonis inilah, al-Fatih menyusun strategi untuk memasuki wilayah Konstantinopel. Tekat dan usaha yang kuat dari al-Fatih ini mendorong kaisar Byzantium untuk meminta bantuan gereja Katolik. Meskipun sedang dalam keadaan bermusuhan, namun kaisar Byzantium menyadari bahwa kekuatan al-Fatih hanya bisa dilawan jika gereja ortodoks dan gereja katolik bersatu. 

Ajakan kaisar Byzantium kepada gereja Katolik untuk bersama-sama melawan al-Fatih ini disetujui dengan syarat Kristen ortodok tunduk pada Paus. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh utusan Paus saat menyampaikan pidato di Agya Sophia. Ajakan tersebut otomatis tidak disetujui oleh Kristen Ortodok di Romawi Timur karena dianggap menciderai kehormatan Kristen Ortodoks. 

Seorang pemimpin Kristen Ortodoks bahkan menjawab “Aku lebih suka menyaksikan sorban-sorban bangsa Turki berkeliaran di Byzantium daripada harus menyaksikan topi bangsa Latin”!.Dan disaat yang sama, langkah kaisar Byzantium ini juga mendapat tentangan yang dahsyat oleh Kristen Ortodok di Romawi Timur karena dianggap menciderai kehormatan Kristen Ortodoks. 

Simbol Kemuliaan Islam dan Nasrani

Relasi Islam dan Kristen pertama kali terjalin di masa Rasulullah saat berada di Madinah. Beliau mengirim utusan kepada raja Herklius dari bangsa Romawi (pusat peradaban Kristen) untuk masuk agama Islam. (Khalik et al. 2019) Pasca meninggalnya nabi Muhammad, percaturan Islam dan Kristen sebagai sebuah ideologi memunculkan konflik antara keduanya. Konflik idiologi ini muncul karena kedua agama memiliki ajaran dasar yang sama sebagai agama transnasional. (John L. Esposito 1997)

Berkaitan dengan konflik Muslim-Nasrani, Konstantinopel merupakan simbol kemuliaan dua agama. Islam meyakini bahwa Konstantinopel adalah simbol pasukan terbaik Islam, sedangkan Nasrani meyakini bahwa Konstantinopel adalah harga diri Nasrani.  Maka peperangan di Konstantinopel menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Keduanya sama-sama berjuang menggunakan doktrin agama dan keyakinan masing-masing. 

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments