Friday, September 13, 2024
spot_img
HomeFigurFigur NasionalDesakralisasi Nyadran, Perempuan Krecek Men-tajdid Tradisi (I)

Desakralisasi Nyadran, Perempuan Krecek Men-tajdid Tradisi (I)

Ditulis oleh Nita Nurdiani, Fina Nihayatul, dan Ruby Kholifah

Dusun Krecek dan Kerukunan yang Genuine

Dusun Krecek, terletak di sebuah lembah dihiasi bentangan sawah padi, dan kanal-kanal irigasi menyalurkan air dari satu petak sawah ke petak sawah yang lainnya. Terletak di Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Dusun Krecek merupakan simbol toleransi umat Budha dan Muslim yang bersumber pada kearifan lokal. Sejak masuknya covid-19, 

sejumlah masyarakat, kebiasaan masyarakat bergotong royong, diterapkan dalam kerja-kerja “jogo tonggo” (menjaga tetangga), yang mewujud dalam bentuk pengadaan penambahan fasilitas cuci tangan. Jika sebelum Covid, gentong air dan cangkir tersedia di sejumlah titik dusun untuk keperluan minum, kini setiap rumah menyediakan gentong berisi air, sabun cuci tangan. 

Warga Dusun Krecek memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga kebaikan bersama. Mereka memiliki genuinitas panggilan kemanusiaan untuk menjaga kebersamaan, yang secara turun temurun diwariskan di keluarga. Asal untuk kepentingan bersama, maka warga semua mudah untuk bergerak. Tradisi gotong royong secara turun temurun dijalankan di semua aspek kehidupan bermasyarakat, mulai dari membangun rumah atau tempat ibadah, menyambut tamu agung, panen padi, menangani keluarga dengan Covid 19, membantu fakir miskin, dan lain-lain. Gotong royong adalah jantungnya Dusun Krecek. 

Jimpitan, Jantungnya Kerukunan Krecek 

Salah satu budaya gotong royong yang sangat dekat dengan perempuan adalah jimpitan. Ini merupakan sumbangan sukarela warga yang disepakati bersama dan diambil setiap hari oleh petugas khusus. Akar sejarah tradisi Jimpitan diperkirakan berkembang di antara masyarakat pedesaan sejak zaman penjajahan Belanda. Kegiatan ini menjadi simbol solidaritas dan ketangguhan warga dalam menghadapi kesulitan ekonomi pada saat itu. Pada zaman dahulu jumputan dilakukan dengan mengumpulkan bahan makanan pokok untuk menjaga stok pangan. 

Jika di tempat lain jumputan berupa beras, di Dusun Krecek jimpitan berupa uang, dengan setoran minimal 1000 Rupiah. Awalnya tradisi jimpitan dipakai untuk meringankan warga dalam penyambutan hari jadi desa. Dalam tradisi, perayaan ulang tahun desa merupakan gawe besar dan membutuhkan biaya besar. Uang jimpitan dikumpulkan setiap hari dalam jumlah yang tidak dibatasi. Untuk nominal minimal, setiap warga bisa memberikan Rp 1.000/hari/rumah, uang tersebut dikumpulkan setiap dusun dan akan disimpan di Ketua Rukun Tetangga (RT). Setiap dusun akan terkumpul maksimal Rp 400 ribu. Diakui oleh nya, rentenir di wilayah tersebut sudah ada. Tapi, jika meminjam uang dari uang hasil jimpitan, masyarakat tidak akan dikenakan bunga sebagaimana pinjaman yang dilakukan kepada rentenir. Hal itu, sangat membantu masyarakat. 

Namun, tradisi ini sekarang sudah jauh berkembang, untuk merespon kondisi krisis yang lainnya.Jimpitan juga dipakai sebagai saluran menabung untuk menghindari rentenir. Diakui atau tidak, rentenir sudah masuk ke berbagai desa. Warga bisa menggunakan uang jimpitan untuk kebutuhan mendadak. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tapi uang jimpitan bisa membantu dan bermanfaat ke masyarakat.

Perempuan merupakan penggerak dan penjaga tradisi jimpitan. Ada sejumlah perempuan yang meluangkan waktunya secara sukarela untuk mengambil uang dari rumah ke rumah. Tanpa dibekali motivasi kuat menjaga budaya adiluhung, yaitu kerukunan, maka tak mungkin para perempuan ini mau bergerak, di tengah kesibukan pekerjaan rumah tangga mereka dan pekerjaan bertani. Diakui bahwa inilah yang membuat Dusun Krecek, mampu mendeteksi secara cepat, kondisi setiap warganya. Jika, ada keluarga yang kekurangan makan, maka itu menjadi tanggungjawab bersama. 

Ronda, Menafsirkan Keamanan Ala warga 

Selain jimpitan, Dusun Krecek hingga saat ini masih mengelola ronda yang dilakukan oleh bapak-bapaksecara bergiliran. Ronda adalah mekanisme turun temurun untuk memberikan rasa aman kepada warga dan mencegah kejahatan terjadi di sebuah komunitas. Meskipun sifatnya kesukarelawanan, warga khususnya laki-laki terikat dalam jadual ronda. Untuk mempermudah kordinasi, ada tempat yang dijadikan titik kumpul. Para bapak yang ronda melakukan keliling kampung memastikan tidak ada yang kegiatan mencurigai. 

Ronda juga diperlakukan untuk menjaga ternak-ternak di kampung. Selain manusia, ternak juga dianggap oleh warga sebagai penghuni Dusun Krecek yang membutuhkan perhatian. Ini karena ternak adalah aset besar pada petani untuk membantu penggarapan tanah. Mobilitas warga yang tinggi mengharuskan warga untuk memikirkan mekanisme “security” untuk ternak. Maka, ronda untuk mengecek keselamatan ternak dipraktekkan. Sehingga, jika ada pemilik ternak memiliki hajat tertentu, maka tetangga akan dengan sigap untuk mencarikan makan ternak atau “angon” (menggembala). 

Nyadran, Penjaga Kerukunan 

Nyadran adalah suatu rangkaian budaya berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya acara kenduri selamatan di makam leluhur. Ini bukan sekedar pesta rakyat mengungkapkan rasa hormat pada leluhur, tapi syukur manusia kepada sang pemberi rizki. Tradisi nyadran yang sudah turun temurun, memiliki dimensi komunikasi antar generasi sekarang dengan para leluhur mereka. Ada sejumlah upacara Nyadran yang dijalani oleh warga Dusun Krecek, diantaranya nyadran kuburan, nyadran panen dan nyadran sumber air, kesemuanya ditujukan untuk menunjukkan rasa syukur kepada para leluhur yang telah berjasa pada kemakmuran desa. Salah satu Nyadran yang berskala besar adalah Nyadran kuburan, ritual doa kepada leluhur di pemakanan bersejarah dimana nenek moyang warga dikuburkan. Ada sejumlah proses yang dilakukan seperti bebersih, pasang sesajen, puja, dan ritual doa lintas iman. 

Begitu pentingnya makna Nyadran bagi warga Dusun Krecek dan sekitarnya, mereka yang berdiaspora di berbagai kota, dipastikan akan pulang pada saat Nyadran. Event tahunan ini juga dijadikan ajang untuk saling bertemu para diaspora. Bahkan penduduk setempat merasa bahwa Lebaran atau peringatan hari besar agama tidak bisa menandingi popularitas Nyadran. 

Keragaman dalam nyadran tercerminkan dalam seluruh upacara Nyadran, dimana doa-doa yang dikumandangkan mewakili sejumlah agama yang ada. Dari sisi makanan yang disuguhkan dalam pesta Nyadran tercermin keragaman luar biasa. Selain jajanan khas sengkolon (kalau di google sebutnya sengkulun), Kue ini terbuat dari ketan putih, parutan kelapa, gula. Bagian atasnya berwarna

merah atau hijau biasanya, dan kalau dimakan sedikit molor karena terbuat dari ketan. Kue jadul khas kampung yang hanya ditemui saat nyadran, juga ada sejumlah kue-kue lainnya seperti bolu, goreng sukun, tahu isi, keringan seperti peyek, rengginang, dan lain-lain. Keragaman lauk pauk yang disuguhkan saat makan siang, juga tak kalah hebohnya, termasuk juga buah-buahan. Semua bisa dinikmati oleh siapa saja yang hadir dalam pesta nyadran. 

Nyadran merupakan ritual kampung yang paling besar melakukan mobilisasi warga dusun untuk berpartisipasi dalam konteks kehadiran dan juga makanan. Adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam Nyadran dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, memberikan kesempatan lebih 

banyak kepada perempuan untuk mengetahui informasi-informasi seputar kampungnya tanpa khawatir distorsi informasi. Ritual nyadran mengharuskan generasi muda juga terlibat di dalamnya, sehingga transfer pengetahuan lintas generasi terjadi dengan baik. Ini yang membuat praktek gotong royong di dusun Krecek menguat dan bangunan kohesi sosial kokoh, sehingga kerukunan antar keluarga terjaga meskipun berbeda agama maupun etnik atau status sosial.

Kirmi, Perempuan Muda Pembaharu Tradisi 

Dilahirkan di dusun Krecek, Kirmi merasa bahwa menemani orang tua merupakan kewajiban anak yang tidak bisa digantikan. Tampaknya ini bukan saja keyakinan pribadi Kirmi, karena kenyataannya tidak banyak anak muda dari dusun krecek memutuskan untuk bermigrasi ke kota lain apalagi merantau mati di kota lain. Selain karena alasan cuaca panas di perkotaan, juga karena pesona kerukunan Dusun Krecek, memang tidak banyak ditemui di tempat lain. 

Kirmi sempat mengenyam pendidikan teologi agama Budha, tetapi juga belajar sedikit tentang keislaman. Ini yang membekali Kirmi untuk lebih baik dalam menjalin komunikasi dengan tetangganya yang muslim. Meskipun penduduk beragama Budha mendominasi dusun Krecek, tetapi hubungan harmonis mereka dengan umat muslim terjaga dengan baik.

Bersambung ke Part II 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments