HomeOpiniBagaimana Pencegahan Pelecehan Seksual di Pondok Pesantren?

Bagaimana Pencegahan Pelecehan Seksual di Pondok Pesantren?

Suatu ketika Pondok Pesantren Takhfidzul Qur’an Al-As’ariyyah di Wonosobo kedatangan LKBH UNSIQ / Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Sains Al-Qur’an. Maksud dari kedatangan mereka yaitu mengadakan penyuluhan pencegahan pelecehan seksual di Lembaga Non Formal termasuk pondok pesantren.  Sebagai bentuk nyata kepedulian Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) terhadap masyarakat sekaligus bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian) UNSIQ mendirikan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum yang telah berdiri sejak tahun 2008.

Bukan hanya sebagai tempat konsultasi masyarakat tentang hukum, LKBH UNSIQ merupakan tempat pengaduan dengan sifat membantu masyarakat yang berurusan dengan hukum, baik melalui jalur litigasi ataupun non-litigasi. Pelecehan seksual sendiri memiliki berbagai jenis. Secara luas, terdapat lima bentuk pelecehan seksual. Pertama, pelecehan fisik termasuk sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu.

Kedua, pelecehan lisan termasuk ucapan verbal atau komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual. Ketiga, pelecehan isyarat termasuk bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir.

Keempat, pelecehan tertulis atau gambar termasuk menampilkan bahan pornografi, gambar, screensaver atau poster seksual, atau pelecehan lewat email dan modal komunikasi elektronik lainnya. Kelima, Pelecehan psikologis atau emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

Pengukuran kewajaran dalam pelecehan seksual dapat dilihat apabila perilaku tersebut mengarah kepada tindakan pelecehan seksual sehingga mengakibatkan timbul rasa tersinggung, malu atau takut. Unsur utama dalam pelecehan seksual adalah adanya rasa tidak diinginkan oleh korban dan adanya tindakan yang tidak sopan yang mengarah pada pelecehan seksual. Sedangkan tindakan atau interaksi yang berlangsung atas dasar “suka sama suka” bukan merupakan pelecehan seksual.

Korban pelecehan seksual bisa saja dialami laki-laki maupun perempuan namun kerap kali perempuan yang lebih sering mengalami pelecehan seksual. Hal ini dikarenakan sistem tata nilai yang mendudukkan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Perempuan masih ditempatkan dalam posisi subordinasi dan marginalisasi yang harus dikuasai, dieksploitasi dan diperbudak laki-laki. Kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi.

Padahal perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi di segala bidang. Sama halnya di lembaga non formal seperti pondok pesantren, kemungkinan terjadi pelecehan seksual memang sedikit tetapi itu tidak dapat memungkiri akan adanya. Santri yang berada di pondok pesantren dirasa lebih terproteksi dan terjaga dari adanya tindakan pelecehan seksual. Sebab kehidupan di pondok pesantren yang religius ditambah adanya qonun-qonun (peraturan) yang cukup ketat mengenai relasi antara santri putra dan putri.

Ditambah santri-santri yang selalu didik untuk berakhlakul karimah sebagaimana ajaran dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab yang telah dikaji. Lantas bagaimana setelah santri keluar dari lingkungan pondok pesantren dan kembali dalam kehidupan masyarakat agar tetap terproteksi dari tindakan pelecehan seksual? Untuk itu santri harus selalu memawas diri artinya harus senantiasa menjaga diri (penyelamatan diri) agar terhindar dari tindakan pelecehan seksual.

Naluri perempuan dalam mode bahaya juga perlu ditingkatkan agar perempuan sebisa mungkin segera melakukan penyelamatan diri bila menjumpai tanda-tanda akan adanya tindakan pelecehan seksual. Penting juga diadakannya penyuluhan pencegahan pelecehan seksual dengan memberi pendidikan seks sejak dini. Pun demikian di lingkungan pondok pesantren pendidikan karakter yang diajarkan oleh Pengasuh dan dewan Asatidz dalam prespektif agama penting untuk senantiasa diajarkan.

Selain itu, pihak pemerintah perlu memberi dukungan dan perhatian lebih mengenai pencegahan pelecehan seksual. Dalam upaya tersebut Kementrian Agama (Kemenag) telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementrian Agama. Satuan pendidikan tersebut mencakup jalur pendidikan formal, dan informal, madrasah, pondok pesantren dan satuan pendidikan keagamaan.

Dengan ini untuk mencegah adanya pelecehan seksual sejatinya juga membutuhkan banyak kerja sama baik dari pemerintah, masyarakat dan sejumlah lembaga yang terkait. Bagi perempuan maupun laki-laki sangatlah penting untuk memiliki kesadaran diri agar tidak terjerumus dalam tindakan pelecehan seksual baik menjadi pelaku maupun korban. Semoga kita semua bisa senantiasa terhindar dan terlindungi dari tindakan pelecehan seksual.

RELATED ARTICLES
Continue to the category

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments