HomeFilmBelajar Menghargai Hidup dari Otto

Belajar Menghargai Hidup dari Otto

Kisah Seorang Lansia Bernama Otto

Ketika berjumpa dengan laki-laki berusia setengah abad yang suka marah-marah dan menyebalkan. Mungkin kita hanya bisa berbalik gusar dan memakinya dalam hati. Sebab, sudah semacam norma untuk menghormati orang yang lebih tua, meski nasihatnya sangatlah membosankan.

Hal yang sama juga dialami oleh para tetangga Otto Anderson (Tom Hanks), seorang lansia yang tinggal sendiri usai istrinya meninggal dunia. Bagi Otto yang disiplin dan suka ketertiban, tetangganya tak pernah mau mengikuti aturan yang ada. Selalu saja ada poin-poin regulasi yang mereka langar. Hal itu membuat Otto jengah hingga harus menegur mereka berkali-kali.

Kegusaran Otto akhirnya membuat orang banyak menjaga jarak darinya. Tetapi tidak bagi Marisol (Mariana Trevino) dan keluarga kecilnya yang baru pindah. Mereka justru melihat sosok Otto sebagai kakek tua yang membutuhkan kawan karena ia hidup sendiri. Dalam berbagai perjumpaannya dengan Otto, sama halnya dengan individu lain yang berinteraksi dengannya.

Marisol juga mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Otto sering meremehkan Marisol sebagai imigran yang kurang pintar dan tidak taat aturan. Meski begitu, Marisol tidak menjauh dari Otto. Ia tetap memperlihatkan kepeduliannya sebagai tetangga. Memahami bahwa keluarganya dan Otto sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain.

Berdamai dengan Kehilangan

Meski kini Otto telah memiliki tetangga baru yang selalu peduli dengan kondisi dirinya. Otto melihat bahwa ia tak lagi memiliki masa depan usai istrinya tiada. Bagi Otto, dunianya sebatas hitam putih. Tapi kehadiran istrinya membuat hari-hari Otto berwarna.

Namun penyakit kanker dan usia yang tak lagi muda. Membuat istri Otto, Sonya (Rachel Keller) meninggal dunia dan membiarkan Otto tinggal sebatang kara. Kepergian belahan jiwa Otto inilah yang memicu pria paruh baya tersebut depresi. Bahkan, berkali-kali melakukan percobaan bunuh diri, meski upayanya selalu gagal.

Kegagalannya mengakhiri hidup membuat Otto semakin jengah dengan orang-orang di sekelilingnya. Bagi Otto, dunia kini sudah sangat berbeda, dan manusia semakin serakah. Banyak regulasi dilanggar, dan tak ada lagi sistem ronda untuk mengecek keamanan komplek, belum lagi para lansia yang sengaja dikirim ke panti jompo agar rumah mereka bisa dijual.

Semua problem tersebut membuat Otto kian frustasi dan ingin segera menjumpai Sonya yang telah tiada. Tetapi, lagi-lagi Marisol dan tetangganya selalu menginterupsi upaya bunuh diri Otto, itu membuat Otto merenungkan kembali masa depannya. Di satu sisi, semakin dekat ia dengan keluarga Marisol, ia kian menyadari bahwa selama ini banyak hal yang ia salah persepsikan.

Dengan memahami lebih dalam situasi sesungguhnya, Otto akhirnya belajar menghargai kehidupan dan sebisa mungkin membantu orang-orang di sekelilingnya. Kisah Otto dalam film “A Man Called Otto” nampak sederhana, namun amat menyentuh relung terdalam hati penontonnya. Porsi drama dan komedinya yang pas membuat tiap adegannya menyenangkan untuk ditonton sekaligus memaksa audiens untuk menyeka air mata.

Ditambah lagi akting para aktor dan aktrisnya yang luar biasa, membuat film ini kian istimewa. Apalagi ketika mendiskusikan depresi di kalangan lansia, yang kerap dianggap sebelah mata. Padahal, merujuk pada riset Indrayani (2014), kehilangan pasangan hidup meningkatkan depresi pada kalangan warga senior.

Sebab sejatinya tidak ada satu individu pun yang benar-benar siap kehilangan belahan jiwa yang selama ini telah menghabiskan waktu untuk hidup bersama. Walau begitu, sedalam apapun perasaan duka, orang yang ditinggalkan harus bangkit kembali dan meneruskan hidup. Satu lagi yang harus dipercaya, bahwa kebahagiaan harus diupayakan, terlebih bagi individu yang ditinggalkan.

Memang, masa lalu dengan pasangan adalah memori yang sulit dilupakan. Tapi perlu diingat bahwa sebelum bertemu pasangan, ada masa-masa bahagia yang bisa diciptakan. Dan kondisi tersebut bisa terulang, jika diupayakan. Oleh karenanya, bila kita nanti akan dihadapkan oleh lansia yang kehilangan keseimbangan hidup ketika ditinggal oleh orang tercinta, jangan lantas dihakimi.

Justru, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah menampakkan kepedulian kita, temani masa-masa sendirinya. Ajak bicara dan gali bersama passion yang ingin ditekuni untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Sehingga, ke depannya mereka tak lagi merasa hampa dan tak berdaya.

 

RELATED ARTICLES
Continue to the category

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments